Pesawat Angkut Militer Jatuh di Sudan yang Dilanda Perang, Awak Tewas

Seluruh awak tewas dalam kecelakaan di pangkalan udara Port Sudan saat pasukan paramiliter rebut fasilitas minyak strategis di Kordofan Barat.

Sebuah pesawat angkut militer jatuh saat berupaya mendarat di sebuah pangkalan udara di Sudan timur, menewaskan seluruh anggota awaknya di negara yang telah diluluhlantakkan perang tersebut.

Sebuah Ilyushin Il-76 jatuh pada Selasa (10/12) saat mendekati Pangkalan Udara Osman Digna di Port Sudan, dekat bandara utama kota itu, ungkap dua sumber militer kepada AFP, menyebutkan adanya malfungsi teknis selama upaya pendaratan.

Rekomendasi Cerita


Seluruh awak di dalam pesawat tewas, meskipun Angkatan Bersenjata Sudan (SAF) yang sejalan dengan pemerintah belum mengungkapkan jumlah pasti orang yang berada di pesawat.

Insiden besar terakhir di pangkalan udara itu terjadi pada Mei lalu, ketika sejumlah drone menyerang berbagai lokasi di Port Sudan, termasuk lapangan terbang tersebut.

Insiden ini terjadi saat SAF menghadapi serangkaian kekalahan di berbagai wilayah tengah negara itu.

Pada Senin (9/12), Pasukan Dukungan Cepat (RSF) mengambil alih kendali ladang minyak Heglig, fasilitas minyak terbesar Sudan, di provinsi Kordofan Barat setelah SAF meninggalkan posisi mereka, menurut laporan Sudan Tribune.

Sumber militer kepada Al Jazeera pada Selasa menyebutkan bahwa tentara juga sedang menarik diri dari Babnusa di Kordofan Barat, sebuah gerbang strategis yang diklaim RSF telah mereka kuasai pada awal Desember.

Kehilangan Heglig merupakan pukulan telak bagi aliran pendapatan pemerintah yang didukung militer. Fasilitas itu mengolah antara 80.000 hingga 100.000 barel minyak mentah setiap harinya untuk Sudan dan Sudan Selatan, dan pipa yang menuju Port Sudan melaluinya.

MEMBACA  Beberapa tewas saat mobil menabrak kerumunan festival Lapu Lapu di Vancouver | Berita

Ahmed Ibrahim, mantan penasihat pemerintah Sudan, kepada Al Jazeera pada Selasa mengatakan bahwa serangan ke Heglig merupakan bagian dari upaya RSF untuk menarik Sudan Selatan, di mana gencatan senjata rapuh antara kekuatan dominan di negara itu nyaris tak bertahan, ke dalam perang di pihak mereka.

Episentrum konflik telah bergeser ke wilayah Kordofan menyusul jatuhnya el-Fasher bulan lalu, yang digambarkan PBB sebagai “TKP kejahatan”. Keuntungan yang diraih RSF di wilayah tengah kini mengancam akan membelah negara itu, berpotensi mengisolasi wilayah yang dikuasai tentara dan mengkonsolidasikan kendali paramiliter di jalur berkesinambungan dari Chad hingga jantung Sudan.

Pada hari yang sama dengan jatuhnya pesawat, Amerika Serikat memberlakukan sanksi terhadap empat warga negara Kolombia dan empat perusahaan yang dituduh merekrut ratusan veteran militer untuk bertempur bagi RSF.

Namun, sanksi tersebut tidak menyasar Global Security Services Group, sebuah perusahaan di Uni Emirat Arab, yang dalam laporan November oleh The Sentry—organisasi investigasi berbasis AS yang melacak pendanaan konflik—diidentifikasi sebagai pihak yang mengatur penempatan tentara bayaran Kolombia ke Sudan.

UEA secara konsisten telah membantah memberikan dukungan kepada RSF.

Juga pada Selasa, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) menjatuhkan hukuman 20 tahun penjara kepada Ali Kushayb, mantan pimpinan milisi Popular Defence Forces (atau yang dikenal sebagai Janjaweed), atas kejahatan perang dan kemanusiaan yang dilakukan di Darfur antara 2003 dan 2004.

Vonnis ini menandai pertama kalinya ICC menuntut kejahatan di Darfur, sebuah wilayah yang kini menyaksikan kebangkitan kekejaman massal seiring kemajuan RSF, yang asal-usulnya dapat ditelusuri ke Janjaweed, di seluruh Sudan barat dan tengah.

Konflik ini telah menewaskan puluhan ribu orang sejak April 2023 dan mengusir lebih dari 12 juta orang dari rumah mereka.

MEMBACA  Kindle Scribe Colorsoft yang Baru: Cepat dan Sangat Tipis

Program Pangan Dunia memperingatkan bahwa 20 juta orang menghadapi kelaparan akut, dengan enam juta di ambang kelaparan.

Dalam tulisan untuk Al Jazeera, Javid Abdelmoneim, Presiden Internasional Doctors Without Borders (MSF), memperingatkan bahwa dunia tidak boleh menerima “kenormalan baru” kekejaman massal di Sudan.

“Dinamika konflik yang berlangsung sepertinya menunjukkan bahwa penderitaan mengerikan el-Fasher mungkin bukanlah akhir dari kekerasan yang mengerikan, melainkan sebuah tonggak dalam perang katastropik yang terus menghancurkan kehidupan sipil, terutama pada momen ini di wilayah Kordofan,” ujarnya.

Tinggalkan komentar