Pekerja merasa sedih karena kurangnya kesempatan untuk berkembang di karir dan kantor yang semakin kosong saat perusahaan memotong staf untuk memberi jalan bagi AI. Semua ini terjadi sementara mereka terus dipaksa bekerja lebih dengan sumber daya yang sedikit.
Mereka takut berbicara atau mengambil risiko di iklim kerja yang buruk, sehingga banyak yang diam-diam menjauh dari perusahaan—inilah yang disebut "Quiet Cracking."
Fenomena terbaru ini menunjukkan pekerja masih bekerja tapi berjuang secara mental dan emosional. Sekitar 54% karyawan merasa tidak bahagia di tempat kerja, mulai dari kadang-kadang hingga terus-menerus, menurut laporan Talent LMS tahun 2025.
"Tanda-tanda quiet cracking mirip dengan kelelahan. Kamu mungkin kehilangan semangat, merasa tidak berguna, bahkan mudah marah," kata Martin Poduška, penulis karir di Kickresume. "Gejala ini memburuk perlahan."
Berbeda dengan "Quiet Quitting", penurunan produktivitas ini tidak disengaja. Ini terjadi karena pekerja merasa lelah dan tidak dihargai—seringkali tanpa disadari sampai terlambat. Karena susah cari kerja baru, banyak yang terjebak dalam peran yang tidak membahagiakan.
Sayangnya, manajer lambat menyadarinya
Banyak pekerja tidak bahagia, tapi masalah ini sering terlewatkan. Tahun lalu, tingkat keterlibatan karyawan global turun dari 23% ke 21%—mirip dengan masa lockdown COVID-19—menyebabkan kerugian produktivitas $438 miliar.
Quiet cracking merusak budaya kerja dan merugikan bisnis. Bos perlu segera bertindak sebelum masalah semakin parah. Karyawan juga bisa mengambil langkah untuk memperbaiki kebahagiaan karir mereka.
"Quiet cracking tidak terlihat jelas," jelas Poduška. "Kamu mungkin sudah mengalaminya sekarang, tapi butuh waktu untuk menyadarinya."
Cara perusahaan lawan ‘Quiet Cracking’ sebelum terlambat
Meski situasinya suram, masih ada harapan. Pakar karir menyarankan perusahaan waspada terhadap tanda-tanda masalah budaya sebelum karyawan benar-benar frustrasi.
"Jika melihat karyawan semakin tidak terlibat, ajak mereka bicara," kata Poduška. "Berikan tugas baru, pelatihan, atau diskusi jujur bisa membantu."
Manajer yang baik pengaruhnya besar pada budaya perusahaan. 47% karyawan yang mengalami quiet cracking merasa atasan tidak mendengarkan keluhan mereka. Tapi dengan komunikasi terbuka dan pelatihan, semangat kerja bisa kembali.
"Pelatihan menunjukkan perusahaan peduli pada perkembangan karyawan," catat laporan Talent LMS. "Ini membangun motivasi dan keterikatan."
Cara karyawan lawan rasa tidak terlibat
Manajer bukan satu-satunya yang bisa mengatasi masalah ini—karyawan juga perlu berusaha.
"Untuk hindari quiet cracking, cari tahu penyebab ketidakbahagiaanmu," jelas Poduška. "Jika tidak ada kesempatan berkembang, bicaralah dengan atasan tentang rencana karir. Ini bisa bangkitkan motivasi."
Tapi, tidak semua perusahaan mau mendukung perkembangan karyawan. Jika begitu, Poduška menyarankan untuk mengevaluasi pekerjaan saat ini. Mungkin perlu pindah ke perusahaan baru atau bahkan ganti karir.
"Coba sesuatu yang baru. Mungkin peranmu sekarang tidak cocok," katanya. "Bagi sebagian orang, perubahan besar bisa jadi solusi."
Perkenalkan Fortune Global 500 2025, daftar perusahaan terbesar di dunia. Lihat daftarnya tahun ini.