Tentang masa depan pekerjaan di Jepang, ada dua pandangan yang berbeda.
Pemerintah Tokyo ingin menerapkan minggu kerja empat hari. Mereka berharap ini bisa mengubah budaya kerja Jepang yang terkenal sangat berat dan mengurangi kasus "karoshi" atau mati karena kerja terlalu keras. Karena jumlah kelahiran menurun dan banyak orang stres, perubahan ini dianggap penting untuk ekonomi Jepang.
Tapi perdana menteri baru Jepang, Sanae Takaichi, punya gaya yang beda. Bulan ini, dia memanggil stafnya untuk rapat jam 3 pagi. Bukan karena ada keadaan darurat, tapi hanya untuk persiapan rapat di parlemen. Dia bilang ini perlu, meskipun tau merepotkan stafnya.
Setelah terpilih, Takaichi berkata dia akan "membuang kata ‘keseimbangan kerja-hidup’ untuk dirinya sendiri. Saya akan kerja, kerja, kerja, kerja, dan kerja." Dalam prakteknya, dia dilaporkan tidur cuma 2 jam semalam, kadang sampai 4 jam. Dia akui ini mungkin tidak bagus untuk kulitnya.
Meskipun begitu, Takaichi bilang dia mendukung kebijakan yang melindungi kesehatan pekerja, walau dia sendiri tidak memberi contoh. Dia berkata idealnya orang bisa seimbangkan kerja, urusan anak, dan waktu santai.
Minggu kerja yang lebih pendek mungkin akan segera datang
Jumlah kelahiran di Jepang turun ke rekor terendah. Ini jadi ancaman besar untuk perekonomian.
Pendukung minggu kerja empat hari percaya ini bisa bantu tingkatkan angka kelahiran dengan memberi lebih banyak waktu untuk orang tua urus keluarga. Menurut IMF, separuh wanita Jepang yang punya sedikit anak alasannya termasuk karena beban rumah tangga yang akan bertambah.
Dengan adanya kecerdasan buatan (AI) yang mengubah tempat kerja, para ahli teknologi bilang jadwal kerja yang lebih pendek mungkin datang lebih cepat dari yang kita kira. Bahkan Bill Gates dari Microsoft pernah bertanya, apakah kita nanti akan kerja cuma 2 atau 3 hari dalam seminggu?