New York City – Bagi Jessica Dejesus, penentuan siapa yang akan dipilih sebagai walikota New York City berikutnya benar-benar diputuskan pada menit-menit terakhir.
Penduduk Mott Haven, Bronx, yang berusia 40 tahun ini mengakui tidak terlalu mengikuti perjalanan pencalonan dengan saksama, namun semula berencana memilih mantan Gubernur Andrew Cuomo. Ia teringat dengan penampilan Cuomo yang hampir tiap malam di televisi saat menjabat sebagai gubernur New York State di tengah terjangan pandemi COVID-19.
Cerita yang Disarankan
list of 3 items
end of list
“Dia adalah ‘orang kita’ selama pandemi,” kenangnya.
Tapi, sehari sebelum pemilu, Dejesus melihat sebuah video di TikTok yang merinci soal dukungan Presiden AS Donald Trump terhadap Cuomo.
Jessica Dejesus memutuskan pada menit terakhir untuk mendukung kandidat Zohran Mamdani [Joseph Stepansky/Al Jazeera]
Meski perasaannya terhadap para kandidat dalam pemilihan walikota boleh jadi biasa saja, Dejesus tahu betul bahwa ia bukanlah pendukung Trump. Dukungan itu membuatnya menilik lebih cermat kandidat pendatang baru, Zohran Mamdani, seorang sosialis demokrat.
“Kita tidak bisa menerima hal semacam itu. Bukan berarti aku tak setuju dengan semua yang Trump lakukan, tapi dia memotong program bantuan makanan, dan itu berdampak pada banyak orang,” ujarnya, merujuk pada pembatasan manfaat Program Bantuan Nutrisi Tambahan AS (SNAP) dalam RUU yang disahkan Trump dan Partai Republik awal tahun ini.
“Aku paham kita harus menghentikan orang-orang jahat yang masuk melintasi perbatasan, tetapi ada juga banyak imigran baik di sini,” katanya, merujuk pada upaya deportasi massal Trump.
Saat tiba di tempat pemungutan suara, ia berkata kepada Al Jazeera bahwa dirinya masih belum mengambil keputusan. “Aku harus menunggu sampai kertas suara itu ada dihadapanku,” ujarnya.
Beberapa saat kemudian, ia keluar: “Aku memilih Mamdani!” serunya.
‘Kamu Benar-Benar Tidak Punya Pilihan Lain’
Permukiman seperti Mott Haven, yang perolehan suaranya untuk Mamdani dan Cuomo cukup berimbang selama pemilihan pendahuluan Juni, menunjukkan betapa reaktifnya dukungan Trump terhadap perlombaan ini: bagaikan pil racun bagi sebagian orang dan paku terakhir di peti mati bagi yang lain.
Sementara itu, Trump berharap dukungannya, yang segera diikuti oleh dukungan miliader Elon Musk, akan membantu menggalang warga New York konservatif yang muncul dalam jumlah luar biasa besar pada pemilihan presiden kota tahun 2024.
“Tidak peduli apakah kamu secara pribadi menyukai Andrew Cuomo atau tidak, kamu sungguh tidak punya pilihan lain,” kata Trump dalam sebuah postingan media sosial pada hari Senin.
“Kamu harus memilihnya dan berharap dia melakukan pekerjaan yang fantastis. Dia mampu untuk itu, Mamdani tidak!”
Cuomo juga telah secara eksplisit menjangkau kaum Republik, berharap dapat meraih suara mereka. Sekitar 11 persen dari 4,7 juta pemilih New York terdaftar sebagai Partai Republik pada tahun 2024.
Jajak pendapat terbaru menunjukkan kandidat Republik Curtis Sliwa mengantongi sekitar 14 persen suara – jumlah yang tidak besar, namun berpotensi cukup untuk menutup keunggulan Mamdani atas mantan gubernur tersebut.
Masih belum jelas seberapa berhasil tindakan dari Trump – yang juga mengancam akan menyasar pendanaan kota jika Mamdani terpilih – nantinya. Tetapi bagi beberapa pendukung setia Sliwa, intervensi Trump tidak banyak mengubah pikiran mereka.
“[Dukungan Trump] tidak mengubah pilihanku. Sliwa berpihak pada rakyat dan aku percaya akan hal itu,” kata Artemio Figuero, seorang petugas kebersihan jalanan kota berusia 59 tahun, yang berbicara kepada Al Jazeera di Jackson Heights, Queens.
“Dia adalah pelindung lingkungan,” tambah Figuero, merujuk pada kepemimpinan Sliwa di kelompok vigilante anti-kejahatan Guardian Angels.
Artemio Figuero, 59 tahun, berdiri di luar tempat pemungutan suara di Jackson Heights, Queens [Joseph Stepansky/Al Jazeera]
Kaum Republik lainnya yang sudah lama terbiasa memilih di luar partainya dalam pemilihan lokal yang didominasi kalangan liberal memandang dukungan Trump sebagai perkembangan yang positif, meski bukanlah pengubah permainan.
“Aku menyukai fakta bahwa Trump mendukungnya,” ujar Lola Ferguson, seorang pekerja sosial berusia 53 tahun dan terdaftar sebagai Republik yang sudah berencana memilih Cuomo, kepada Al Jazeera di Mott Haven.
“Dia tahu bahwa [Cuomo] adalah kecocokan yang lebih baik untuk kota ini,” katanya.
Cuomo, bagi pihaknya, telah menyangkal bahwa dukungan Trump berarti, mencatat bahwa Trump telah menyebutnya sebagai “Demokrat yang buruk” dibandingkan dengan Mamdani, yang secara keliru disebutnya sebagai “komunis”.
Namun, bagi para pendukung Mamdani, langkah Trump bukanlah hal yang tak terduga. Cuomo telah didukung oleh sejumlah penduduk terkaya kota itu, termasuk miliader seperti Bill Ackman dan Miriam Adelson, yang juga mendukung Trump.
“Yang senasib sepenanggungan akan selalu berkumpul,” kata Andre Augustine, seorang pekerja di lembaga nirlaba akses perguruan tinggi berusia 33 tahun, yang memilih untuk Mamdani.
“Kurasa tanda-tandanya sudah ada di sana. Semua orang yang mendanai kampanye Trump juga mendanai kampanye Cuomo, dan kurasa [Cuomo] saja yang tidak jujur tentang hal itu,” ujarnya.
Bagi yang lain, dukungan Trump bagaikan bulu yang mematahkan punggung unta.
Dominique Witter terlihat di Mott Haven, Bronx [Joseph Stepansky/Al Jazeera]
Dominique Witter, 39, seorang konsultan teknologi kesehatan, menghormati penanganan Cuomo terhadap pandemi COVID-19 di kota tersebut, namun telah berangsur-angsur beralih ke Mamdani.
Ia tidak memutuskan memilih Mamdani hingga sprint terakhir perlombaan.
“Butuh waktu bagiku untuk sampai ke keputusan ini, tapi aku memilih Mamdani,” katanya kepada Al Jazeera saat bersiap untuk memilih di Mott Haven.
“Jujur saja; dukungan dari Trump itu tidak membantu. Karena itu bukan yang kita inginkan, bukan?” ujarnya.
“Oh tidak, itu bukanlah dukungan yang kamu harapkan.”