Ekonomi perilaku adalah bidang studi yang menggabungkan wawasan dari psikologi dan ekonomi untuk memahami dan memprediksi perilaku manusia dalam konteks pengambilan keputusan ekonomi. Meskipun ilmu ekonomi tradisional berasumsi bahwa individu adalah orang yang rasional dan selalu bertindak demi kepentingan terbaiknya, ilmu ekonomi perilaku menyadari bahwa orang sering kali mengambil keputusan yang menyimpang dari prediksi teori pilihan rasional. Bidang ini telah mendapatkan perhatian yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir dan telah menemukan penerapan yang berharga di berbagai bidang, termasuk pembangunan ekonomi.
Dalam bidang pembangunan ekonomi, ekonomi perilaku memberikan perspektif baru tentang bagaimana individu dan masyarakat membuat pilihan yang berdampak pada kesejahteraan ekonomi mereka. Hal ini mengakui bahwa perilaku manusia tidak semata-mata didorong oleh kepentingan pribadi atau keinginan untuk memaksimalkan manfaat, namun juga dipengaruhi oleh bias kognitif, norma sosial, dan faktor emosional. Dengan memahami perbedaan ini, pembuat kebijakan dan praktisi pembangunan dapat merancang intervensi yang lebih efektif untuk mendorong pertumbuhan dan mengentaskan kemiskinan.
Salah satu aspek penting dari ekonomi perilaku yang memiliki relevansi dengan pembangunan ekonomi adalah konsep rasionalitas terbatas. Gagasan ini mengakui bahwa individu memiliki kemampuan kognitif yang terbatas dan sering mengandalkan heuristik, atau jalan pintas mental, untuk mengambil keputusan. Heuristik ini dapat menimbulkan bias sistematis, seperti kecenderungan untuk menilai terlalu tinggi keuntungan jangka pendek dibandingkan keuntungan jangka panjang. Misalnya, individu mungkin memprioritaskan konsumsi jangka pendek daripada menabung atau berinvestasi untuk masa depan, yang dapat menghambat pembangunan ekonomi baik pada tingkat individu maupun masyarakat.
Selain itu, ekonomi perilaku menyoroti peran norma-norma sosial dan pengaruh teman sebaya dalam pengambilan keputusan ekonomi. Masyarakat sering kali dipengaruhi oleh apa yang dilakukan orang lain dalam komunitasnya, sehingga mengarah pada penyesuaian diri dan pelestarian perilaku tertentu, meskipun perilaku tersebut mungkin tidak rasional secara ekonomi. Dengan memahami dinamika sosial ini, pembuat kebijakan dapat memanfaatkan norma-norma sosial untuk mendorong perilaku positif yang berkontribusi terhadap pembangunan ekonomi. Misalnya, dengan menyoroti pengusaha sukses atau menciptakan panutan lokal, pembuat kebijakan dapat mendorong aspirasi kewirausahaan dan meningkatkan kemungkinan adanya kegiatan kewirausahaan di masyarakat.
Ekonomi perilaku juga memberikan wawasan tentang pentingnya pembingkaian dan presentasi dalam pengambilan keputusan. Perubahan kecil dalam cara penyajian pilihan dapat berdampak signifikan terhadap keputusan individu. Misalnya, menyajikan informasi dalam format yang lebih sederhana atau mengubah opsi default dapat mendorong individu menuju pilihan yang lebih bermanfaat. Dengan memanfaatkan wawasan perilaku ini, pembuat kebijakan dapat merancang intervensi yang mendorong tabungan, pendidikan, atau kewirausahaan, sehingga mendorong pembangunan ekonomi.
Kesimpulannya, ekonomi perilaku menawarkan kerangka kerja yang berharga untuk memahami dan mempengaruhi perilaku manusia dalam konteks pembangunan ekonomi. Dengan menyadari keterbatasan rasionalitas dan mempertimbangkan bias kognitif, norma sosial, dan faktor emosional, pembuat kebijakan dapat merancang intervensi yang lebih efektif. Dengan memanfaatkan wawasan perilaku, inisiatif pembangunan ekonomi dapat mengatasi realitas kompleks dalam pengambilan keputusan oleh manusia dengan lebih baik dan berkontribusi terhadap pertumbuhan yang berkelanjutan dan inklusif.