Kamis, 13 November 2025 – 19:49 WIB
Jakarta, VIVA – Kebijakan ekonomi Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, yang dikenal sebagai ‘Efek Purbaya’, dinilai sudah mulai menunjukkan dampaknya pada perekonomian nasional.
Baca Juga :
Logistik Indonesia Dorong Kolaborasi Global, Tekknologi hingga Transisi Energi Rendah Karbon
Kepala Ekonom The Indonesia Economic Intelligence (IEI) Sunarsip menjelaskan, hal ini terlihat dari penyaluran kredit ke Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang tumbuh sangat pesat. Angkanya mencapai 10,04 persen pada September 2025, meningkat jauh dibandingkan Agustus 2025 yang cuma 1,9 persen.
"Kenapa saya bilang ini Efek Purbaya sudah bekerja? Sebab sebagian besar pertumbuhan kredit perbankan masih berasal dari debitur BUMN. Dari 1,9 persen (Agustus 2025), naik jadi 10,04 persen (September 2025)," ujar Sunarsip dalam sebuah acara diskusi di Jakarta, Kamis, 13 November 2025.
Baca Juga :
World Gold Council Beberkan Keuntungan Redenominasi Rupiah, Dongkrak Investasi dan Minat Emas
Selain itu, penyaluran kredit ke sektor swasta juga menunjukan peningkatan kecil, yaitu tumbuh 11,12 persen pada September 2025 dibandingkan 11,07 persen pada bulan sebelumnya.
Perlu diketahui, Menteri Keuangan Purbaya sebelumnya telah menempatkan dana pemerintah sebesar Rp200 triliun di bank-bank anggota Himpunan Bank Milik Negara (Himbara). Kebijakan ini bertujuan untuk memperkuat likuiditas perbankan dan sekaligus menjadi stimulus untuk mendorong pergerakan ekonomi lewat penyaluran kredit.
Baca Juga :
Bos Astra Kasih Bukti Pembangunan Berkelanjutan Bisa Dimulai dari Kearifan Lokal
Secara keseluruhan, pertumbuhan kredit perbankan pada September 2025 tercatat sebesar 7,7 persen (yoy), naik sedikit dibandingkan bulan Agustus 2025 yang sebesar 7,56 persen (yoy).
"Tapi saya berharapnya bisa lebih. Lebihnya itu tidak hanya pada level korporat BUMN, tapi sampai ke level swasta. Karena Pak Purbaya kan selalu bilang, dia ingin mentransmisikan fiskal menjadi katalis pertumbuhan untuk swasta. Bagaimanapun kita butuh swasta. Soalnya kredit terbesar kan dari swasta, bukan dari BUMN," tambahnya.
Sunarsip menilai, tanpa ‘Efek Purbaya’, pertumbuhan ekonomi kuartal III-2025 kemungkinan besar tidak akan capai 5,04 persen.
"Bayangkan, dari 1,9 persen tumbuh jadi 10,04 persen. Mungkin kalau tanpa ini enggak bisa kita (ekonomi tumbuh) 5,04 persen," kata Sunarsip.
Lebih lanjut, ia menilai pertumbuhan ekonomi saat ini masih cukup baik, tapi belum didukung oleh perbaikan konsumsi masyarakat.
Oleh karena itu, Sunarsip menyarankan agar pemerintah mengubah pendekatan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Jika sebelumnya fokus pada peningkatan permintaan (demand), sekarang perlu diarahkan pada penguatan suplai (supply) sektoral. "Kalau saya, lebih baik perbaiki sisi supply-nya, bukan demand," ujarnya.
Halaman Selanjutnya
Pada kesempatan yang sama, Tenaga Ahli Utama Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Lutfi Ridho menegaskan bahwa pemerintah sebenarnya terus berupaya memperkuat konsumsi rumah tangga. Namun, kunci utamanya adalah membangun kepercayaan publik terhadap prospek pendapatan mereka.