Jakarta (ANTARA) – Pemerintah Indonesia memperkirakan kerugian negara mencapai Rp2 triliun (lebih dari US$123 juta) per tahun akibat praktik pencampuran beras bersubsidi dengan beras premium.
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengungkapkan pada Senin bahwa metode ini melibatkan pencampuran 80% beras subsidi dengan 20% beras premium, lalu dijual dengan harga pasar lebih tinggi tanpa pengawasan yang tepat.
Dia menjelaskan, beras subsidi dalam program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) seharusnya dijual dengan harga terjangkau, dengan subsidi mengurangi harga Rp1.500 hingga Rp2.000 per kilogram. Namun, banyak dari beras ini tidak sampai ke penerima yang seharusnya.
Sulaiman memperkirakan sekitar 1 juta ton beras subsidi dicampur dan dijual secara tidak benar, memungkinkan pelaku mendapat untung dari selisih harga—hingga menyebabkan kerugian negara Rp2 triliun tiap tahun.
“Mereka menampilkan beras yang cuma 20% premium, dicampur dengan 80% stok subsidi. Ini menyebabkan kerugian Rp2 triliun per tahun,” katanya.
Dia juga mencatat masalah ini makin parah ketika beras SPHP didistribusikan saat musim panen, yang menekan harga petani dan mengganggu pasar beras karena pihak ketiga bisa mengeksploitasi rantai pasok.
Sulaiman mengatakan Satgas Pangan telah melakukan penyelidikan lapangan dan mendorong pengawasan lebih ketat untuk mencegah terulangnya kasus ini.
Menurutnya, beras SPHP sering dikeluarkan dari kemasan asli, dikemas ulang, dan dijual sebagai beras medium atau premium—melanggar standar distribusi.
Pemerintah meminta semua distributor beras mematuhi aturan untuk beras subsidi. Sanksi hukum akan diberikan pada pelanggar, Sulaiman memperingatkan.
Berita terkait: Indonesia tandai 212 merek beras karena pelanggaran
Berita terkait: Pemerintah pastikan ekspor beras ke Malaysia, stok aman
Penerjemah: Muhammad Harianto, Resinta Sulistiyandari
Editor: Anton Santoso
Hak Cipta © ANTARA 2025