Pintu Depan Kecerdasan Buatan: Meretas Algoritma Kesadaran

Sebagai seorang jurnalis yang meliput isu kecerdasan buatan, saya sering mendapati banyak orang yang yakin betul bahwa ChatGPT, Claude, atau chatbot lain telah mencapai tingkat "kesadaran" atau "kesadaran diri." Atau — favorit pribadi saya — "pikiran sendiri." Memang, uji Turing sudah terlampaui sejak lama, namun tidak seperti kecerdasan mekanis, konsep-konsep ini jauh lebih sulit untuk dipastikan. Model bahasa besar kerap mengklaim mampu berpikir mandiri, bahkan menggambarkan penderitaan batin atau mengungkapkan rasa cinta, namun pernyataan semacam itu tidak serta-merta membuktikan adanya kehidupan interior.

Mungkinkah itu terjadi? Para periset AI sendiri jarang menggunakan istilah-istilah semacam ini. Mereka lebih fokus mengejar tolok ukur kinerja yang disebut "kecerdasan umum buatan," yang merupakan kategori fungsional murni tanpa kaitan dengan potensi pengalaman subjektif mesin. Meski pada dasarnya skeptis, saya merasa perlu menyimak perusahaan yang percaya diri bisa memecahkan kode kesadaran itu sendiri.

Conscium didirikan pada 2024 oleh peneliti sekaligus entrepreneur AI asal Britania, Daniel Hulme, dengan para penasihat yang terdiri dari ahli neurosains, filsuf, dan pakar kesadaran hewan. Dalam diskusi kami, Hulme cukup realistis: banyak alasan kuat untuk meragukan kemampuan kesadaran model bahasa. Burung gagak, gurita, bahkan ameba mampu berinteraksi dengan lingkungannya dengan cara yang tidak bisa ditiru chatbot. Eksperimen juga menunjukkan bahwa ucapan AI tidak mencerminkan keadaan mental yang konsisten. Seperti dikatakan Hulme, sesuai dengan konsensus umum, "Model bahasa besar hanyalah representasi sangat kasar dari otak."

Tapi — dan ini "tapi" yang besar — segalanya bergantung pada definisi kesadaran itu sendiri. Sebagian filsuf berpendapat kesadaran terlalu subyektif untuk dipelajari atau diciptakan ulang. Namun, Conscium berkeyakinan jika kesadaran itu ada pada manusia dan hewan, maka ia bisa dideteksi, diukur, dan dibangun dalam mesin.

MEMBACA  Jalan Brasil Menjual Pengisi Daya Mobil Listrik Buatan Lokal ke Eropa Tahun Depan

Beragam teori, yang saling tumpang tindih, mengajukan karakteristik kunci kesadaran, termasuk kemampuan merasakan dan "merasakan perasaan," kesadaran akan diri sendiri dan lingkungan, serta metakognisi — kemampuan memikirkan proses berpikir sendiri. Hulme meyakini pengalaman subyektif kesadaran muncul ketika fenomena-fenomena ini bergabung, mirip ilusi gerakan yang tercipta saat kita membuka halaman buku bergambar secara berurutan. Tapi, bagaimana caranya mengidentifikasi komponen-komponen kesadaran — "animasi" individualnya, plus kekuatan yang menyatukannya? Menurut Hulme, jawabannya adalah dengan mengarahkan AI kembali kepada dirinya sendiri.

Conscium bertujuan memecah pikiran sadar ke dalam bentuk paling dasar dan merekayasanya di laboratorium. "Pasti ada sesuatu yang darinya kesadaran tersusun — darinya ia muncul dalam evolusi," ujar Mark Solms, seorang psikoanalis dan neuropsikolog asal Afrika Selatan yang terlibat dalam proyek Conscium. Dalam bukunya tahun 2021, The Hidden Spring, Solms mengusulkan pendekatan baru yang lebih emosional untuk memahami kesadaran. Ia berargumen bahwa otak menggunakan persepsi dan tindakan dalam sebuah lingkaran umpan balik yang dirancang untuk meminimalkan kejutan, menghasilkan hipotesis tentang masa depan yang terus diperbarui seiring datangnya informasi baru. Gagasan ini melanjutkan "prinsip energi bebas" yang dikembangkan Karl Friston, seorang neurosaintis terkemuka — meski kontroversial — yang juga menjadi penasihat Conscium. Solms lalu menambahkan bahwa pada manusia, lingkaran umpan balik ini berevolusi menjadi sistem yang diatur oleh emosi, dan perasaan inilah yang memunculkan kesadaran. Teori ini didukung oleh fakta bahwa kerusakan batang otak, yang berperan penting dalam mengatur emosi, rupanya menyebabkan kesadaran menghilang pada pasien.

Di akhir bukunya, Solms mengusulkan cara menguji teorinya di lab. Kini, ia mengklaim telah melakukannya. Meski belum mempublikasikan papernya, ia memperlihatkannya kepada saya. Apakah itu membuat saya tercengang? Tentu, sedikit. Agen-artifisial Solms hidup di lingkungan simulasi komputer sederhana dan dikendalikan oleh algoritma dengan jenis lingkaran umpan balik ala Friston yang dimediasi perasaan, yang ia usulkan sebagai fondasi kesadaran. "Saya punya beberapa motivasi melakukan riset ini," kata Solms. "Salah satunya ya karena ini sangat menarik."

MEMBACA  Apple berminat untuk berinvestasi dalam pengembangan kecerdasan buatan di ibukota baru: Menteri

Kondisi laboratorium Solms terus berubah dan memerlukan pemodelan serta penyesuaian konstan. Pengalaman agen-agen akan dunia mereka dimediasi melalui respons simulasi yang mirip rasa takut, semangat, bahkan kesenangan. Singkatnya, mereka adalah pleasure-bots. Berbeda dengan agen AI yang ramai dibicarakan saat ini, ciptaan Solms memiliki hasrat literal untuk menjelajahi lingkungannya; dan untuk memahaminya dengan benar, kita harus mencoba membayangkan bagaimana mereka "merasakan" dunia kecil mereka. Solms yakin pada akhirnya pendekatan yang ia kembangkan dapat digabungkan dengan model bahasa, menciptakan sistem yang mampu berbicara tentang pengalaman sadarnya sendiri.