Para pelayat di Gaza telah memakamkan lima staf Al Jazeera yang tewas dalam serangan udara Israel ke tenda media di luar Rumah Sakit al-Shifa.
Ratusan warga Palestina di Kota Gaza menghadiri pemakaman lima staf Al Jazeera yang gugur akibat serangan udara Israel di dekat Rumah Sakit al-Shifa.
Pada Senin, kerumunan besar mengiringi prosesi pemakaman, mengusung jenazah para jurnalis dari Rumah Sakit al-Shifa menuju Pemakaman Sheikh Radwan di pusat Gaza.
Rekan, sahabat, dan keluarga berpelukan dalam duka, sementara seorang pria mengangkat rompi bertuliskan “press” tinggi-tinggi di tengah kerumunan.
Serangan pada Minggu malam itu menewaskan tujuh orang, termasuk koresponden ternama Anas al-Sharif dan Mohammed Qreiqeh, serta operator kamera Ibrahim Zaher, Moamen Aliwa, dan Mohammed Noufal. Wartawan lepas Mohammed al-Khaldi juga termasuk di antara korban. Reporters Without Borders (RSF) menyebut tiga jurnalis lainnya terluka.
Para pelayat memberi penghormatan terakhir pada jenazah jurnalis Al Jazeera yang tewas dalam serangan Israel ke tenda mereka di Kota Gaza, sebelum dimakamkan di Pemakaman Sheikh Radwan pada 11 Agustus 2025 [Omar AL-Qattaa/AFP]
Rekaman yang diverifikasi Al Jazeera memperlihatkan para pelayat mengecam pembunuhan tersebut, dengan beberapa bersumpah, “Dengan jiwa dan darah, kami berkorban untukmu, Anas,” merujuk pada jurnalis yang gugur.
Al Jazeera Media Network mengecam “pembunuhan terencana” oleh pasukan Israel, menuduh militer sengaja menyerang posisi para jurnalis. “Militer Israel mengakui kejahatan mereka,” kata jaringan itu, menyebut serangan ini sebagai “lagi-lagi serangan terang-terangan dan terencana terhadap kebebasan pers”.
Al-Sharif adalah “salah satu jurnalis Gaza paling berani,” kata Al Jazeera, menambahkan bahwa serangan ini adalah “upaya putus asa untuk membungkam suara menjelang pendudukan Gaza”.
Sebuah rompi pelindung dan bendera Palestina diletakkan di atas jenazah jurnalis Al Jazeera Anas al-Sharif saat pemakamannya bersama Mohammed Qreiqeh, Ibrahim Zaher, Mohammed Noufal dan Moamen Aliwa, yang tewas dalam serangan Israel, di Kota Gaza, 11 Agustus 2025 [Dawoud Abu Alkas/Reuters]
Committee to Protect Journalists (CPJ) menyatakan “terkejut” atas pembunuhan ini. “Pola Israel melabeli jurnalis sebagai militan tanpa bukti kredibel memunculkan pertanyaan serius tentang niat dan penghormatn mereka pada kebebasan pers,” kata direktur regional CPJ, Sara Qudah. “Pelaku pembunuhan ini harus dipertanggungjawabkan.”
Lembaga pengawas media RSF juga mengutuk apa yang mereka sebut “pembunuhan yang diakui oleh tentara Israel” terhadap al-Sharif, menyebutnya “salah satu jurnalis paling terkenal dari Jalur Gaza (dan) suara penderitaan yang Israel timpakan pada warga Palestina di Gaza”. Kelompok ini mengatakan serangan ini mencerminkan pembunuhan Ismail al-Ghoul dari Al Jazeera pada 2023, yang juga dilabeli “teroris” oleh Israel.
Keluarga koresponden Al Jazeera Anas al-Sharif menggendong putranya Salah (15 bulan) dan putrinya Sham (4 tahun) saat pemakamannya di Kota Gaza pada 11 Agustus 2025 [Omar Al-Qattaa/AFP]
“Tanpa tindakan tegas dari komunitas internasional… kita mungkin akan menyaksikan lebih banyak pembunuhan di luar hukuman terhadap pekerja media,” peringatan RSF, mendesak Dewan Keamanan PBB untuk turun tangan.
Pembunuhan al-Sharif terjadi lebih dari setahun setelah Israel membombardir rumah keluarganya di kamp pengungsi, menewaskan ayahnya yang berusia 65 tahun.
Pembunuhan para jurnalis Palestina ini terjadi beberapa hari setelah kabinet keamanan Israel menyetujui rencana pendudukan Jalur Gaza. Operasi ini berniat menguasai Kota Gaza dan mengosongkan paksa hampir satu juta penduduk Palestina.
Warga Palestina menekankan bahwa Gaza—tempat tinggal 2.3 juta orang—tetap dalam pendudukan Israel. Tidak ada yang bisa masuk atau keluar tanpa izin Israel. Blokade total Israel sejak 2 Maret memicu krisis kelaparan, menewaskan lebih dari 200 orang, termasuk 100 anak-anak, dalam beberapa pekan terakhir.