Sebagai seorang jurnalis dengan pengalaman, saya mendesak pemerintah untuk berhati-hati dan tidak terburu-buru dalam mengesahkan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan yang merupakan aturan pelaksana Undang-Undang (UU) Kesehatan. Langkah ini dapat mengancam keberlangsungan Industri Hasil Tembakau (IHT).
Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) menegaskan bahwa pengaturan produk tembakau sebaiknya dipisahkan dari pembahasan RPP Kesehatan karena IHT memiliki ekosistem yang berbeda secara signifikan dengan sektor kesehatan. Ketua Umum GAPPRI, Henry Najoan, berpendapat bahwa pasal-pasal terkait produk tembakau seharusnya diatur dalam pengaturan tersendiri sesuai dengan mandat UU Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Henry juga menegaskan bahwa sebelum adanya RPP Kesehatan, IHT telah menghadapi banyak tekanan regulasi. Dari 446 regulasi yang mengatur IHT, sebanyak 400 di antaranya berbentuk kontrol dan hanya 5 regulasi yang mengatur isu ekonomi/kesejahteraan. GAPPRI memohon pemerintah untuk memprioritaskan upaya perlindungan IHT yang menjadi tempat bergantung bagi 6,1 juta jiwa.
Pakar Kebijakan Publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, juga menyatakan pendapatnya bahwa pasal-pasal terkait tembakau harus dipisahkan dari RPP Kesehatan. Trubus menekankan pentingnya partisipasi publik dalam proses penyusunan RPP Kesehatan untuk mendapatkan kebijakan terbaik bagi semua pihak, termasuk bagi industri. Trubus juga mendesak agar pengesahan RPP Kesehatan untuk ditunda atau tidak dipaksakan dalam waktu dekat.