Prabowo dan Tony Blair membahas strategi untuk transformasi Indonesia

Menteri Pertahanan Indonesia Prabowo Subianto dan mantan Perdana Menteri Inggris Tony Blair membahas isu global dan strategi yang diperlukan untuk transformasi Indonesia menjadi negara maju. Selama pertemuan tertutup di Jakarta pada Jumat, mereka berbagi pandangan bahwa Indonesia memerlukan strategi transformasi nasional untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakatnya. Untuk mencapai hal ini, mereka menekankan pentingnya keamanan nasional dan stabilitas, kata Shuhaela Haqim, direktur Institut Tony Blair untuk Indonesia. Haqim menjelaskan bahwa langkah-langkah strategis ini dapat mencakup mengurangi kemiskinan ekstrim, memastikan distribusi makanan gizi, memberdayakan ekonomi lokal, menerapkan digitalisasi, dan memperjuangkan inklusi keuangan. “Semua langkah ini penting bagi Indonesia untuk menjadi negara maju,” katanya. Blair, yang saat ini menjadi anggota dewan penasihat ibu kota baru Indonesia, Nusantara, juga mengucapkan selamat kepada Prabowo atas kemenangannya dalam pemilihan presiden baru-baru ini. Saat pertemuan berakhir, Prabowo menerima buku berjudul “A Journey,” yang mencerahkan karier politik Blair, yang mencapai puncaknya selama masa jabatannya sebagai Perdana Menteri Inggris dari tahun 1997 hingga 2007. Selain Haqim, Blair didampingi oleh direktur Institut Tony Blair untuk Asia, Jalil Rasheed, dan direktur institut untuk Asia Tenggara, Damian Hickey. Sebelumnya, Blair bertemu dengan Presiden Indonesia Joko Widodo di Istana Presiden pada hari Kamis. Selama pertemuan, Blair diminta untuk membantu Indonesia dalam mempercepat transformasi digitalnya. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Abdullah Azwar Anas mengungkapkan bahwa Blair juga mengunjungi kantornya untuk membahas transformasi digital Indonesia. Azwar mengatakan bahwa kementeriannya dan Institut Tony Blair telah mengambil langkah-langkah untuk mempercepat transformasi digital Indonesia, dengan menggali wawasan dari upaya digitalisasi di Inggris dan Estonia. Institut tersebut juga berencana untuk membantu Indonesia meluncurkan sistem pemerintah elektronik bernama INA Digital, yang bertujuan untuk mengintegrasikan berbagai aplikasi layanan publik. “Saat ini, ada sekitar 27.000 aplikasi layanan publik, membuatnya rumit bagi warga untuk menginstalnya secara individual,” tambah Azwar.

MEMBACA  Menteri Sosial Risma Mengajak 16.827 Mahasiswa Baru Unesa untuk Berani Melakukan Perubahan