IDAI mencari pembatasan yang lebih ketat terhadap akses anak-anak terhadap tembakau

Ketua Asosiasi Dokter Anak Indonesia (IDAI), Piprim Basarah Yanuarso, mengatakan bahwa akses anak-anak terhadap produk tembakau harus lebih dibatasi untuk meminimalkan dampak produk tersebut pada mereka.

“Di satu sisi, regulasinya tampak bagus, tetapi di sisi lain, (akses dan) ketersediaan rokok begitu mudah,” katanya dalam sebuah konferensi pers pada Hari Tanpa Tembakau Dunia di sini pada hari Rabu.

Ia mengatakan bahwa meskipun Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak sedang melakukan upaya yang luas untuk mencegah anak-anak merokok, upaya juga perlu dilakukan oleh pihak lain karena kementerian tersebut tidak bisa melakukannya sendiri.

Menurut Yanuarso, jika negara ingin memanfaatkan bonus demografi dan mencapai tujuan Indonesia Emas 2045, maka pemerintah, secara keseluruhan, perlu serius mengatasi masalah ini dan membatasi akses anak-anak terhadap tembakau dan rokok elektrik.

Sebagai contoh, katanya, Kementerian Perindustrian harus memikirkan regulasi untuk melarang distribusi rokok kepada anak-anak.

Secara anatomi, katanya, anak-anak lebih rentan menghirup polutan karena mereka bernapas lebih cepat dibandingkan dengan orang dewasa. Selain itu, sistem kekebalan dan pernapasan mereka masih dalam tahap perkembangan, tambahnya.

Paparan asap merugikan bagi anak-anak karena dapat menyebabkan sindrom kematian bayi mendadak, gangguan perkembangan sistem pernapasan, infeksi telinga, dan kanker, antara lain, jelasnya.

Anak-anak juga lebih mungkin mengambil kebiasaan merokok jika anggota keluarga atau rumah tangga mereka merokok.

Penggunaan anggaran rumah tangga untuk membeli produk tembakau juga akan menyusutkan pengeluaran untuk kebutuhan gizi, yang pada gilirannya dapat menyebabkan stunting pada anak-anak, katanya. Hal ini akan menjadi kontraproduktif terhadap upaya agresif Indonesia untuk mengurangi stunting, tambahnya.

Pada kesempatan yang sama, ketua tim, Penyakit Tidak Menular dan Populasi yang Lebih Sehat, Organisasi Kesehatan Dunia – Indonesia, Lubna Bhatti, mendesak penegakan legislasi yang lebih baik untuk membatasi akses anak-anak terhadap produk tembakau dan vape.

MEMBACA  Generasi Z dan Seni Self-Actualization yang Diberi Insentif

“Pertama, para legislator harus memastikan bahwa peraturan pelaksanaan UU Kesehatan Omnibus melarang iklan, promosi, dan sponsor tembakau. Tidak hanya di media sosial, tetapi juga di seluruh Internet untuk melindungi anak-anak kita,” tambahnya.

Larangan tersebut, katanya, harus diperluas ke kegiatan yang difokuskan pada pemuda seperti festival, olahraga, dan permainan.

Kedua, tambahnya, produk tembakau harus dibuat tidak menarik dan tidak terjangkau.

Ketiga, dalam rancangan RUU Penyiaran Nasional, para legislator dapat memberlakukan larangan iklan promosi dan sponsor tembakau dan e-rokok di semua format siaran, katanya.

“Terakhir, para legislator dapat mengembangkan dan melaksanakan struktur ekspor yang seragam untuk semua produk tembakau dan terkait serta juga menghapus batas ekspor saat ini sebesar 57 persen dari harga eceran,” tambahnya.

Menurut Bhatti, kedua tindakan tersebut akan memungkinkan pimpinan nasional dengan mudah meningkatkan pajak menjadi 75 persen dari harga eceran atau lebih tinggi.

Katanya bahwa inisiatif tersebut adalah praktik terbaik WHO, yang akan berdampak dan sekaligus menghasilkan pendapatan yang meningkat untuk penguatan sistem kesehatan di seluruh Indonesia.

Berita terkait: Kementerian mencari izin produksi, distribusi, impor tembakau

Berita terkait: Prevalensi merokok pada usia 10 hingga 18 tahun turun menjadi 7,4 persen

Berita terkait: Anak-anak yang terpapar asap rokok berisiko stunting: Kementerian

Reporter: Mecca Yumna Ning Prisie
Editor: Azis Kurmala
Hak cipta © ANTARA 2024