Alasan AI Tidak Boleh Sepenuhnya Menentukan Promosi dan Kenaikan Gaji—dan Peran Sentuhan Manusia yang Krusial

Gue baru aja balik ke New York setelah satu minggu yang seru di Riyadh, Arab Saudi. Di Fortune Global Forum kami, topik tentang ekonomi dan ketegangan geopolitik emang panas banget, tapi masa depan tenaga kerja dan tempat kerja juga sering banget dibahas.

Ambil contoh aja manajer hedge fund legendaris Ray Dalio. Dia bilang ke kolega gue, Diane Brady, di atas panggung kalau Amerika Serikat mulai ketergantungan sama sekelompok kecil pekerja tingkat tinggi, terutama yang di bidang teknologi. Dia ngasih peringatan kalau prospek kebanyakan pekerja sekarang makin tergantung sama bagian ekonomi yang sempit aja.

"Kalo lo liat, misalnya, di dunia AI, yang sebenernya diisi sama sekitar 3 juta orang—atau 1% dari populasi—yang memimpin, trus… 5% atau 10% di sekitar mereka, lo punya satu dunia yang jadi andalan seluruh dunia," jelasnya. "Dan kemudian ada 60% populasi yang di bawah."

Ngomong-ngomong soal AI dan tenaga kerja, gue sendiri ngadain obrolan tentang membangun tenaga kerja yang siap untuk masa depan teknologi, dan gimana para pemimpin bisa memastikan kalau pekerja manusia dan agen AI bisa kerja sama dengan baik dan produktif.

Vinay Firake, CEO Unit Pasar Strategis APMEA dari perusahaan teknologi dan konsultan Wipro, bilang ke gue bahwa biar program AI perusahaan sukses, itu "sangat penting" untuk menempatkan manusia di posisi yang tepat. Ini bukan soal AI gantiin pekerjaan manusia, kata dia—tapi para pemimpin emang perlu mikirin dengan kritis tugas mana yang butuh sentuhan manusia.

Salah satu pertanyaan besar yang sering ditanyain klien korporat ke Anne Lim O’Brien, Wakil Ketua Global & CEO Practice di firma pencari eksekutif Heidrick & Struggles, adalah soal pake AI untuk perencanaan suksesi dan buat nentuin karyawan mana yang naik pangkat. Dia akui bahwa AI bisa bantu, tapi dia juga kasih peringatan: Manajer harus mikirin kritis semua hal yang dihasilkan AI, dan jangan nerima begitu aja.

MEMBACA  Pendiri Eataly Jepang membawa Mercato Metropolitano ke London—ini adalah satu barang yang tak bisa ia lewatkan

"Jujur, AI itu ngirit banget waktu. Lo dapet semua jawaban lo di ujung jari. Itu keren banget," kata dia. "Tapi apa itu jawaban akhir yang paling benar? Nggak."

Lo bisa tonton semua panel Fortune Global Forum kami di video ini.

Kristin Stoller
Direktur Editorial, Fortune Live Media
[email protected]

Sekitar Meja
Ringkasan berita HR yang paling penting.

JPMorgan Chase nawarin karyawan buat pake alat AI internal buat bantu nulis review kinerja akhir tahun. Financial Times

Karyawan makin sering kirim SMS dan pake komputer mereka selama rapat, dan CEO kesulitan menjaga perhatian karyawannya. Wall Street Journal

Setelah Amazon memotong 14.000 pekerjaan kerah putih, eksekutif lain ikut-ikutan poin pembicaraan CEO Amazon Andy Jassy, nyalahin perkiraan keuntungan dari AI buat pemotongan kerja mereka sendiri. Washington Post

Watercooler
Semua yang perlu lo tau dari Fortune.

Bolos rapat. Studi baru nemuin bahwa sekitar 30% pekerja Gen Z ngaku bolos rapat karena mereka pikir AI akan "jaga mereka" dengan catat notulensi. —Lily Mae Lazarus

Kurangi birokrasi. Meskipun ada kekhawatiran AI gantiin pekerja pabrik, pemotongan kerja Amazon baru-baru ini tunjukkin AI datang untuk manajemen menengah dulu. —Eva Roytburg

Masalah demografi. CEO global perempuan kedua Chanel minta ChatGPT tunjukkin gambar soal kepemimpinan perusahaannya. Hasilnya? Pria-pria berdasi. —Sasha Rogelberg

Ini adalah versi web dari Fortune CHRO, newsletter yang fokus bantu eksekutif HR navigasi kebutuhan tempat kerja. Daftar di sini buat dapetin gratis di inbox lo.