Georgina Rannard
Koresponden Sains
NASA
Gambar konsep Proyek Tenaga Permukaan Fisi NASA
Menurut media AS, badan antariksa NASA akan mempercepat rencana pembangunan reaktor nuklir di Bulan pada tahun 2030. Ini merupakan bagian dari ambisi AS untuk membangun pangkalan permanen bagi manusia di permukaan Bulan.
Politico melaporkan bahwa pejabat sementara kepala NASA menyebut rencana serupa dari Tiongkok dan Rusia, serta mengatakan bahwa kedua negara itu "berpotensi mendeklarasikan zona larangan" di Bulan. Namun, banyak pertanyaan muncul mengenai seberapa realistis tujuan dan jangka waktu tersebut, mengingat pemotongan anggaran NASA yang signifikan belakangan ini. Beberapa ilmuwan juga khawatir rencana ini lebih didorong oleh tujuan geopolitik.
Negara-negara seperti AS, Tiongkok, Rusia, India, dan Jepang sedang berlomba-lomba menjelajahi permukaan Bulan, dengan beberapa di antaranya berencana membangun pemukiman manusia permanen.
"Untuk memajukan teknologi kritis ini guna mendukung ekonomi lunar di masa depan, pembangkit energi berdaya tinggi di Mars, serta memperkuat keamanan nasional di ruang angkasa, sangat penting bagi NASA untuk bergerak cepat," tulis Sekretaris Transportasi AS Sean Duffy dalam suratnya ke NASA, seperti dilaporkan The New York Times. Duffy ditunjuk sebagai kepala sementara NASA oleh Presiden Donald Trump.
Duffy meminta proposal dari perusahaan komersil untuk membangun reaktor yang mampu menghasilkan setidaknya 100 kilowatt daya. Ini relatif kecil—sebuah turbin angin darat biasa menghasilkan 2-3 megawatt.
Gagasan menggunakan reaktor nuklir sebagai sumber energi di Bulan bukan hal baru. Pada 2022, NASA memberikan tiga kontrak senilai $5 juta kepada perusahaan untuk merancang reaktor. Sementara pada Mei tahun ini, Tiongkok dan Rusia mengumumkan rencana membangun pembangkit listrik nuklir otomatis di Bulan pada 2035.
Banyak ilmuwan sepakat bahwa ini mungkin satu-satunya cara untuk menyediakan energi terus-menerus di permukaan Bulan. Satu hari di Bulan setara dengan empat minggu di Bumi, terdiri dari dua minggu sinar matahari terus-menerus dan dua minggu kegelapan, yang menyulitkan ketergantungan pada tenaga surya.
CNSA/CLEP
Tiongkok menanam bendera di Bulan dalam misi Chang’e-5 pada 2020
"Membangun habitat lunar sederhana sekalipun untuk kru kecil membutuhkan pembangkit energi skala megawatt. Panel surya dan baterai saja tidak dapat memenuhi kebutuhan itu," jelas Dr. Sungwoo Lim, dosen senior di bidang aplikasi ruang angkasa di Universitas Surrey. "Energi nuklir bukan hanya diinginkan, tapi tak terhindarkan," tambahnya.
Profesor Lionel Wilson dari Lancaster University meyakini bahwa secara teknis mungkin menempatkan reaktor di Bulan pada 2030 "dengan komitmen dana yang cukup." Ia menegaskan bahwa desain reaktor kecil sudah ada. "Tinggal masalah cukupnya peluncuran Artemis untuk membangun infrastruktur di Bulan," ujarnya, merujuk pada program Artemis NASA yang bertujuan mengirim manusia dan peralatan ke Bulan.
Namun, ada kekhawatiran soal keamanan. "Meluncurkan material radioaktif melalui atmosfer Bumi menimbulkan risiko. Dibutuhkan lisensi khusus, tapi bukan hal mustahil," kata Dr. Simeon Barber, ahli sains planet di Open University.
Instruksi Duffy mengejutkan mengingat turbulensi di NASA setelah pemerintahan Trump memotong anggaran NASA sebesar 24% pada 2026, termasuk pemangkasan program sains penting seperti Mars Sample Return.
Ilmuwan juga curiga bahwa pengumuman ini didorong motif politik dalam perlombaan internasional baru ke Bulan. "Seolah kita kembali ke era kompetisi space race dulu, yang dari perspektif sains agak mengecewakan," kata Dr. Barber. "Kompetisi bisa memicu inovasi, tapi jika fokusnya sempit pada kepentingan nasional dan klaim kepemilikan, gambaran besar seperti eksplorasi tata surya bisa terabaikan."
Komentar Duffy tentang kemungkinan Tiongkok dan Rusia "mendeklarasikan zona larangan" di Bulan tampaknya merujuk pada Artemis Accords. Pada 2020, tujuh negara menandatangani perjanjian ini untuk menetapkan prinsip kerja sama di permukaan Bulan, termasuk pembentukan safety zones di sekitar aset yang dibangun.
"Jika Anda membangun reaktor nuklir atau pangkalan di Bulan, Anda bisa mengklaim zona aman di sekitarnya," jelas Dr. Barber. "Bagi sebagian orang, ini seperti berkata, ‘Kami punya bagian Bulan ini, kami beroperasi di sini, dan kalian tak boleh masuk.’"
Namun, masih banyak tantangan sebelum reaktor nuklir bisa digunakan di Bulan. Misi Artemis 3 NASA bertujuan mendaratkan manusia di Bulan pada 2027, tapi mengalami banyak kendala dan ketidakpastian pendanaan.
"Jika ada tenaga nuklir untuk pangkalan, tapi tidak ada cara membawa manusia dan peralatan ke sana, itu tidak berguna," kata Barber. "Rencananya tampak belum terkoordinasi dengan baik saat ini."