Penguatan Ekonomi Pesisir Melalui Kampung Nelayan Merah Putih

Jakarta (ANTARA) – Dulu hanya sebuah desa pesisir sederhana di Kabupaten Biak Numfor, Papua, Samber-Binyeri bahkan tidak punya infrastruktur paling dasar—tidak ada dermaga, tidak ada penyimpanan dingin, dan tidak ada fasilitas formal yang mendukung para nelayannya.

Mengandalkan cara menangkap ikan tradisional, masyarakatnya beroperasi dalam keterisolasian.

Kini, desa ini menjadi simbol transformasi dan contoh nasional bagi pembangunan pesisir.

Dengan 160 nelayan yang mengoperasikan 12 sampan dan 93 kapal motor, hasil tangkapan harian Samber-Binyeri berupa tuna, cakalang, dan kembung rata-rata mencapai 100–200 kilogram per kapal.

Sekitar 70 persen ikan yang dijual di Pasar Ikan Fandoi Biak Numfor—sekitar 800 hingga 1.000 kilogram per hari—berasal dari desa ini.

Berkat investasi Rp22,1 miliar dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Samber-Binyeri telah lahir kembali menjadi desa nelayan yang modern.

Infrastruktur baru mencakup dermaga, pabrik es, pusat kuliner, cold storage, pangkalan pendaratan ikan, kios suplai, dan galangan kapal.

Sebelum peningkatan ini, pendapatan nelayan sekitar Rp3 juta per bulan—di bawah upah minimum regional.

Sejak peluncuran ulang resmi desa pada 23 November 2023, pendapatan mereka telah naik dua kali lipat menjadi Rp6 juta per bulan.

Koperasi Produsen Samber Binyeri Maju kini mengelola aset desa dan mengawasi unit usaha seperti pabrik es, pusat pelatihan, fasilitas penyimpanan beku, bengkel kapal, dan kios suplai.

Koperasi ini bahkan telah mulai mengirimkan ikan ke Jawa, dengan total pengiriman mencapai 183,27 ton dan menghasilkan pendapatan sebesar Rp3,15 miliar.

Terinspirasi oleh kesuksesan Samber-Binyeri, pemerintah memperluas model ini ke seluruh Indonesia melalui Program Kampung Nelayan Merah Putih (KNMP), yang bertujuan membangun 100 desa nelayan modern pada 2025 dan 1.100 desa pada 2028.

MEMBACA  Ekonomi Diskriminasi dalam Perekrutan

Untuk memenuhi syarat, sebuah desa harus memiliki setidaknya 80 persen penduduknya bekerja sebagai nelayan dan terintegrasi dengan Koperasi Desa Merah Putih.

Dari 12.968 desa pesisir di Indonesia, sekitar 1.300 desa telah memenuhi kriteria ini.

Kementerian telah mengidentifikasi 65 lokasi untuk tahap pertama pembangunan, dengan perkiraan biaya konstruksi sebesar Rp1,34 triliun.

35 desa sisanya akan memulai konstruksi paling lambat akhir Oktober 2025, dengan target seluruh 100 desa selesai pada akhir tahun. Setiap desa membutuhkan dana sekitar Rp20,6 miliar.

Dukungan pemerintah termasuk membangun fasilitas produksi seperti dermaga, cold storage, pabrik es, layanan perbaikan kapal, tambatan, stasiun BBM, kantor, serta menyebarkan sepuluh kapal berukuran 3 GT yang disesuaikan dengan kebutuhan lokal.

Fasilitas-fasilitas ini akan dikelola oleh koperasi yang terdiri dari nelayan setempat.

100 Desa Tahun Ini

Inisiatif KNMP 100 desa ini diproyeksikan dapat menciptakan 7.000 pekerjaan tetap dan 20.000 pekerjaan konstruksi sementara.

Namun, program ini menghadapi beberapa tantangan.

Yang utama adalah kesiapan infrastruktur, fasilitas produksi, dan kapasitas masyarakat dalam mengelola operasi.

