Sebuah provinsi baru di utara untuk menjaga kedaulatan Indonesia

Alunan musik Melayu mengiringi kedatangan Gubernur Kepulauan Riau Ansar Ahmad ke Gedung Sri Serindit di kabupaten Natuna pada 23 April.

Di dalam gedung tersebut, ratusan warga dalam busana adat menyambutnya dengan senyuman dan jabat tangan, menaruh harapan untuk kemajuan wilayah mereka di tangan pemimpin mereka.

Ahmad didampingi oleh Rifqinizamy Karsayuda, Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Kunjungan mereka bukanlah seremonial atau rekreasi—mengusung tujuan strategis: untuk mengumpulkan pendapat publik tentang dorongan yang semakin kuat untuk membentuk provinsi khusus yang mencakup kabupaten Natuna dan Anambas, yang dianggap sebagai wilayah paling utara Indonesia.

Partisipasi mereka dalam diskusi publik pada hari itu menunjukkan seberapa dalam akarnya gagasan ekspansi wilayah telah menjadi di kalangan penduduk setempat.

Banyak warga percaya bahwa pembentukan provinsi mandiri akan memperkuat kedaulatan Indonesia atas wilayah-wilayah terluar ini.

Sebagai tanggapan, pemerintah daerah dan warga telah mendukung proposal tersebut. Mereka melihatnya sebagai langkah administratif strategis untuk melindungi integritas teritorial Indonesia di perairan Natuna, bagian dari Laut Cina Selatan—suatu daerah yang dipenuhi dengan kepentingan yang bersaing dari negara-negara tetangga di Asia Tenggara dan China.

Pemimpin kunci dari kedua kabupaten telah membentuk badan khusus untuk memajukan gagasan “Provinsi Khusus Kepulauan Natuna-Anambas.”

Pendukung berpendapat bahwa status provinsi akan memungkinkan perhatian pemerintah pusat yang lebih besar, memperkuat keamanan, dan mencegah kapal-kapal asing penangkap ikan dan penjaga pantai untuk mengintrusi ke perairan Indonesia.

Sebuah sentimen umum adalah bahwa kedua kabupaten tersebut tertinggal karena ketergantungan mereka pada pemerintah pusat dan provinsi yang jauh untuk perencanaan, penganggaran, dan keputusan penting. Tantangan ini diperparah oleh keterpencilan geografis mereka—bukan hanya dari Jakarta tetapi juga dari Tanjungpinang, ibu kota Kepulauan Riau.

MEMBACA  Demokrat California setuju untuk menunda kenaikan upah minimum bagi pekerja kesehatan

Natuna terletak sekitar 800 kilometer dari Tanjungpinang. Satu-satunya penerbangan langsung—perjalanan 1,5 jam—hanya beroperasi dua kali seminggu, dengan tiket seharga minimal Rp1,3 juta (sekitar US$79).

Kapal feri, meski sedikit lebih murah, memakan waktu hingga dua malam dan melibatkan biaya tambahan untuk makanan dan penginapan. Para penumpang juga menghadapi gelombang tinggi, kadang-kadang mencapai sembilan meter, dan layanan berjalan hanya sekali setiap tiga hari.

Para pendukung berpendapat bahwa membentuk provinsi baru akan mempersingkat rantai administratif, memungkinkan Natuna dan Anambas untuk melaksanakan kebijakan dengan lebih efektif dan efisien.

Dukungan institusional berkembang

Proposal ekspansi telah mendapat dukungan resmi di dalam Kepulauan Riau.

Pada Juli 2023, ketika masih menjabat sebagai Bupati Natuna, Wan Siswandi mengeluarkan rekomendasi tertulis untuk provinsi baru. Awal tahun 2024, Gubernur Ahmad dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kepulauan Riau Imam Setiawan juga menandatangani dukungan mereka.

Dukungan mereka mengutip kedaulatan nasional dan kekhawatiran keamanan sebagai motivasi utama.

Berdasarkan Undang-Undang No. 23 Tahun 2014, sebuah provinsi otonom baru harus mencakup setidaknya lima kabupaten atau kota—membuat proposal Natuna-Anambas menjadi pengecualian. Namun Ahmad dan pemimpin lainnya berargumen bahwa kepentingan nasional harus membenarkan fleksibilitas dalam menerapkan persyaratan ini.

Karsayuda, yang berasal dari Kepulauan Riau, mengulangi sentimen ini, menekankan manfaat pertahanan yang diperkuat, percepatan pertumbuhan ekonomi, dan pengurangan disparitas di wilayah-wilayah terpencil.

Rasional ekonomi

Dengan 90% wilayahnya tertutup oleh air, provinsi Kepulauan Riau bergantung pada sumber daya kelautan. Namun, saat ini hanya mengoptimalkan sekitar 30% dari potensi tersebut—menghasilkan satu juta ton produk kelautan setiap tahun, sebagian besar bersumber dari perairan Natuna dan Anambas.

Pulau Serasan di Natuna juga menjadi tuan rumah pos lintas batas yang memainkan peran penting dalam memantau pergerakan barang dan orang antara Indonesia dan Malaysia.

MEMBACA  Mediobanca Berjanji Kembalikan $5,74 Miliar kepada Investor untuk Tangkal Tawaran MPS

Di samping itu, sebagian besar platform minyak di provinsi ini berlokasi di dekat Natuna dan Anambas. Pendapatan dari operasi-operasi ini dapat mendukung keberlanjutan ekonomi provinsi yang diusulkan.

Dengan kata lain, pemerintah pusat tidak perlu khawatir tentang kelayakan ekonomi.

Dengan dukungan kuat dari pemerintah daerah, lembaga legislatif, dan masyarakat—dan mempertimbangkan kedaulatan, keamanan, dan faktor ekonomi—bisa dikatakan bahwa Natuna dan Anambas memenuhi kriteria substansial untuk status provinsi.

Penting bagi pemerintah pusat untuk mengakui inisiatif ini bukan sebagai upaya untuk kekuasaan lokal, tetapi sebagai upaya yang sah untuk memperkuat kedaulatan dan mengurangi kesenjangan pembangunan di wilayah perbatasan yang strategis ini.

Membentuk provinsi baru untuk Natuna dan Anambas adalah solusi yang layak untuk dipertimbangkan secara serius.

Berita terkait: Kepulauan Riau didorong untuk mengembangkan koperasi desa berbasis perikanan

Berita terkait: Modifikasi cuaca Riau diperpanjang untuk mencegah kebakaran

Penerjemah: Muhammad N, Tegar Nurfitra
Editor: Anton Santoso
Hak cipta © ANTARA 2025