Seperti Cerita Baru "Kura-Kura dan Kelinci":
Sekelompok insinyur perangkat lunak berpengalaman ikut eksperimen di mana mereka harus menyelesaikan tugas dengan bantuan alat AI. Seperti kelinci yang cepat, mereka berharap AI akan mempercepat kerja dan meningkatkan produktivitas. Tapi ternyata, teknologi ini malah memperlambat mereka. Pendekatan tanpa AI, seperti kura-kura dalam eksperimen ini, justru lebih cepat.
Hasil eksperimen ini, dipublikasikan dalam sebuah studi bulan ini, mengejutkan para pengembang dan penelitinya, Joel Becker dan Nate Rush dari organisasi penelitian teknologi METR.
Peneliti merekrut 16 pengembang dengan pengalaman rata-rata lima tahun untuk mengerjakan 246 tugas. Setengahnya menggunakan AI (seperti Cursor Pro atau Claude 3.5/3.7 Sonnet), setengahnya lagi dikerjakan sendiri.
Mereka memperkirakan AI akan mempersingkat waktu kerja hingga 24%. Tapi nyatanya, waktu tugas malah bertambah 19% saat pakai AI.
"Saya pikir produktivitas saya enggak terganggu saat pakai AI, tapi mungkin juga enggak sebantu yang saya kira atau malah menghambat," tulis Philipp Burckhardt, salah satu peserta, dalam blog.
Kenapa AI Memperlambat Pekerja?
Menurut studi, pengembang berpengalaman punya banyak konteks kerja yang tidak dimengerti AI. Mereka harus menyesuaikan solusi AI dengan kebutuhan proyek, dan menghabiskan waktu memperbaiki kode yang dihasilkan.
"Banyak pengembang bilang, meski hasil AI berguna, mereka butuh banyak waktu membersihkan kodenya biar cocok sama proyek," kata Rush.
Beberapa juga menghabiskan waktu menulis perintah untuk AI atau menunggu hasilnya.
Hasil ini bertentangan dengan janji AI bisa mengubah ekonomi, seperti peningkatan 15% PDB AS pada 2035 atau kenaikan produktivitas 25%. Tapi Becker dan Rush enggan membuat kesimpulan besar dari studi kecil ini.
Tujuan studi ini adalah mengingatkan agar kita lebih hati-hati dalam menerapkan AI, karena dampaknya belum sepenuhnya dipahami.
Dampak AI pada Produktivitas
Ekonom bilang penelitian METR sejalan dengan narasi soal AI dan produktivitas. AI mungkin mengurangi pekerjaan tingkat awal, tapi kurang efektif untuk pekerja berpengalaman.
"Kalau seseorang udah punya pengalaman lima tahun, mungkin enggak perlu dipaksa pakai AI kalau mereka udah efektif dengan cara lama," kata Anders Humlum dari Universitas Chicago.
Humlum juga meneliti dampak AI dan menemukan peningkatan produktivitas hanya 3% pada pekerja di Denmark. Ini mendukung pendapat ekonom MIT Daron Acemoglu yang bilang pasar terlalu berlebihan menilai manfaat AI.
"Kalau terburu-buru otomatiskan semuanya, perusahaan cuma buang waktu tanpa dapat manfaat produktivitas," tulis Acemoglu.
Studi ini menunjukkan pentingnya pertimbangan matang sebelum menerapkan AI. Penelitian sebelumnya tentang produktivitas AI melihat data yang dilaporkan sendiri atau tugas spesifik dan terbatas, tapi data tantangan dari pekerja terampil yang pakai teknologi ini bikin situasi lebih rumit.
"Di dunia nyata, banyak tugas tidak semudah cuma ngetik di ChatGPT," kata Humlum. "Banyak ahli punya pengalaman yang sangat berguna, dan kita tidak boleh mengabaikan itu atau melupakan keahlian berharga yg udah dikumpulkan."
"Ini jadi pengingat bagus buat berhati-hati kapan harus pakai alat-alat ini," tambahnya.