Peneliti Universitas Brawijaya mengembangkan teknologi pengolahan madu

Banyak orang tidak dapat menciptakan teknologi ini tentang cara mengolah madu menjadi bubuk. Malang, Jawa Timur (ANTARA) – Seorang peneliti dari Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya, Anang Lastriyanto, telah mengembangkan teknologi pengolahan madu yang diharapkan dapat memberikan nilai tambah pada produk tersebut.

Menurut Lastriyanto, yang ditemui ANTARA di Malang, Jawa Timur, pada hari Rabu, penelitiannya memakan waktu 3,5 tahun untuk menghasilkan madu bubuk melalui proses yang terintegrasi.

“Tidak banyak orang yang dapat menciptakan teknologi ini tentang cara mengolah madu menjadi bubuk,” katanya.

Ia mengatakan bahwa tahap pertama penelitiannya, yang didanai oleh Lembaga Dana Pendidikan Indonesia, melibatkan pengembangan langkah-langkah awal untuk proses pengolahan madu dan memproduksi prototipe alat yang digunakan.

Pada tahun pertama, madu diolah menggunakan metode pasteurisasi dan pendinginan cepat atau metode pendingin vakum, katanya. Pengembangan proses pengolahan madu dilanjutkan pada tahun kedua dengan tujuan meningkatkan produksi ke skala industri.

Untuk meningkatkan produksi, katanya, metode pasteurisasi digunakan untuk mengolah madu, tetapi produk akhirnya mengandung busa. Keberadaan busa menunjukkan bahwa madu tersebut tidak berkualitas baik.

“Madu menjadi berbusa saat dipanaskan, sehingga jaminan kualitas dan waktu pengolahan tidak selalu terjamin,” jelasnya.

Namun, Lastriyanto mengatakan, melalui pendinginan cepat setelah pasteurisasi, masalah produksi busa selama pemanasan terselesaikan. Selain itu, kandungan air dalam madu yang diolah juga berkurang.

Dengan demikian, dalam dua tahun penelitian tentang pengolahan madu, sejumlah proses ditemukan, mulai dari pasteurisasi, pendinginan cepat, penghilangan busa, dan pengurangan kandungan air. Keempat proses tersebut diintegrasikan menjadi teknologi pengolahan madu, atau proses “4 dalam 1”.

“4 dalam 1 adalah proses pemanasan, pendinginan cepat, penghilangan busa, dan pengurangan air,” paparnya.

MEMBACA  Saham chip memimpin penurunan pasar Asia setelah penjualan teknologi AS

Ia menjelaskan bahwa pada tahun ketiga pengembangan teknologi pengolahan madu, fokusnya adalah pada produksi madu bubuk. Proses terpenting untuk membuat madu bubuk adalah formulasi.

“Dalam proses (pembuatan) madu bubuk, hal terpenting adalah formulasi. Kami menargetkan formulasi ini untuk madu akasia. Karena peternak madu hutan akasia menghadapi kesulitan untuk memasarkan produk mereka karena harga telah turun,” katanya.

Proses formulasi dilakukan melalui proses penelitian bertahap dan evaluasi hasil. Formulasi, yang saat ini sedang dipatenkan, kemudian dilanjutkan dengan proses pemanasan madu yang diformulasikan.

“Ketika terkena panas, campuran ini melebar. Madu dilindungi oleh bahan (yang diformulasikan) dan menjadi terenkapsulasi,” katanya.

Saat dipanaskan, campuran tersebut melebar dan kemudian mengering menjadi gumpalan. Gumpalan-gumpalan tersebut kemudian didinginkan, dan kemudian digiling menjadi madu bubuk.

Pada akhirnya, dalam 3,5 tahun penelitiannya, Lastriyanto berhasil menghasilkan madu olahan terintegrasi, madu bubuk, serta mesin untuk mengolah madu.

Jangka panjangnya, madu bubuk diharapkan menjadi bahan baku untuk sektor industri, baik untuk pasar domestik maupun internasional.

Produk akhir juga bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan di negara-negara di Afrika dan Asia Tenggara.

Berita terkait: BRIN menyusun metode untuk memperpanjang masa simpan madu hingga 419 hari

Berita terkait: Meraih keuntungan manis dengan madu kelulut di tengah Borneo

Penerjemah: Vicki Febrianto/Yashinta Difa
Editor: Arie Novarina
Hak cipta © ANTARA 2024