Kelompok pro-Palestina, Freedom Flotilla Coalition (FFC), menyatakan bahwa pasukan Israel telah naik ke kapal yang berusaha mengirim bantuan makanan ke Jalur Gaza melalui laut.
Mereka mengatakan kapal Handala dicegat di perairan internasional.
Rekaman video yang beredar menunjukkan para aktivis di atas kapal dengan tangan terangkat sementara sejumlah prajurit bersenjata menguasai kapal itu.
Kementerian Luar Negeri Israel menyatakan bahwa angkatan laut mereka menghentikan kapal tersebut “karena berusaha memasuki zona maritim di pesisir Gaza secara ilegal” dan melanggar blokade setempat.
Mereka menambahkan bahwa kapal “sedang menuju pantai Israel dengan aman” dan “semua penumpang dalam keadaan selamat.”
Dalam pernyataan di X, kementerian itu menyebut bahwa “upaya tak sah untuk menerobos blokade berbahaya, melanggar hukum, dan merusak upaya kemanusiaan yang sedang berlangsung.”
Tidak ada rincian lebih lanjut soal lokasi kapal tersebut dicegat.
Sementara itu, FFC menyebut 19 aktivis dan dua jurnalis dari berbagai negara—termasuk Australia, Prancis, Inggris, dan AS—di kapal Handala “diculik” oleh tentara Israel.
Kelompok itu juga membagikan sejumlah video di mana awak kapal mendesak masyarakat dunia untuk menekan pemerintah masing-masing agar “menjatuhkan sanksi” pada Israel.
Salah satu aktivis FFC menyebut kapal tersebut membawa susu formula bayi ke Gaza dalam unggahan di media sosial.
Pada Juni lalu, sebuah kapal dengan 12 aktivis—termasuk Greta Thunberg dari Swedia—dicegat militer Israel sekitar 185 km di barat Gaza.
Ekspedisi itu, juga diorganisir FFC, bertujuan mengirim bantuan ke Gaza sebagai perlawanan terhadap blokade Israel dan menyoroti krisis kemanusiaan di sana.
Saat itu, Kementerian Luar Negeri Israel menganggapnya sebagai “kapal selfie” yang hanya membawa “bantuan kurang dari satu truk.” Mereka menyatakan bantuan di kapal FFC—termasuk susu formula dan obat-obatan—akan dikirim ke Gaza “melalui saluran kemanusiaan yang sesungguhnya.”
Israel dan Mesir mulai memberlakukan blokade terhadap Gaza setelah Hamas mengambil alih kekuasaan pada 2007 dengan menggulingkan rivalnya, setahun setelah memenangkan pemilu legislatif.
Israel menghentikan semua pengiriman bantuan kemanusiaan dan pasokan komersial ke Gaza pada 2 Maret, lalu melanjutkan serangan militer dua minggu kemudian—meruntuhkan gencatan senjata dua bulan dengan Hamas.
Sejak itu, Israel memprioritaskan distribusi bantuan melalui Gaza Humanitarian Foundation, yang didukung bersama AS.
PBB dan kelompok bantuan lain menolak bekerja sama dengan sistem baru ini, menyatakan bahwa hal itu bertentangan dengan prinsip kemanusiaan netralitas, ketidakberpihakan, dan kemandirian.
Pada Minggu, militer Israel menyatakan telah melakukan airdrop bantuan kemanusiaan ke Gaza, setelah tekanan internasional selama berminggu-minggu dan krisis kelaparan yang semakin parah di wilayah Palestina.
Israel melancarkan operasi militer di Gaza sebagai respons atas serangan lintas batas yang dipimpin Hamas pada 7 Oktober 2023, di mana sekitar 1.200 orang tewas dan 251 lainnya disandera.
Setidaknya 59.676 orang tewas di Gaza sejak itu, menurut Kementerian Kesehatan yang dikendalikan Hamas.