Saya sudah bekerja di HR lebih dari dua puluh tahun, dan saya belum pernah lihat istilah-istilah tentang tempat kerja berubah secepat ini: Job hugging. Quiet cracking. Rage applying.
Setiap beberapa bulan, ada istilah baru yang memenuhi berita dan media sosial. Sulit untuk mengikutinya dan kadang lebih sulit lagi untuk memahaminya. Tapi ini masalahnya: Apakah istilah-istilah ini hanya kebisingan saja, atau mereka menunjukkan sesuatu yang perlu diperhatikan para pemimpin?
Saya percaya jawabannya adalah keduanya. Istilah-istilah trendy bisa membuat masalah serius terlihat remeh jika pemimpin tidak melihat lebih dalam. Tapi mereka juga bisa memulai percakapan yang berguna tentang bagaimana perasaan karyawan sebenarnya. Mereka bisa menormalisasi pengalaman yang sulit dijelaskan orang, dan ketika istilah itu menyebar, mereka menunjukkan bahwa orang-orang tidak sendirian.
Kata-katanya sendiri mungkin tidak bertahan lama (selamat tinggal, “quiet quitting“; halo, “quiet cracking“), tapi perasaan di belakangnya itu nyata. Istilah tren di tempat kerja adalah tanda peringatan yang berbahaya jika dilewatkan oleh pemimpin bisnis.
Job hugging itu nyata
Coba lihat “job hugging“. Itu artinya karyawan bertahan kuat di pekerjaan mereka, biasanya karena takut di-PHK atau tidak ada lowongan di perusahaan lain. Di pasar tenaga kerja yang tidak bergerak saat ini, ketakutan itu tidak sepenuhnya salah: PHK memang berkurang, tapi perekrutan karyawan baru juga tidak kuat.
Selama 15 tahun, Aflac WorkForces Report telah melacak kesejahteraan, tunjangan, dan perasaan karyawan di Amerika. Survei tahun ini mendukung tren job-hugging: Hanya 28% karyawan yang mungkin akan cari pekerjaan baru dalam 12 bulan ke depan, turun dari 37% di tahun 2024.
Orang-orang bertahan, tapi belum tentu karena mereka termotivasi. Tingkat kelelahan (burnout) yang sangat tinggi — tertinggi dalam tujuh tahun, dengan 61% karyawan melaporkan setidaknya kelelahan tingkat sedang — menunjukan banyak orang hanya sekedar bertahan.
Salah satu faktornya mungkin kecemasan tentang PHK karena AI, membuat karyawan semakin tidak mau mengambil resiko mulai dari awal di tempat lain. AI telah disebut sebagai salah satu dari lima faktor teratas yang menyebabkan kehilangan pekerjaan tahun ini, menyebabkan 10.000 orang kehilangan pekerjaan hanya pada bulan Juli, menurut survei Challenger, Grey & Christmas.
Sisi positif dari bertahan
Job hugging tidak harus dilihat sebagai hal negatif — itu bisa menjadi kesempatan untuk membangun loyalitas jangka panjang. Di Aflac, kami merekrut dengan niat untuk mempekerjakan seumur hidup. Dan meskipun itu tidak selalu terjadi, tidak jarang melihat karyawan bertahan 20 atau 30 tahun, didukung oleh penghargaan dan akses ke pemimpin.
Pemimpin di semua bagian, tidak hanya HR, harus terlihat dan mudah didekati jika mereka ingin orang merasa dihargai. Mereka perlu mengubah pertahanan berdasarkan ketakutan menjadi komitmen yang diinspirasi oleh tujuan, dan ini sangat penting untuk masa depan kepemimpinan di negara ini. Sebesar 74%, Gen Z sekarang adalah generasi yang paling stres di tempat kerja, kata Aflac WorkForces Report.
Dari hugging ke cracking ke rage
Job hugging hanyalah satu contoh. “Quiet cracking” menggambarkan karyawan yang diam-diam bekerja lebih keras dan lebih lama tanpa merasa dihargai atau memiliki tujuan, yang menyebabkan ketidakpedulian dan kinerja buruk. Rage applying adalah respon frustasi pekerja yang merasa diabaikan dan membanjiri pasar dengan resume, bahkan jika mereka tidak benar-benar berencana untuk pergi.
Semua ini adalah tanda peringatan dari budaya tempat kerja yang tidak memenuhi harapan karyawan. Survei kami menunjukkan kurang dari setengah karyawan (48%) percaya perusahaan mereka peduli pada mereka, turun dari 54% tahun lalu. Hampir satu dari lima (18%) percaya perusahaan mereka tidak peduli sama sekali dengan kesehatan mental mereka, dan hanya 60% yang mengatakan perusahaan mendorong mereka untuk mencari dukungan kesehatan mental, turun lima poin dari 2024.
Apa yang bisa dilakukan pemimpin
Data-data ini langsung menjadi resiko untuk retensi, produktivitas, dan kinerja. Pemimpin bisa menggunakan tanda peringatan ini untuk memulai perubahan yang proaktif:
Analisis tanggung jawab karyawan baik di dalam dan di luar jam kerja, dan cari keseimbangan antara produktivitas dan kehidupan kerja. Dorong karyawan untuk mengambil cuti (PTO) dan istirahat, dan tunjukkan perilaku ini di tingkat eksekutif. Ketika ditanya apa yang paling membantu dengan kelelahan, peserta survei memilih lebih banyak waktu libur, bekerja dari rumah, dan minggu kerja empat hari sebagai tiga pilihan teratas mereka.
Bangun kembali kepercayaan dengan terlihat dan menunjukkan kepedulian. Buatlah kepemimpinan dapat diakses dan mudah didekati, apakah Anda memimpin HR, keuangan, operasi, atau seluruh perusahaan. Tunjukkan kepedulian melalui sumber daya kesehatan mental dan komunikasi yang konsisten. Kurang dari setengah karyawan sekarang percaya perusahaan mereka peduli pada mereka, sebuah kesenjangan kepercayaan yang tidak boleh diabaikan pemimpin mana pun.
Dorong job hugging untuk alasan yang benar. Buatlah jalur karier dan peluang berkembang yang melampaui program HR untuk menyentuh setiap fungsi. Rayakan masa kerja dan perkuat budaya pengembangan, sehingga orang bertahan karena mereka ingin.
Di balik setiap istilah yang catchy ada pengalaman karyawan: kelelahan, frustrasi, atau harapan untuk sesuatu yang lebih baik. Pertanyaannya bukanlah apakah karyawan akan terus membungkus frustrasi mereka ke dalam istilah baru. Mereka akan. Pertanyaannya adalah apakah para pemimpin akan bertindak.
Pada akhirnya, istilah tren mungkin memiliki masa pakai yang pendek, tetapi tanggung jawab kepemimpinan untuk turun tangan dan membantu mencegah masalah yang mendorong istilah-istilah ini adalah selamanya.
Pendapat yang diungkapkan dalam tulisan opini Fortune.com adalah murni pandangan penulisnya dan tidak selalu mencerminkan pendapat dan keyakinan Fortune.