Pemerintah AS dan Google Berhadapan dalam Kasus Monopoli Pencarian | Berita Teknologi

Google Kembali ke Pengadilan Federal untuk Hadapi Upaya DOJ

Google kembali menghadapi pengadilan federal untuk menangkis upaya Departemen Kehakiman AS (DOJ) yang berusaha menjatuhkan kerajaan internetnya, sementara perusahaan ini juga tengah menghadapi perubahan besar menuju kecerdasan buatan (AI) yang berpotensi menggerogoti kekuatannya.

Pada Jumat lalu, ancaman hukum dan teknologi terhadap Google menjadi sorotan utama dalam argumen penutupan persidangan. Kasus ini akan menentukan perubahan yang harus dijalankan Google setelah hakim distrik AS, Amit Mehta, tahun lalu menyatakan mesin pencarinya sebagai monopoli ilegal.

Dengan bukti-bukti yang diajukan dalam sidang selama tiga pekan, pengacara DOJ berusaha meyakinkan Mehta untuk memerintahkan perubahan radikal, termasuk larangan bagi Google membayar agar mesin pencarinya menjadi default di perangkat pintar dan memaksa perusahaan menjual browser Chrome.

Pengacara Google berargumen bahwa hanya sedikit konsesi yang diperlukan, apalagi gejolak akibat kemajuan AI telah mengubah lanskap pencarian. Startup AI seperti OpenAI dan Perplexity meluncurkan alternatif pencarian berbasis percakapan, berharap kasus DOJ yang sudah berjalan 4,5 tahun ini memberi mereka keunggulan di era teknologi berikutnya.

Mehta mengajukan pertanyaan mendalam kepada kedua belah pihak, memberi isyarat bahwa ia mencari jalan tengah di antara solusi yang diajukan. "Kami tidak ingin melumpuhkan Google," katanya, menambahkan tujuannya adalah memicu kemampuan pesaing untuk menantang dominasi raksasa pencarian ini.

Setelah argumen penutupan seharian, Mehta akan mempertimbangkan keputusannya selama beberapa bulan ke depan, rencananya sebelum Labor Day (1 September). Google sudah berjanji akan mengajukan banding atas putusan yang mencap mesin pencarinya sebagai monopoli—langkah yang baru bisa dilakukan setelah hakim menetapkan solusi.

AI sebagai Titik Balik

Meski kedua pihak sepakat AI adalah titik balik bagi industri, mereka berbeda pandangan soal dampaknya terhadap Google.

MEMBACA  Hamas Diduga Akan Membuang, Bukan Mengambil, Jasad Sandera dengan Bulldozer

DOJ berpendapat teknologi AI sendiri tak akan membendung kekuatan Google, sehingga perlu pembatasan hukum tambahan pada mesin pencari yang jadi alasan utama induknya, Alphabet Inc, bernilai $2 triliun.

Mehta mengaku masih ragu seberapa besar potensi AI mengubah pasar pencarian harus dimasukkan dalam putusannya. "Ini yang masih saya pikirkan," ujarnya di awal sidang.

Jaksa David Dahlquist mendesak hakim membuat solusi visioner yang membuka pasar pencarian untuk persaingan, sekaligus mencegah Google memanfaatkan monopoli pencariannya untuk keuntungan tidak adil di lomba AI.

Google sudah menggunakan AI untuk mengubah mesin pencarinya jadi answer engine, upaya yang sejauh ini berhasil mempertahankan posisinya sebagai gerbang utama internet meski ada saingan seperti OpenAI dan Perplexity.

DOJ berargumen pemisahan Chrome—yang dibangun CEO Google Sundar Pichai hampir 20 tahun lalu—akan jadi langkah efektif mencegah Google mengumpulkan lalu lintas browser dan data pribadi dalam jumlah besar untuk mempertahankan dominasinya di era AI.

Eksekutif OpenAI dan Perplexity bulan lalu bersaksi bahwa mereka akan tertarik membeli Chrome jika Mehta memerintahkan penjualannya.

Pengacara Google, John Schmidtlein, menyarankan perusahaan AI sebaiknya "fokus pada produk sendiri" alih-alih meminta akses tidak adil ke inovasi Google.

Dampak ke Industri Lain

Perdebatan soal nasib Google juga melibatkan Apple, pengembang app, akademisi hukum, dan startup.

Apple—yang mendapat lebih dari $20 miliar per tahun agar Google jadi mesin pencari default di iPhone—mengajukan brief menentang larangan 10 tahun DOJ atas perjanjian menguntungkan itu.

Apple menyatakan larangan tersebut akan menghilangkan pendapatan yang dialokasikan untuk risetnya, dan justru bisa membuat Google lebih kuat karena pengguna tetap memilih mesin pencarinya. Perusahaan asal Cupertino itu juga menegaskan larangan tak akan memicunya membuat mesin pencari sendiri.

MEMBACA  7 Racun Serangga Terbaik yang Kami Uji dan Tinjau

Sebuah kelompok akademisi hukum menyatakan pemisahan Chrome yang diusulkan DOJ adalah hukuman tidak tepat yang mencampuri urusan bisnis perusahaan.

Sementara itu, mantan pejabat FTC James Cooper dan Andrew Stivers memperingatkan bahwa proposal lain—yang mewajibkan Google berbagi data dengan pesaing—tidak mempertimbangkan ekspektasi pengguna soal privasi dan keamanan data mereka.

App Association, yang mewakili pengembang perangkat lunak kecil, juga menyarankan Mehta menolak perubahan DOJ karena efek berantainya di industri teknologi.

"Membatasi Google seperti yang diinginkan DOJ akan menyulitkan startup mencapai tujuan diakuisisi," tulis mereka. "Para pengembang akan diliputi ketidakpastian jika Google dibongkar."