Ancaman Nasib 2,3 Juta Tenaga Honorer termasuk Guru, Pasal 66 UU ASN Disengketakan ke MK

Guru honorer Dhisky, yang mengajar di salah satu SMP negeri di Jakarta Barat, telah mengajukan permohonan uji materi terkait Pasal 66 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pasal 66 UU ASN tersebut menetapkan bahwa penataan pegawai non-ASN harus selesai paling lambat Desember 2024.

Dhisky dan kuasa hukumnya, Viktor Santoso Tandiasa, menyatakan bahwa pemberlakuan Pasal tersebut dapat mengakibatkan pemberhentian bagi pegawai non-ASN, termasuk guru honorer sebanyak 2,3 juta lebih, yang akan menimbulkan kerugian konstitusional.

Viktor menjelaskan bahwa menurut data Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, terdapat 2.355.092 tenaga honorer, dengan 731.524 di antaranya adalah guru honorer. Dhisky sendiri telah mengajar selama empat tahun, memiliki PTK Dapodik ID, dan terdaftar dalam Pembagian Tugas Guru dalam Kegiatan Proses Belajar Mengajar atau Bimbingan.

Namun, Dhisky belum mendapatkan Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK) karena masalah pengurusan yang tidak jelas. Pada tahun 2022, Dhisky juga tidak dapat mendaftar sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Guru karena data dapodiknya tidak bisa diverifikasi di akun Sistem Seleksi Calon ASN (SSCASN).

Sidang pemeriksaan pendahuluan perkara ini berlangsung di MK pada Selasa (17/9/2024). Dhisky menggugat Pasal 66 UU ASN yang berpotensi mengancam nasib 2,3 juta tenaga honorer.

MEMBACA  Indonesia menjadi saksi adopsi kepemimpinan hijau yang luas