Jakarta (ANTARA) – Indonesia rencananya akan mengundang investor internasional untuk bergabung dalam proyek Giant Sea Wall di sepanjang pesisir utara Jawa. Ini merupakan bagian dari strategi nasional untuk menangani banjir pantai dan perubahan iklim, kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pada Kamis.
Proyek raksasa ini, yang masuk dalam Program Strategis Nasional (PSN), bertujuan melindungi komunitas pesisir yang rentan dari kenaikan permukaan laut.
“Giant Sea Wall adalah inisiatif andalan Presiden, dirancang untuk melindungi penduduk pesisir dari dampak perubahan iklim,” ujar Hartarto usai rapat dengan Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin).
Pemerintah akan menggunakan skema kemitraan pemerintah-swasta (KPS) untuk megaproyek ini, termasuk kolaborasi dengan investor asing, tambahnya.
Indonesia menargetkan investasi potensial dari Tiongkok, Jepang, dan Korea Selatan, di antara negara-negara lain.
“Kami akan menawarkan beberapa tahap pengembangan ke negara-negara seperti Tiongkok, Korea Selatan, Jepang, dan lainnya di Eropa,” katanya.
Presiden Prabowo Subianto dikabarkan membahas kerja sama infrastruktur, termasuk Giant Sea Wall, dengan Presiden Tiongkok Xi Jinping dalam pertemuan mereka di Beijing pada Rabu (3 Sept).
Proyek ini diperkirakan membutuhkan biaya sekitar USD80 miliar, atau setara Rp1,32 kuadriliun.
Untuk mempercepat pengembangan, Presiden Prabowo telah membentuk Otoritas Pantura (Pantai Utara) dan menunjuk Laksamana Madya (Purn) Didit Herdiawan Ashaf sebagai kepalanya.
Ashaf akan mengawasi pelaksanaan sea wall yang rencananya membentang sekitar 700 kilometer dari Banten hingga Jawa Timur. Awalnya diusulkan pada 1995, proyek ini sempat terhenti bertahun-tahun sebelum dihidupkan kembali sebagai prioritas nasional.
Otoritas Pantura juga ditugaskan untuk menyusun peta jalan komprehensif untuk perlindungan dan pengembangan garis pantai utara Jawa.