“MultiVersus” Menunjukkan Batas Daya Tarik Crossover IP

Akhir pekan ini menandai berakhirnya era singkat namun aneh: MultiVersus, sebuah game pertarungan platform yang menampilkan berbagai karakter Warner Bros., telah ditutup. Game ini awalnya diharapkan bisa menjadi pesaing Super Smash Bros., namun setelah awal yang menjanjikan, WB memutuskan untuk menghentikannya sekitar setahun setelah peluncuran penuh.

Fakta bahwa MultiVersus mati sebenarnya nggak mengejutkan akhir-akhir ini; pertengahan 2020-an diwarnai dengan gelombang game multiplayer yang ditutup atau kehilangan dukungan tak lama setelah rilis. Babylon’s Fall, Crossfire X, Gundam Evolution, dan Suicide Squad: Kill the Justice League hanyalah beberapa contoh. Tapi tergantung siapa yang ditanya, game pertarungan platform Player First ini punya banyak pihak yang bisa disalahkan. Ada yang bilang karena monetisasi yang berlebihan, ada juga yang menyalahkan perbedaan gameplay antara open beta setahun dan rilis versi 1.0 di 2024.

Player First Games/WB

Beberapa orang berpendapat masalah utamanya adalah roster karakter; WB memiliki banyak IP, dan jelas tujuannya adalah memilih karakter yang bisa menarik semua orang. Tapi, cakupannya terlalu luas: selain tokoh A-list seperti Batman atau LeBron James (serius), ada juga karakter yang bisa dibilang B atau C-list seperti Gremlins atau figuran dari Adventure Time. Bagi penggemar game pertarungan, Player First merugikan game ini dengan tidak menyertakan bintang DC lain (seperti Flash, Robin, dll.) atau tokoh ikonik Cartoon Network seperti Ben 10, Gumball, dan Dexter. Memang benar—pasti banyak yang rela bayar buat main sebagai Ben 10 muda, berubah jadi Rath, lalu menghajar Superman—tapi masalah terbesarnya adalah konsep dasar Multiversus sudah nggak istimewa lagi.

Dulu, crossover antar-IP terasa seperti kejutan yang nyata. Generasi 90-an mungkin masih ingat Jimmy/Timmy Power Hour, Kim Possible bertemu Lilo & Stitch, atau Billy and Mandy berbaur dengan Kids Next Door. Nilai lebihnya adalah kelangkaannya: Jimmy/Timmy cuma jadi trilogi tahunan, sisanya muncul sebentar lalu hilang. Di era 2020-an, hal itu nggak berlaku lagi. Studio seperti WB dan Disney ingin setiap pertemuan karakter terasa besar dan menarik, hingga kejutannya hilang. Tentu saja WB ingin menyatukan IP-nya—separuh film Space Jam: A New Legacy bahkan terasa seperti episode Rick & Morty yang memaksakan konsep ini.

MEMBACA  Fitur iPhone 16 yang diduga ini akan menjadi kejeniusan murni atau mimpi buruk ergonomis

Sebelum dan selama MultiVersus hidup, kita sudah melihat Batman dan Marvel masuk ke Fortnite, karakter horor muncul di Mortal Kombat, berburu monster sebagai Aloy atau Geralt of Rivia, hingga berkelahi di jalanan sebagai Teenage Mutant Ninja Turtles dan hero Overwatch. Dua game Call of Duty terakhir bahkan menambahkan Turtles, tentara Squid Game, bintang WWE, dan Paul Atreides sebagai DLC berbayar. Banyak yang membeli, tapi sama banyaknya yang merasa skins berbasis IP ini keterlaluan dan malah merusak game. Kabarnya Activision akan lebih menahan diri kedepan, tapi intinya, pemain udah nggak terlalu tertarik melihat karakter favorit mereka saling bunuh.

Player First Games/WB

Seperti Suicide Squad sebelumnya, MultiVersus akhirnya jadi korban keinginan WB memaksakan diri masuk ke pasar demi uang. Sayangnya, Player First yang paling kena dampak—setelah peluncuran game, WB membeli studio itu, dan sekarang ikut ditutup bersama game-nya. Sementara itu, crossover masih terus terjadi: DC sebentar lagi akan berkolaborasi dengan Marvel setelah 20 tahun, dan NetherRealm kemungkinan akan memasukkan karakter IP lain di proyek berikutnya, yang banyak diduga sebagai Injustice 3. Sama seperti angka yang harus terus naik, crossover akan terus ada sampai nggak ada dunia