Senin, 29 September 2025 – 03:00 WIB
Jakarta, VIVA – Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Jakarta memprediksi sekitar 50 persen bisnis hotel di DKI Jakarta akan terdampak oleh berbagai pelarangan dalam Rancangan Peraturan Daerah Kawasan Tanpa Rokok (Raperda KTR).
Menurut Arini Yulianti, anggota Badan Pengurus Daerah (BPD) PHRI Jakarta, data tersebut berdasarkan survei internal organisasinya.
“Dari studi yang kami lakukan, jika aturan lama diperbarui dengan Raperda KTR yang lebih ketat, 50 persen pelaku usaha menilai peraturan ini akan berdampak negatif pada bisnis mereka,” ujar Arini, Minggu, 28 September 2025.
Oleh karena itu, Arini berharap Ranperda KTR tidak membuat permintaan bisnis di bidang hotel dan restoran semakin menurun. Pihaknya khawatir konsumen akan memilih pindah ke kota lain yang regulasinya tidak seketat Jakarta.
Survei PHRI DKI Jakarta pada April 2025 terhadap anggotanya mencatat bahwa 96,7 persen hotel melaporkan penurunan tingkat hunian kamar.
Dampaknya, banyak pelaku usaha yang terpaksa melakukan pengurangan karyawan dan menerapkan berbagai strategi efisiensi biaya.
Industri hotel dan restoran menyerap lebih dari 603.000 tenaga kerja di Jakarta dan menyumbang sekitar 13 persen Pendapatan Asli Daerah (PAD) DKI.
Arini meminta pemerintah daerah mempertimbangkan kondisi ini sebelum mengesahkan Ranperda KTR. Yang dibutuhkan sebenarnya adalah kebijakan KTR yang seimbang.
“Jangan sampai aturan ini dipaksakan hanya untuk mengejar indikator kota global tanpa mempertimbangkan dampak sosial ekonominya,” tegas Arini.
Dinamika Sosial Ekonomi
Anggana Bunawan, Wakil Sekretaris Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), menyatakan bahwa yang paling dibutuhkan pelaku usaha saat ini adalah kepastian dan sinkronisasi kebijakan.
Menurut Anggana, industri saat ini masih menghadapi berbagai tekanan dan berusaha melakukan penyesuaian operasional.
“Kami berharap pemerintah tetap memperhatikan kondisi industri. Waktunya tidak tepat, kondisi sosio-ekonomi masyarakat juga harus dipertimbangkan,” kata Anggana.
Sebelumnya, Ketua Pansus Ranperda KTR DKI Jakarta, Farah Savira, memastikan regulasi ini tetap mempertimbangkan dinamika kondisi sosial ekonomi masyarakat.
“Penerapan utamanya adalah di kawasan tertentu, yang lebih mengatur perilaku. Bukan serta merta melarang penjualan atau iklan. Itu akan dibahas kemudian,” jelas Farah.
Di sisi lain, Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung Wibowo, menyatakan bahwa Raperda KTR tidak akan membuat omzet pedagang menurun seperti yang dikhawatirkan.
“Perda ini pasti tidak akan membuat omzet UMKM menurun. Pembatasan rokok hanya berlaku di tempat-tempat tertutup, di mana UMKM biasanya tidak berjualan,” kata Pramono.