Antara Cinta dan Persahabatan Salman Al-Farisi

Kisah inspiratif ini datang dari salah satu sahabat Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, yaitu Salman Al-Farisi. Dari kehidupan Salman Al-Farisi, kita bisa ambil banyak pelajaran dan hikmah yang sangat berharga sebagai seorang mukmin sejati. Kisahnya tercatat dalam kitab Shifat al-Shafwah karya Ibnu al-Jauzi.

Semua berawal ketika Salman Al-Farisi, yang sebenarnya adalah anak seorang bangsawan dan bupati di Persia, tanah kelahirannya, sudah sampai pada usia yang cukup untuk menikah. Saat itu, hatinya tertarik pada seorang wanita dari kalangan Anshar, yaitu perempuan asli kelahiran Madinah.

Di kalangan kaum Anshar, Salman sudah dianggap seperti keluarga sendiri. Begitu juga dengan kaum Muhajirin; mereka yang datang dari Makkah juga menganggap Salman adalah bagian dari mereka.

Namun, bagaimanapun juga, Madinah bukanlah tempat ia dibesarkan. Ia berpikir, melamar seorang gadis pribumi pasti akan jadi urusan yang rumit bagi seorang pendatang sepertinya. Akhirnya, ia pun menyampaikan isi hatinya ini kepada sahabat Anshar-nya, Abu Darda’.

Abu Darda’ sangat senang mendengar kabar dan niat baik sahabatnya itu. "Subhanallah, Walhamdulillah," ujarnya, mengekspresikan kegembiraannya.

Kemudian, Salman Al-Farisi berniat untuk melamar gadis yang dicintainya itu. Dia mengajak Abu Darda’ untuk menemaninya. Abu Darda’ merasa tersanjung dengan ajakan Salman. Ia pun memeluk Salman dan bersedia membantu.

Setelah semuanya dipersiapkan, mereka berdua pun pergi ke rumah sang gadis. Sepanjang perjalanan, mereka terlihat sangat gembira. Sesampainya di sana, keduanya disambut dengan hangat oleh orang tua gadis Anshar tersebut.

Abu Darda’ yang menjadi juru bicara mulai memperkenalkan dirinya dan Salman. Ia menceritakan asal-usul Salman dari Persia, juga kedekatannya dengan Rasulullah SAW. Terakhir, ia menyampaikan maksud mereka untuk melamar.

MEMBACA  Penawaran Terbaik T-Mobile untuk Black Friday Awal: Telepon Gratis, Tabungan Tablet, dan Lainnya

Mendengar lamaran itu, tuan rumah merasa sangat terhormat. Mereka senang dengan kedatangan dua sahabat Rasulullah. Hanya saja, sang ayah tidak langsung menerima lamaran itu. Seperti yang diajarkan Rasulullah, sang ayah harus menanyakan pendapat putrinya terlebih dahulu, karena jawaban akhir sepenuhnya adalah haknya.

Sang ayah lalu memberi isyarat kepada istrinya dan putrinya yang berada di balik hijab. Ternyata, sang putri sudah mendengar percakapan ayahnya dengan Abu Darda’. Gadis itu pun telah menyampaikan pendapatnya tentang pria yang melamarnya.

Jantung Salman Al-Farisi berdebar-debar menunggu jawaban dari tambatan hatinya. Abu Darda’ juga cemas menatap wajah ayah sang gadis. Tak lama kemudian, segalanya menjadi jelas ketika terdengar suara lembut sang ibu, yang mewakili putrinya, memberikan jawaban atas pinangan Salman Al-Farisi.

https://www.ser.org/news/news.asp?id=305450&io0=UAJnR