Presiden Donald Trump mengatakan dia akan batalkan perjanjian dagang sementara jika kebijakan tarifnya dihentikan.
Dalam konferensi pers di Oval Office pada hari Rabu, Trump memperingatkan bahwa tanpa tarif, pemerintah akan kehilangan daya tawar untuk membuat kesepakatan dengan mitra dagang seperti Korea Selatan dan Uni Eropa.
“Negara kita punya kesempatan untuk menjadi sangat kaya lagi. Bisa juga jadi sangat miskin lagi. Jika kita tidak menang dalam kasus ini, negara kita akan sangat menderita,” kata Trump.
“Kita sudah buat perjanjian dengan Uni Eropa dimana mereka bayar hampir satu triliun dolar ke kita,” tambah dia. “Dan mereka senang. Perjanjian ini sudah selesai, saya kira kita harus batalkan kalau tarif dibatalkan.”
Pengadilan Banding Federal AS memutuskan pada hari Jumat bahwa Trump melampaui kewenangannya dalam memberlakukan tarif. Trump kemudian meminta Mahkamah Agung untuk membatalkan keputusan ini.
Jika kebijakan tarif Trump dibatalkan, perusahaan-perusahaan AS bisa minta pengembalian dana sebesar $150 miliar dari Bea Cukai.
Gedung Putih tidak menanggapi permintaan komentar dari Fortune.
Apakah Trump benar-benar akan kehilangan daya tawar?
Menurut Brett House, profesor dari Columbia Business School, ancaman Trump untuk batalkan perjanjian dagang adalah kosong karena perjanjian yang dibuatnya tidak mengikat secara hukum.
“Ini hanya surat niat saja. Jadi, mengatakan bahwa banyak yang akan hilang adalah sangat berlebihan,” kata House.
Dia juga menambahkan bahwa argumen Trump merusak perjanjian dagang yang sah yang sudah ada sebelumnya, seperti perjanjian USMCA yang menggantikan NAFTA.
Trump sebelumnya mengatakan AS kehilangan 90.000 pabrik sejak NAFTA dimulai. Namun, data yang direvisi menunjukkan angka kerugian bersih adalah 70.500 fasilitas manufaktur antara 1997 dan 2022.
“Negara-negara yang mau bernegosiasi dengan AS sekarang mungkin jadi kurang tertarik karena mereka lihat kata baik Amerika Serikat bisa dibatalkan dengan semena-mena,” ujar House.