Penjelasan Sri Mulyani tentang Penyebab Penurunan PMI Manufaktur RI

Sabtu, 3 Agustus 2024 – 01:01 WIB

Jakarta, VIVA – Rilis data Purchasing Manager’s Index (PMI) manufaktur Indonesia dari S&P Global menyebut, terjadi penurunan dari level 50,7 pada Juni 2024 ke level 49,3 pada Juli 2024.

Baca Juga :

1.591 Pendonor Darah Sukarela Siap-siap Terima Anugerah Satyalancana Kebaktian Sosial

Menanggapi hal itu, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengatakan, terdapat sejumlah faktor dari anjloknya PMI manufaktur RI tersebut, sehingga pemerintah bakal merumuskan kebijakan guna mengatasinya.

“Meskipun PMI korektif di bawah 50, kita waspadai, kita lihat datanya. Kemudian kita akan merumuskan kebijakan supaya masa kontraksinya tidak lama dan bisa kembali. Tentu kita berharap environment globalnya juga akan membaik,” kata Sri Mulyani saat ditemui di Kantor LPS, Jakarta, Jumat, 2 Agustus 2024.

Baca Juga :

Sri Mulyani Sebut Utang Rp 214,7 Triliun per Juni 2024 Masih Sesuai Target APBN

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati

Dia menjelaskan, penyebab pertama anjloknya PMI itu adalah terjadinya moderasi, pada sisi permintaan (demand side) dari barang manufaktur. Namun, Dia mengaku masih harus menelisik lebih lanjut, apakah hal itu disebabkan oleh faktor musiman atau persaingan perdagangan yang tidak sehat akibat maraknya produk impor.

Baca Juga :

Faktor Ini Buat Sri Mulyani Yakin Suku Bunga The Fed Turun September

“Kalau ini serangannya impor yang sifatnya persaingan perdagangan yang tidak sehat, maka pemerintah akan menggunakan PMK anti-dumping dan berbagai hal lainnya melalui koordinasi dengan Menteri Perdagangan dan Menteri Perindustrian,” ujarnya.

Perihal melemahnya permintaan ekspor dari luar negeri, Menkeu menyebut hal itu akibat melemahnya ekonomi beberapa negara seperti Amerika Serikat (AS) dan China. Meski demikian, Sri Mulyani mengaku berharap banyak kepada India, meskipun permintaan ekspor darinya bukan barang manufaktur.

MEMBACA  Mengayak Informasi sebagai Kunci Keharmonisan Pemilu 2024

“Jadi ekspor kita bisa kuat, tapi barang manufaktur yang diukur dalam PMI itu memang cenderung pada manufaktur yang sifatnya labour intensive tradisional manufaktur Indonesia seperti tekstil atau alas kaki. Sehingga mungkin tidak mencerminkan katakanlah manufaktur yang sekarang ini lagi banyak di Indonesia, yaitu terutama hilirisasi,” kata Menkeu.

Meski demikian, Sri Mulyani berharap anjloknya PMI manufaktur itu hanya bersifat sementara. Karena kalau dilihat melalui kepercayaan bisnis dari proses produksi PMI pada Juli 2024, justru terlihat adanya progres peningkatan.

“Jadi ini harapannya positif, dimana kondisi hari ini mungkin karena permintaannya melemah. Tapi optimisme mereka dari sisi bisnis dan kepercayaan bahwa demand tahun depan akan menguat, memberikan harapan sehingga kita harapkan koreksi PMI zona kontraktif ini sifatnya sementara,” ujarnya.

Halaman Selanjutnya

“Jadi ekspor kita bisa kuat, tapi barang manufaktur yang diukur dalam PMI itu memang cenderung pada manufaktur yang sifatnya labour intensive tradisional manufaktur Indonesia seperti tekstil atau alas kaki. Sehingga mungkin tidak mencerminkan katakanlah manufaktur yang sekarang ini lagi banyak di Indonesia, yaitu terutama hilirisasi,” kata Menkeu.