Film terbaru Netflix, Inspector Zende, menampilkan bintang Bollywood Manoj Bajpayee dalam peran tituler sebagai inspektur polisi.
Kisah pembunuh berantai Prancis Charles Sobhraj, yang diangkat dalam drama BBC-Netflix The Serpent, sudah cukup terkenal.
Saat ini, sebuah film Netflix baru mengisahkan cerita yang kurang dikenal tentang seorang perwira polisi India yang menangkap si pembunuh terkenal itu—bukan hanya sekali, melainkan dua kali.
Inspector Zende dibintangi aktor Bollywood Manoj Bajpayee sebagai inspektur polisi tersebut, sementara aktor Jim Sarbh memerankan Sobhraj—yang diinterpretasikan ulang sebagai Carl Bhojraj.
Film ini berkisah selama tiga minggu pada tahun 1986, menyajikan permainan kejar-kejaran antara polisi dan kriminal itu.
Peringatan: Bocoran alur untuk film Netflix berikut.
Semuanya berawal pada 16 Maret tahun itu, ketika Sobhraj melarikan diri dari penjara berkeamanan tinggi Tihar di Delhi, tempat ia menjalani hukuman 12 tahun sejak 1976 karena membunuh seorang turis Prancis.
Dengan berpura-pura merayakan ulang tahunnya, ia memberikan kue yang dicampur obat kepada staf dan hampir semua narapidana, lalu kabur.
Beberapa hari kemudian, ketika dia muncul di Mumbai, Inspektur Madhukar Zende dipanggil karena sebelumnya telah menangkapnya pada tahun 1971.
Peluncuran film ini mengembalikan nama Pak Zende—yang tampil cameo dalam film sebagai “OG”, atau Inspektur Zende asli—ke dalam pemberitaan di India, beberapa dekade setelah penangkapan tersebut.
Saya berbicara dengan Pak Zende dan membaca buku terbarunya, Mumbai’s Most Wanted, untuk menyusun cerita tentang penangkapan Sobhraj.
Perwira polisi yang kini telah pensiun dan berusia 88 tahun itu mengatakan kepada BBC bahwa ia telah menangkap banyak penjahat berbahaya dan anggota dunia bawah tanah Mumbai, namun reputasi “supercop”-nya diperoleh berkat ketenaran “kriminal internasional Sobhraj”.
Lahir dari ayah India dan ibu Vietnam di Saigon, Sobhraj besar di Prancis setelah ibunya pindah usai menikah dengan seorang tentara Prancis.
Dia hampir tak dikenal saat pertama kali muncul di berita India pada 1970 karena aksi pencurian berani di sebuah toko perhiasan di Hotel Ashok, hotel bintang lima di Delhi.
Ketika Inspektur Zende menangkapnya setahun kemudian di Mumbai, surat kabar kota menyebutnya sebagai “prestasi gemilang lainnya bagi kepolisian Mumbai”.
Sobhraj diserahkan kepada polisi Delhi yang menangani kasus perampokan toko perhiasan itu, tetapi dalam beberapa hari ia berhasil kabur dengan meluncur melalui pipa kamar mandi di rumah sakit tempat ia dirawat setelah mengeluh sakit usus buntu.
Selama lima tahun berikutnya, Sobhraj dikenal sebagai pembunuh berantai yang sangat terkenal dan dikaitkan dengan lebih dari 20 pembunuhan di India, Nepal, dan Thailand, di mana korbannya dibius, dicekik, dipukuli, atau dibakar.
Karena kemahirannya dalam menyamar dan kemampuan meloloskan diri dari penjara, ia dijuluki “The Serpent”—yang kemudian menjadi judul serial laris BBC dan Netflix tentang si pembunuh, yang dirilis pada 2020.
Julukan lain yang melekat adalah “Bikini Killer” karena kecenderungannya menyasar wanita Barat muda yang traveling di jalur hippie Asia. Interpol mengeluarkan pemberitahuan Red Corner terhadapnya, dan polisi di puluhan negara mencarinya.
Keberuntungannya habis pada musim panas 1976 ketika polisi Delhi menangkapnya karena membius 40 mahasiswa Prancis dan berusaha merampok mereka di ibu kota India tersebut.
