Melamar kerja sebenarnya proses yang cukup mudah. Meskipun ada banyak perubahan dalam cara kita kerja, calon karyawan dari dulu selalu diminta untuk kirim résumé dan berharap yang terbaik.
Tapi praktek ini sudah ketinggalan zaman dan penuh dengan bias. Penelitian terus menunjukkan bahwa dalam hitungan detik seorang hiring manager memindai CV, mereka sudah menilai calon berdasarkan informasi yang tidak relevan (untuk peran itu) seperti nama (nama yang tidak berasa Barat sering dirugikan) dan alamat rumah.
Sementara itu, orang dengan kesenjangan pekerjaan atau yang ingin pindah ke industri baru terlalu sering diabaikan.
Bagaimana cara kerja skills-based hiring
Penelitian menunjukkan bahwa skills-based hiring sedang meningkat, dengan pertumbuhan 63% dari tahun ke tahun. Tapi penerbit buku terbesar di dunia, Penguin Random House, sudah jauh lebih dulu menerapkannya.
Sejak 2017, perusahaan penerbit yang mempekerjakan orang di 20 negara ini telah menilai lebih dari 20.000 calon melalui tes berbasis keterampilan yang disamarkan, bukan persyaratan CV dan surat lamaran biasa.
Contoh pertanyaan tes berbasis keterampilan adalah seperti: “Sudah jam 5 sore di hari Jumat dan kamu ada lima tugas ini tapi kamu hanya bisa melakukan tiga; mana yang akan kamu kerjakan?”
“Itu adalah tes penilaian situasi, yang memungkinkan kita untuk memahami proses berpikir dan perilaku orang tersebut,” kata Khyati Sundaram, CEO platform rekrutmen Applied, yang bekerja dengan Penguin untuk mempekerjakan magang mereka. "Pertanyaan khusus itu menguji prioritisasi dan komunikasi."
Jawabannya kemudian disamarkan, diacak, dan dinilai oleh panel hiring manager untuk mencegah bias apapun.
Dengan menguji calon tentang bagaimana mereka akan menangani tanggung jawab sehari-hari dari suatu peran, perusahaan lebih mungkin mempekerjakan orang terbaik untuk pekerjaan itu daripada tertarik oleh nama besar dan gelar yang mentereng.
Seperti yang ditunjukkan Sundaram, hanya karena seseorang mencantumkan di résumé mereka bahwa mereka pernah bekerja dengan tim SEO di tempat yang menggiurkan seperti Google, itu tidak berarti mereka benar-benar tahu seluk-beluk optimisasi mesin pencari sesuai yang dibutuhkan untuk suatu peran.
“Kami berusaha memastikan tes atau pertanyaannya sesukses mungkin dengan pekerjaannya, dan itulah alasannya calon juga menyukainya,” kata Sundaram. “Mereka melihat bahwa itu sangat relevan dengan peran, dibandingkan menulis dan mengirim surat lamaran yang sama, tetapi harus menghabiskan 20 menit mengubahnya untuk setiap perusahaan.”
Ini membutuhkan waktu lebih lama bagi calon, tetapi meningkatkan keterlibatan
Bahkan Sundaram mengakui bahwa secara intuitif dia berasumsi bahwa mengikuti beberapa tes berbasis keterampilan akan terasa lebih merepotkan bagi calon daripada sekadar mengirim CV mereka ke ratusan lowongan. “Tapi data menunjukkan sebaliknya,” katanya.
Ditambah, bagi kandidat yang sering diabaikan, pengujian berbasis keterampilan akhirnya memberi mereka kesempatan yang adil untuk mendapatkan pekerjaan impian mereka.
Misalnya, data Applied mengungkapkan bahwa jumlah wanita yang dipekerjakan untuk peran senior meningkat hampir 70% ketika calon ditanya pertanyaan spesifik peran.
Dari 2.260 calon yang mereka pekerjakan untuk peran senior setelah wawancara berbasis keterampilan, 52% adalah wanita. Ini adalah peningkatan 68% dari rata-rata global, di mana wanita hanya menempati 31% dari posisi senior.
“Jadi ini tentang menyetarakan lapangan permainan, memastikan orang memiliki akses ke tenaga kerja yang sebaliknya tidak mungkin,” tegas Sundaram.