Penerapan AI dalam bisnis udah mencapai titik kritis. UBS pakai analis riset virtual buat kasih penjelasan ke staf tentang tren pasar. CEO Anthropic bilang AI bakal hapus setengah pekerjaan entry-level buat karyawan kantoran dalam 1-5 tahun, dengan PHK besar dari perusahaan kayak IBM, Microsoft, Google, dll. Laba Nvidia melonjak minggu lalu, meskipun politisi Steve Bannon ngingetin kalo gangguan kerja karena AI bakal jadi isu besar di pemilu AS 2028.
Gw yakin dia bener, soalnya riset baru tunjukin kalo pengangguran muda makin tinggi mungkin karena AI. Kita udah tahu bakal ada perubahan, tapi sekarang rasanya makin jelas. Sektor kayak keuangan, kesehatan, software, dan media jadi pusat perubahan ini, termasuk bagian penjualan & pemasaran. Tapi secara lokasi, AS yang bergerak paling cepat, dan ini bisa bantu bisnis Amerika meskipun juga bikin ketegangan politik & sosial.
Bisnis AS emang selalu lebih maju soal teknologi. Mereka ngeluarin lebih banyak duit buat riset & pengembangan teknologi, plus investasi di modal intangible kayak desain industri, inovasi, struktur organisasi, dan data—itu sebabnya produktivitas AS ngalahin Eropa sejak 1990-an pas internet muncul. Produktivitas mereka naik lagi di 2000-an berkat iPhone dan ekonomi aplikasi.
AS juga unggul di investasi AI. Di 2024, pengeluaran swasta buat AI di AS capai $109 miliar—12 kali lipat dari China ($9,3 miliar) dan 24 kali Inggris ($4,5 miliar). Menurut Stanford, AS udah bikin 40 model AI penting, jauh lebih banyak dari China (15) dan Eropa (cuma 3).
"AS nggak cuma sedikit lebih unggul di AI," kata Jim Clark, pendiri The Future of Employment and Income Institute. "Mereka udah jauh meninggalkan yang lain. Eropa malah stuck: pasar terpecah, belanja teknologi lambat, regulasi ketat, dan lebih banyak kehati-hatian daripada inovasi."
Banyak perusahaan mempercepat rencana pakai AI musim panas ini. Dari ngobrol sama eksekutif, gw rasa pekerja mulai pake AI bukan cuma buat tanya jawab simpel, tapi juga riset & analisis kompleks—di situlah produktivitas bakal naik signifikan.
Rancangan anggaran Donald Trump juga bikin aturan supaya negara bagian nggak bisa ngatur AI sendiri. Ini mungkin bikin perusahaan AS lebih gampang menerapkan AI dibanding Eropa, yang bisa bikin kesenjangan produktivitas lagi kayak di tahun 1990-an.
AS punya banyak keunggulan struktural buat AI: pasar tenaga kerja fleksibel, banyak modal dari perusahaan teknologi, ekosistem startup yang cepat, dan regulasi yang nggak terlalu menghalangi. "Semua ini lagi dipake sekarang, terutama sama perusahaan AS yang punya skala besar dan budaya inovasi," kata Clark.
Lonjakan AI di AS bahkan nggak terjadi di China, meskipun ada DeepSeek yang mengubah pandangan soal kepemimpinan AS di AI—terutama dengan pendekatan open-source. Gw ngobrol sama investor teknologi Kai-Fu Lee, yang bisnisnya di China bikin aplikasi pake model algoritma DeepSeek dan dipasarkan global.
Ketenaran DeepSeek tunjukin kerentanan dalam pemisahan teknologi AS-China. Pemerintah AS mungkin bisa kontrol ekspor chip, tapi susah banget ngehentikan orang pake model open-source atau download aplikasi AI. Ini mungkin untungin China sebagai pemimpin teknologi open-source.
Tapi, kayak kata Lee (penulis AI Superpowers), perusahaan China jago bikin aplikasi AI buat konsumen, tapi belanja korporat masih jauh di belakang AS. "Perusahaan China belum biasa bayar jutaan dolar buat software."
Siapa pun yang menang, penerapan AI bakal ningkatin produktivitas dan ekonomi. AI jadi salah satu hal positif buat keuntungan perusahaan AS dan alasan investor buat tetap pegang saham mereka.
Tapi kecepatan perubahan AI juga bisa bikin resistensi dari pekerja kantoran—survei tunjukin publik mau penerapannya diperlambat. Studi Oxford Economics bilang pengangguran lulusan kuliah sebagian karena diganti sama AI. Ini bisa pengaruh pertumbuhan ekonomi kalo anak muda nggak mampu beli barang atau bayar sewa. Teknologi bisa memberi, tapi juga bisa ambil.