Ketersediaan BBM adalah masalah kritis lainnya, karena ini menyumbang 60–70 persen dari biaya melaut, menurut Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI).

Untuk mengatasinya, pemerintah mengalokasikan BBM bersubsidi setiap tahunnya untuk kapal di bawah 30 GT, yang biasanya dioperasikan oleh nelayan kecil.

Namun, penyerapannya masih rendah—hanya 40–50 persen dari kuota 2,2 juta kiloliter yang telah diserap, menurut Pertamina Patra Niaga.

Terbatasnya infrastruktur SPBU menjadi penghalang besar. Per Agustus 2025, hanya 416 SPBU yang beroperasi, dengan 88 lagi dalam pembangunan dan 18 menunggu persetujuan.

Proses perizinannya panjang, melibatkan banyak tingkat pemerintahan dan membutuhkan waktu hingga 57 hari kerja.

MEMBACA  2 Pebulu Tangkis Indonesia Bentrok di Final Turnamen!

Selain itu, banyak nelayan kecil yang tidak memiliki dokumen administratif yang diperlukan untuk mengakses subsidi.

Survei KNTI terhadap 5.292 nelayan di 25 daerah pesisir menemukan bahwa hampir 70 persen tidak memiliki kartu nelayan, 87 persen tidak memiliki registrasi kapal, dan 74 persen tidak memiliki izin penangkapan ikan kecil (Pas Kecil).

Lebih dari 70 persen tidak mengetahui cara mendapatkan dokumen-dokumen ini.

Kesenjangan administratif ini menghalangi nelayan tradisional dari mengakses dukungan pemerintah, menyoroti bahwa tantangan dalam distribusi BBM melampaui infrastruktur hingga ke hambatan hukum dan kelembagaan.

Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah harus mengejar intervensi strategis dan terpadu—mempercepat pembangunan SPBU, menyederhanakan perizinan, dan memberikan bantuan administratif kepada nelayan.

Upaya seperti ini akan memastikan akses yang lebih adil terhadap BBM bersubsidi, meningkatkan efektivitas program KNMP, dan mendukung pembangunan ekonomi di komunitas pesisir.

Membangun Ekonomi Pesisir

Program Kampung Nelayan Merah Putih harus melampaui sekadar pembangunan infrastruktur—ia harus menjadi gerakan komprehensif untuk pembangunan ekonomi pesisir dan pemberdayaan masyarakat, terutama bagi nelayan tradisional yang telah lama menopang kehidupan pesisir.

Dua prioritas utama harus memandu pelaksanaannya.

Pertama adalah memperkuat produksi komunitas.

Desa-desa kaya akan sumber daya ekonomi seperti pertanian dan perikanan.

Pembangunan harus fokus pada peningkatan fasilitas dan infrastruktur produksi untuk meningkatkan kualitas hasil dan memperluas akses pasar.

Nelayan membutuhkan dukungan nyata—alat tangkap, fasilitas penyimpanan, BBM, dan logistik—untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing.

Aspek kedua adalah memperkuat kelembagaan ekonomi.

Ekonomi desa yang berkelanjutan memerlukan institusi yang mampu mengelola dan mengkonsolidasikan sumber daya. Koperasi menawarkan platform bagi nelayan kecil untuk memperkuat posisi mereka dalam rantai pasok, mengelola operasi, dan terhubung dengan pasar.

MEMBACA  Menteri Agama Ingin MQK Menjadi Budaya Islam dan Dicontoh oleh Negara Lain

Dengan pendekatan ini, kampung nelayan akan menjadi pusat pertumbuhan yang mandiri, produktif, dan berkelanjutan.

KNMP harus mengintegrasikan pembangunan fisik, pemberdayaan ekonomi, dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia.

Jika diimplementasikan secara konsisten dan dengan keterlibatan aktif masyarakat, program ini dapat menjadi simbol kuat transformasi pesisir Indonesia—menumbuhkan harapan, kemandirian, dan kesejahteraan bagi jutaan nelayan di seluruh kepulauan.

Editor: Aditya Eko Sigit Wicaksono
Hak Cipta © ANTARA 2025