Grigor Atanesian
BBC News Rusia di Syunik, Armenia
BBC
Rute perdamaian Trump akan dibangun di atas reruntuhan rel kereta api Soviet
Sebuah stasiun yang terbengkalai, beberapa gerbong berkarat, dan beberapa meter rel adalah sisa-sisa dari jalur kereta api Soviet di Armenia selatan.
Mungkin terdengar tidak masuk akal, namun ruas jalur yang terlantar di Kaukasus Selatan ini ditunjuk untuk menjadi simbol perdamaian yang difasilitasi oleh presiden AS, dalam Rute Trump untuk Perdamaian dan Kemakmuran Internasional, atau Tripp.
Berserakan di sekitarnya adalah fragmen kepala dari monumen seorang pahlawan komunis. Sebuah patung perempuan kehilangan sebuah lengan.
“Kita berada di Rute Trump, yang juga dikenal sebagai Persimpangan Perdamaian, Jalur Sutra, dan Koridor Zangezur,” ujar Marut Vanyan, seorang jurnalis lokal. “Tapi sejauh ini tidak ada yang terlihat Amerika.”
Ini adalah salah satu dari “perang yang tak bisa diakhiri” yang klaim Trump telah ia akhiri, melalui sebuah perjanjian antara Armenia dan musuh bebuyutannya, Azerbaijan.
Rencananya mengisyaratkan perusahaan-perusahaan AS akan masuk di bawah kesepakatan 99 tahun untuk mengembangkan rute sepanjang 43 km melalui wilayah Armenia di sepanjang perbatasannya dengan Iran, dalam sebuah koridor yang menghubungkan Azerbaijan dengan eksklavenya, Nakhchivan.
Jalur kereta api, jalan raya, dan pipa semuanya dijanjikan, dan Trump telah menyebutkan tentang perusahaan-perusahaan yang akan mengeluarkan “banyak uang, yang secara ekonomi akan menguntungkan ketiga negara kita.”
Di lapangan, besarnya tantangan terlihat jelas. Hubungan transportasi ini harus dibangun dari nol, namun hambatan politik jauh lebih besar daripada masalah ekonomi.
Intervensi Trump dapat membentuk ulang geopolitik sebuah wilayah yang diklaim Rusia sebagai lingkup pengaruhnya. Kalangan garis keras di Teheran juga khawatir dan mengancam akan memblokir proyek ini.
Perang dan Damai di Kaukasus
Proposal Tripp ini kunci untuk mengakhiri konflik antara Armenia dan Azerbaijan yang bermula dari Nagorno-Karabakh, sebuah bagian dari Azerbaijan yang secara historis dihuni oleh etnis Armenia.
Pada tahun 2023, Azerbaijan merebut kembali wilayah sengketa tersebut, dan hampir seluruh populasi Armenia mengungsi meninggalkan rumah mereka. Ini bukanlah pengusiran pertama dalam konflik ini: pada tahun 1990-an, lebih dari 500.000 warga Azerbaijan mengungsi.
Vanyan adalah salah satu dari mereka yang meninggalkan rumahnya pada tahun 2023.
Setelah melarikan diri dari zona perang, ia menetap di provinsi selatan Armenia, Syunik, tepat ketika wilayah itu menjadi hotspot baru antara kedua negara tetangga tersebut.
Azerbaijan menuntut agar Armenia menyerahkan bagian dari wilayah ini sebagai “koridor” menuju eksklavenya, Nakhchivan. Wilayah ini juga dikenal sebagai Zangezur, dan proposal tersebut dijuluki “koridor Zangezur”.
Namun ketika Armenia menolak tuntutan itu, bentrokan meletus di perbatasan, dan banyak orang khawatir akan terjadinya perang baru.
Kemudian, pada Agustus 2025, Trump secara tak terduga memecahkan kebuntuan. Dengan menjadi tuan rumah bagi Presiden Azerbaijan Ilham Aliyev dan Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan di Gedung Putih, ia menawarkan solusi yang dirancang untuk memuaskan kedua belah pihak.
