Sang Pelopor Industri Musik yang Membawa K-Pop Mendunia

Lee Soo Man awalnya nggak suka dengan gelar “Raja K-pop”. Menurutnya, gelar itu kedengeran norak dan seperti tulisan lampu neon di klub malam Itaewon, Seoul. Dia bilang, “Aku tanya mereka, ‘Gak bisakah pakai Bapak K-pop?'” kata pria 73 tahun itu.

Dia sedang bahas judul film dokumenter tentang kariernya di Amazon Prime. Produsernya bersikukuh gelar yang lebih berani itu lebih cocok untuk penonton Amerika. Akhirnya, Lee menuruti kemauan mereka. “Aku harus ikut keputusan mereka.”

Kompromi ini menunjukkan cara pragmatis Lee untuk memasukkan musik Korea ke pasar Amerika — sebuah usaha selama 30 tahun yang membuatnya harus sedikit menuruti kemauan pasar, tapi tidak meninggalkan visinya. Sebagai pendiri SM Entertainment dan dianggap sebagai arsitek ekspansi global K-pop, Lee akan masuk ke Asian Hall of Fame.

Lee adalah tokoh penting tapi juga kontroversial dalam sejarah K-pop. Perusahaannya menciptakan sistem pelatihan intensif, merekrut artis sejak masih anak-anak. Beberapa artisnya pernah protes soal kontrak yang dianggap tidak adil.

Pengakuan ini datang saat Lee kembali terkenal setelah keluar dari perusahaan yang dia dirikan tahun 1995. Sekarang, dia meluncurkan band baru, A2O MAY, di Cina dan AS, dan juga berinvestasi di teknologi produksi.

Lee lahir di Korea Selatan dan ambil S2 teknik komputer di AS. Latar belakang ini memengaruhi gayanya, dari teknologi produksi hingga menciptakan “dunia” fiksi untuk band K-pop-nya.

Menurut Lee, masuknya ke Hall of Fame membuktikan bahwa K-pop sekarang sudah diakui mainstream. Tapi jalan menuju kesana tidak mudah.

Dulu, Lee menghabiskan $5 juta untuk debut BoA di Amerika dengan lagu “Eat You Up”. Tapi pasar Amerika waktu itu belum siap menerima artis Asia. BoA, yang sudah sangat terkenal di Korea dan Jepang, akhirnya pulang. Lee masih menyesali hal ini.

MEMBACA  Mahasiswa Perancis bergabung dalam protes yang dipimpin oleh AS terkait perang Israel di Gaza | Berita Perang Israel di Gaza

Kegagalan itu mengajarkan Lee bahwa K-pop perlu cari bakat global tapi tetap kontrol kreatif. Dia sampai terbang ke Finlandia hanya untuk menemui pencipta lagu dan beli lagu yang akhirnya jadi “Dreams Come True” untuk grup S.E.S.

Lee juga pelopori konsep “dunia” fiksi untuk grup seperti EXO dan aespa — cerita yang berlanjut di beberapa video musik, seperti film Marvel. Cerita-cerita ini bikin fans penasaran dan terus mengikuti grup idola mereka.

Meski K-pop sukses global, Lee tetap fokus di potensi Asia. Dia ingin Korea jadi pusat kreator. Wilayah Asia Pasifik, dengan lebih dari separuh populasi dunia, adalah masa depan hiburan.

Band barunya, A2O MAY, sedang diuji di pasar Cina yang cukup menantang. Tapi Lee tidak khawatir dengan risiko politik. Dia yakin Cina butuh apa yang dia tawarkan.

Dokumenter itu juga bahas sisi gelap K-pop, termasuk bunuh diri beberapa artis SM. Lee menyalahkan komentar jahat online yang sulit ditindak. Dia ingin ada sistem verifikasi pengguna global.

Tapi Lee tidak suka media yang terlalu fokus pada masalah. Menurutnya, media harus lebih banyak bicara soal masa depan K-pop.

Setelah lebih dari 30 tahun, definisi K-pop bagi Lee sederhana: “K-pop adalah bahasa komunikasi baru yang menerobos penghalang. Bahasa-bahasa ini bergerak secara alami — yang tidak bisa kau hentikan adalah budaya.”