Sebagai uskup di Peru, Robert Prevost sering mencari mobil bekas yang bisa dibeli murah dan diperbaiki sendiri untuk dipakai di paroki-paroki di keuskupannya. Untuk mobil yang rusak parah, dia nonton video di YouTube buat belajar cara memperbaikinya.
Cara berpikir “apa adanya” dan suka memperbaiki sendiri ini mungkin berguna buat Paus Leo XIV saat menghadapi tantangan besar sebagai paus: defisit struktural Vatikan yang kronis sebesar 50-60 juta euro ($57-68 juta), kekurangan dana pensiun 1 miliar euro ($1.14 miliar), dan sumbangan yang menurun. Semua ini jadi ancaman serius buat pemerintahan pusat Gereja Katolik yang punya 1.4 miliar umat.
Sebagai lulusan matematik asal Chicago, ahli hukum gereja, dan dua kali jadi pemimpin Ordo Augustinian global, Paus yang berusia 69 tahun ini mungkin bisa baca laporan keuangan dan pahami finansial Vatikan yang rumit dan sering skandal. Tapi apakah dia bisa ubah budaya keuangan Vatikan, lanjutkan reformasi Paus Fransiskus, dan yakinkan donor bahwa uang mereka dipakai baik, itu cerita lain.
Leo udah punya satu keunggulan: dia orang Amerika. Donor AS udah lama jadi penyokong ekonomi Vatikan, dananya dipakai buat proyek amal Paus sampai renovasi Basilika St. Petrus. Terpilihnya Leo sebagai paus pertama dari AS bikin umat Katolik AS semangat lagi, setelah sebelumnya banyak yang males nyumbang gara-gara kasus korupsi dan salah urus di Vatikan.
“Pemilihan paus dari AS bakal bikin donor lebih percaya bahwa uang mereka diurus dengan prinsip Amerika, terutama transparansi,” kata Pastor Roger Landry, direktur Pontifical Mission Societies, organisasi penggalangan dana Vatikan di AS.
“Jadi ada harapan besar bahwa kedermawanan orang AS bakal dihargai dan diurus dengan baik,” lanjutnya. “Ini gak selalu terjadi, apalagi akhir-akhir ini.”
Reformasi dan Tugas yang Belum Selesai
Paus Fransiskus terpilih tahun 2013 dengan misi reformasi finansial Vatikan yang gak transparan. Dia bikin kemajuan selama 12 tahun, terutama di aturan. Dengan bantuan Kardinal George Pell dari Australia, Fransiskus bikin kementerian ekonomi dan dewan ahli buat awasi keuangan Vatikan, dan paksa birokrasi yang didominasi Italia ikut standar akuntansi internasional.
Tapi Fransiskus tinggalkan pekerjaan rumah. Kekurangan dana pensiun 1 miliar euro yang diperingatkan Pell masih belum beres, meski Fransiskus udah rencanakan reformasi. Defisit struktural juga terus berlanjut, dengan Vatikan catat defisit 83.5 juta euro ($95 juta) di 2023.
Ada tanda-tanda reformasi Fransiskus gak bertahan. Sekretariat Negara yang sama yang dihukum karena kasus properti London malah jadi ketua komisi penggalangan dana baru. Komisi ini cuma berisi pejabat Vatikan dari Italia tanpa keahlian fundraising dan tanpa pengawasan eksternal.
“Komisi ini kayak Sekretariat Negara ambil kesempatan saat Paus sakit buat dapet sumbangan baru,” kata salah satu pengamat Vatikan.
“Gak ada orang Amerika di komisi itu. Bagus kalo ada perwakilan dari Eropa, Asia, Afrika, dan AS,” kata Ward Fitzgerald, presiden The Papal Foundation, organisasi donor kaya AS yang udah kasih $250 juta buat proyek amal Paus.
Fitzgerald bilang donor AS, terutama generasi muda, mau transparansi dan akuntabilitas. Mereka juga tahu ada banyak lembaga Katolik di luar Vatikan yang lebih transparan.
“Kita mau lihat transparansi dulu sebelum mulai selesaikan masalah,” katanya.
Kepala yang Paham Angka dan Fundraising
Fransiskus pindahkan Prevost ke Keuskupan Chiclayo, Peru, tahun 2014. Di sana, Prevost rajin galang dana, makanan, dan barang-barang buat yang paling butuh. Dia bikin bank makanan dan bantu migran Venezuela yang lari dari krisis ekonomi negara mereka.
Pas pandemi COVID-19, Prevost galang dana buat bangun pabrik oksigen. Saat banjir besar di 2023, dia sendiri anter makanan ke korban.
Setelah terpilih jadi Paus tanggal 8 Mei, video Prevost pakai sepatu boot berdiri di jalan banjir buat kampanye “Peru Give a Hand” jadi viral.
Pastor Jorge Millán, yang tinggal sama Prevost hampir 10 tahun, bilang Prevost punya pikiran matematis dan suka cari mobil bekas buat dipakai di keuskupan. Kalo gak bisa perbaiki mobil sendiri, Prevost cari solusi di YouTube.
Sebelum ke Peru, Prevost dua kali jadi pemimpin Ordo Augustinian global. Dia awasi anggaran dan strategi investasi markas ordo di Roma, kata Pastor Franz Klein, ekonom ordo itu.
Prevost juga bantu dirikan yayasan “Augustinians in the World” buat bantu provinsi miskin. Di akhir 2023, yayasan ini punya aset 994.000 euro ($1.13 juta) dan danai proyek mandiri di Afrika, termasuk pusat rehabilitasi buat mantan anak prajurit di Kongo.
“Dia sangat paham angka. Saya gak khawatir soal keuangan Vatikan selama dia memimpin,” kata Klein.
Cerita ini pertama kali muncul di Fortune.com