Marut Vanyan berdiri di dekat Sungai Aras yang memisahkan Armenia dari Iran
Rute Trump di masa depan menjanjikan “konektivitas tanpa hambatan” bagi Azerbaijan dan “penghormatan penuh” terhadap kedaulatan Armenia. Rute ini akan dikelola oleh sebuah perusahaan swasta AS.
Pemimpin kedua negara menyatakan bahwa pertemuan di Washington telah memulihkan perdamaian di wilayah mereka dan memuji intervensi Trump sebagai pengubah permainan.
Namun dokumen yang mereka tandatangani minim detail dan tidak memberikan garis waktu untuk pembangunan Tripp.
Persimpangan Kepentingan Barat, Rusia, dan Iran
Mediasi AS menjadi mungkin karena posisi Rusia yang melemah di Kaukasus Selatan.
Selama bertahun-tahun, Kremlin berupaya untuk membuka kembali rute yang kini menyandang nama seorang presiden Amerika.
Dan meskipun proposal Rusia agar pasukan perbatasan FSB-nya yang mengawal jalan raya masa depan telah ditolak, mereka masih berpatroli di sepanjang perbatasan Armenia-Iran yang telah dipilih untuk Rute Trump.
Saat BBC melakukan syuting di lokasi, sebuah kendaraan patroli FSB Rusia berhenti di depan kami. Seorang pria muda berseragam menanyai kami tentang sebuah drone yang memfilmkan perbatasan dari atas. Kami berkata itu bukan milik kami dan patroli Rusia itu pun melanjutkan perjalanan.
Wilayah Syunik Armenia juga merupakan pusat ekspor yang penting, dan pengusaha serta truk dari Iran adalah pemandangan yang biasa. Perusahaan konstruksi Iran sedang membangun jembatan baru yang akan melintasi Tripp masa depan.
Sungai Aras yang memisahkan Republik Islam Iran dan Armenia adalah garis yang akan diikuti oleh rute tersebut.
Tidak jelas bagaimana perusahaan AS dan Iran akan berdampingan di Armenia, mengingat keterlibatan AS baru-baru ini dalam perang Israel-Iran.
Seorang penasihat senior pemimpin tertinggi Iran mengancam akan mengubah Tripp menjadi “kuburan bagi tentara bayaran Donald Trump”, namun pemerintah Iran lebih bersikap hati-hati.
Iran adalah teman dan tetangga bagi kedua negara Kaukasus tersebut, dan Armenia telah menyampaikan kepada Teheran bahwa proyek ini bukan ancaman bagi kepentingannya.
Armenia mengharapkan investasi baru di daerah-daerah yang terlantar selama lebih dari 30 tahun
Kehadiran Eropa juga meningkat di Armenia selatan.
Prancis baru-baru ini mulai menjual senjata ke Yerevan dan telah membuka konsulat di Syunik. Misi pemantau UE ditempatkan di wilayah tersebut, dan Rute Trump masa depan dipandang oleh UE sebagai bagian dari “koridor tengah” yang menghubungkannya dengan Asia Tengah dan China serta memintas Rusia.
Turki juga ingin mengambil manfaat dari pembukaan yang diciptakan oleh memudarnya pengaruh Rusia.
Ankara sedang dalam pembicaraan dengan Armenia untuk menormalisasi hubungan dan telah menyuarakan dukungan untuk Tripp, yang akan menciptakan hubungan langsung dari Turki ke Azerbaijan melalui eksklavenya.
Pemerintah Armenia tampak tenang dengan berbagai kepentingan yang bersaing tersebut. Mereka ingin menjadi “Persimpangan Perdamaian” di mana semua kekuatan regional akan bekerja sama.
“Mereka bilang semuanya akan baik-baik saja dan akan ada investasi miliaran euro, jalan-jalan baru, dan perdagangan dengan Iran, Amerika, Eropa, Turki, dan Azerbaijan,” kata Marut Vanyan dengan senyum tak percaya.
Perjanjian damai formal antara Azerbaijan dan Armenia belum ditandatangani, namun satu hal yang jelas: sejak pertemuan di Washington, tidak satu pun tembakan dilepaskan di perbatasan Armenia-Azerbaijan.
Intervensi Trump setidaknya telah membawa kelegaan sementara bagi mereka yang selama bertahun-tahun hidup dalam ketakutan akan pecahnya kembali pertempuran.