Sebuah pengadilan di India juga memvonis Sobhraj bersalah atas pembunuhan seorang turis Prancis di sebuah hotel Mumbai, dan ia dikirim ke penjara Tihar untuk menjalani hukuman 12 tahun.
Pak Zende mengatakan kabar tentang kaburnya Sobhraj dari Tihar pada 1986 itu “menggangu”-nya.
“Dia dikenal suka menggunakan obat penenang dan telah berulang kali mengecoh polisi, tidak hanya di Delhi tetapi juga di beberapa kota lain di dunia. Tidak ada alasan bagi siapa pun untuk mempercayainya,” katanya.
Dua minggu setelah Sobhraj kabur dari penjara, Pak Zende dipanggil oleh atasannya—”ia ingat bahwa saya pernah menangkap si Bikini Killer”—dan diminta untuk memburunya kembali.
Film Netflix yang baru ini sebagian besar bercerita tentang Inspektur Zende dan timnya yang kemudian terbang ke Goa untuk menangkapnya.
Tugas tersebut, tulisnya dalam buku, sangat menarik karena beberapa alasan.
Yang terpenting adalah kemungkinan untuk menangkap Sobhraj kembali. Namun, ini juga merupakan pertama kalinya ia naik pesawat dan menginap di hotel bintang lima. Prospek menyantap makanan laut dan mangga Alphonso yang terkenal menambah kegembiraannya.
Setelah berhari-hari menyisir bar dan pantai, Pak Zende mengatakan timnya mendapat konfirmasi bahwa Sobhraj memang berada di Goa. Mereka kemudian memusatkan perhatian pada restoran O’Coqueiro di Porvorim—satu-satunya tempat yang menawarkan fasilitas panggilan internasional cepat bagi orang asing yang berkecukupan.
“Kami curiga dia berada di Goa untuk naik kapal ke AS, di mana istrinya tinggal, dan akan meneleponnya dari O’Coqueiro,” katanya.
Pada 6 April, tim tersebut tiba lebih awal di restoran dan mengambil posisi. Pada malam hari, ada pertandingan hoki India-Pakistan yang ditayangkan langsung di TV dan sebuah pernikahan di lokasi yang sama.
“Menjelang pukul 20.00, baik pertandingan hoki maupun acara pernikahan sedang ramai-ramainya. Sekitar pukul 22.30, ketika Sobhraj masuk, saya langsung mengenalinya,” tulis Pak Zende. “10 tahun tidak bertemu sirna dalam sekejap.”
Penangkapan sensasional itu membuat Pak Zende menjadi selebritas. Surat kabar pagi menyambutnya dengan “Zendabad”—sebuah plesetan dari zindabad, kata dalam bahasa Urdu yang berarti ‘hidup panjang’.
Wajahnya menghiasi sampul majalah, ia dihormati oleh bintang-bintang dan penyanyi Bollywood terbesar yang meminta tanda tangannya, menteri dalam negeri federal terbang dari Delhi untuk menemuinya, dan ia menerima medali keberanian dari Presiden.
Namun, pengakuan terbaik datang dari D’Coqeiro—sebuah Zende platter seharga 2.500 rupee yang cukup untuk enam orang.
Sobhraj, sementara itu, kembali ke penjara di mana ia menghabiskan waktu satu dekade lagi.
Dia kemudian mengklaim bahwa pelariannya adalah siasat untuk memperpanjang masa hukumannya dan menghindari ekstradisi ke Thailand, di mana ia diburu atas lima pembunuhan lagi dan dipastikan akan mendapat hukuman mati.
Setelah dibebaskan pada 1997, ia kembali ke Prancis, tinggal di Paris, dan memberikan wawancara berbayar kepada jurnalis.
Pada 2003, ia kembali ke Nepal, ditangkap, dan menghabiskan 19 tahun di penjara sana atas pembunuhan seorang warga Amerika dan Kanada pada 1975. Pada 2022, pengadilan membebaskannya karena pertimbangan usia dan perilaku baik, dan ia dideportasi ke Prancis.
Saya bertanya kepada Pak Zende apakah ia masih memantau Sobhraj hingga hari ini.
“Dia sudah menjalani hukumannya. Usianya sekarang 81 tahun. Saya tidak lagi memperdulikannya,” katanya.