Presiden Donald Trump bilang di wawancara dengan One America News bahwa warga Amerika mungkin bakal terima cek sebesar $1.000 sampai $2,000.
Tapi, kata para ahli, cek itu bisa bikin inflasi jadi lebih parah. Chris Motola, seorang analis keuangan, bilang ini bisa jadi lingkaran aneh di mana stimulus dari tarif malah bikin harga barang naik lagi.
Tapi, dia nambahin, kalau laporan inflasi atau lapangan kerja bulan ini (yang telat karena pemerintahan tutup) tunjukin perubahan ekonomi, cek dari pendapatan tarif itu bisa jadi kelihatan lebih baik dan gak terlalu bikin inflasi.
Paul Johnson, profesor di Fordham, bilang biasanya konsumen bakal pakai uang dari cek itu untuk belanja, bukan untuk ditabung. Dia bilang, kalau konsumen itu rasional, mereka akan menabung uangnya. "Tapi kemungkinan besar mereka akan merasa itu uang gratis dan langsung dihabiskan," katanya.
Uang ekstra dari cek itu mungkin bisa bantu ringankan beban tarif buat konsumen, tapi Johnson nambahin, cek dari pemerintah seperti ini sejarahnya dipakai untuk dorong belanja, yang adalah kebijakan fiskal yang bikin inflasi.
Ekonomi yang Berbeda
Walaupun Trump sebelumnya bilang paket stimulus era Biden bikin inflasi naik, Motola bilang cek dari pendapatan tarif bisa ada efek yang mirip, tapi lebih lemah.
Di bawah rencana Biden dulu, orang dewasa dengan pendapatan tertentu bisa terima $1.400 per orang. Trump sendiri belum punya rencana resmi untuk cek dari tarif, tapi dia pernah sebut ide bagi ‘dividen’ untuk warga AS berpendapatan rendah dan menengah.
Walaupun jumlahnya mirip, uang $1.000-$2.000 sekarang ini daya belinya sudah beda jauh karena inflasi tinggi beberapa tahun ini, yang tumbuh lebih cepat dari gaji. Artinya, daya beli orang Amerika sudah turun. Jadi, efek inflasi dari cek baru ini mungkin akan lebih rendah.
Tapi, Professor Johnson lihat rencana cek dari tarif ini lebih sebagai langkah politik daripada ekonomi—dan dia sebut itu "sandiwara besar."
"Di sini gak ada ilmu ekonomi yang nyata," kata Johnson.
Fortune Global Forum akan kembali pada 26–27 Oktober 2025 di Riyadh. CEO dan pemimpin global akan berkumpul untuk acara eksklusif yang membentuk masa depan bisnis.