Dror Berman adalah pendiri Innovation Endeavors, perusahaan modal ventura yang mengelola dana $2 miliar. Dia mendirikannya bersama mantan CEO Google, Eric Schmidt.
Saat kecil di tahun 80-an, aku terpesona sama Star Trek, khususnya ide perjalanan lebih cepat dari cahaya. Itu cuma khayalan, tapi bikin aku percaya dengan teknologi yang tepat, bahkan hukum fisika bisa diubah. Aku belajar komputer dan bioinformatika, berharap bisa bantu membangun mesin masa depan.
Sekarang, kita udah hidup di masa depan itu—bahkan lebih. AI nggak datang diam-diam. Ia meledak, mengubah industri, menghapus aturan lama, dan menghancurkan keunggulan yang dibangun puluhan tahun. Kita bukan cuma berakselerasi, kita udah sampai di kecepatan maksimal. Paradoksnya, makin kuat AI, makin berharga kreativitas, empati, dan koneksi manusia. Jadi manusia adalah keunggulan kita.
Dari kecepatan linear ke gila-gilaan
Tahun 2018, aku percaya gabungan sensor, komputasi, dan robotik bakal memadatkan kemajuan puluhan tahun jadi hanya beberapa tahun. Ternyata aku terlalu konservatif. Sekarang percepatannya eksponensial. AI nggak cuma analisis data, ia bisa lihat apa yang kita nggak bisa.
Kemampuan AI berkembang 100x dalam 2 tahun, bisa proses kode besar atau simulasi alur kerja dalam detik. Biaya menjalankan model besar turun 1.000x, bikin teknologi yang dulu cuma di lab sekarang bisa dipakai developer tunggal.
Lalu muncul agentic AI—asisten digital yang nggak cuma jawab perintah, tapi riset, berpikir, dan eksekusi proyek sendiri. Ketika engineer top bilang mereka udah berhenti ngoding karena AI-nya terlalu bagus, awalnya kupikir becanda. Ternyata serius.
Dan ini baru awal. Model video terbaru Google, VEO3, bisa buat visual begitu realistis sampai susah bedain dengan aslinya. Kita nggak maju perlahan—kita loncat industri. Setiap kali kamu nemuin tanah kokoh, ia berubah lagi.
Kelangkaan di dunia berlimpah
Banyak yang bilang AI bawa kelimpahan. Tapi anehnya, kemampuan AI terkuat justru mulai langka. Komputasi, energi, dan jaringan—infrastruktur yang AI butuhkan—nggak bisa tumbuh secepat permintaan.
Sudah kelihatan: orang yang dulu nggak mau bayar $10/bulan untuk software, sekarang rela bayar $200+ untuk alat AI premium. Harganya masih disubsidi oleh ambisi pertumbuhan. Begitu perusahaan fokus ke profit dan naikin harga, banyak yang tetap bayar. Kenapa? Karena nilainya nyata.
Artinya, kecerdasan sendiri mulai terstratifikasi. Dalam 3-5 tahun ke depan, AI terbaik nggak bakal untuk semua orang. Ia bakal jadi kemewahan. Ini mengubah ekonomi pengetahuan sepenuhnya.
Seni vs. sains terbalik
Ketika AI serap pekerjaan teknis, pertimbangan manusia jadi keunggulan terakhir. Dulu, skill teknis adalah segalanya. Sekarang, AI bisa replikasi itu dalam sekejap.
Tapi AI nggak tahu masalah apa yang harus dipecahkan. Ia nggak bisa prediksi apa yang bakal disukai. Ia nggak bisa baca suasana. Itu ranah manusia: eksekutif yang tahu kapan harus berubah, pendiri yang rasakan product-market fit sebelum metrik muncul, pembicara yang gerakkan audiens, pemimpin yang dapat kepercayaan dalam satu percakapan. Ini bukan kode—ini kejelasan manusia.
Perubahan ini membalik hierarki nilai. Skill yang dulu digaji tinggi sekarang jadi komoditas. Yang nggak bisa diganti adalah pertimbangan, hasil dari ribuan keputusan ambigu. Mereka yang andalkan pengalaman dan intuisi bakal jadi pemain kunci. Sisanya bisa jadi sekadar middleware, antarmuka manusia di antara mesin AI—kecuali mereka temukan lagi keunggulannya.
Keharusan kecepatan
Di lanskap baru ini, kecepatan adalah satu-satunya keunggulan bertahan. Kemampuan AI berkembang tiap bulan. Asumsi pasar hancur tiap kuartal. Disrupsi sekarang datang dari tim 2 orang pakai teknologi terbaru, yang bergerak lebih cepat dari perusahaan besar.
Udah terjadi. GitHub Copilot, alat developer yang dulu heboh, cepat tersalip startup seperti Augment Code. Mereka bergerak lebih cepat, tinggalkan paradigma coding lama, dan bikin solusi baru. Saat pesaing bereaksi, pasar udah berubah.
Kecepatan bukan bonus lagi. Ia jadi kebutuhan bertahan. Perusahaan yang bisa ambil keputusan besar dalam hari—bukan kuartal—bakal bertahan.
Keunggulan manusia di era AI
Ini bukan cuma siklus teknologi lain. Cloud, mobile, crypto—itu ubah cara kita akses informasi. Revolusi AI ubah cara kita putuskan dan bertindak. Ia bentuk ulang kekuatan ekonomi berdasarkan akses komputasi, dan ironisnya, meninggikan nilai wawasan manusia yang unik.
Bagi pemimpin, artinya prioritaskan kreativitas, intuisi, dan koneksi manusia di atas skill teknis hafalan. Bagi investor, artinya dukung pendiri yang cepat bergerak dan punya insting bagus. Bagi yang lain, ini wake-up call: mesin bisa koding, nulis, dan berpikir. Tapi mereka nggak bisa jadi manusia.
Itu bukan kelemahan. Itu yang bikin kita nggak tergantikan.
Pendapat di atas adalah pandangan penulis dan belum tentu mencerminkan pendapat Fortune.