Singapura, (ANTARA/PRNewswire)- Inovasi rasa berkembang dengan cepat seiring pergeseran profil selera konsumen. Laporan “The Future of Flavours 2025” dari Mintel menyoroti tren-tren yang mendorong industri makanan dan minuman—dari naiknya selera petualangan dan pengaruh global hingga dampak kecerdasan buatan dan keberlanjutan pada pengembangan rasa.
Sekarang: Nafsu Makan yang Berkembang untuk Eksplorasi Rasa, Pengaruh Global, dan Keseimbangan Kesehatan dan Kenikmatan
Konsumen saat ini lebih berani daripada sebelumnya, ingin menemukan rasa baru sambil tetap menikmati favorit-favorit yang akrab. Di China, 40% konsumen mengatakan bahwa mereka “selalu mencari makanan/rasa baru untuk dicoba”, sementara 23% konsumen Korea Selatan membagi antusiasme ini.
Permintaan akan penemuan rasa membuka peluang bagi merek-merek untuk memperkenalkan rasa yang berani dan terinspirasi dari seluruh dunia. Minat pada rasa internasional semakin meningkat, dengan 34% konsumen Australia dan 33% konsumen Thailand menyatakan minat untuk mencoba rasa dari budaya lain. Pada saat yang sama, konsumen mengharapkan manfaat kesehatan fungsional tanpa mengorbankan kenikmatan, sehingga penting bagi merek-merek untuk menyeimbangkan inovasi rasa dengan formulasi yang berorientasi pada kesehatan.
Dua Tahun Mendatang: Meningkatkan Rasa, Menavigasi Antara Alami dan Buatan, dan Peran Berkembangnya Tekstur
Di masa depan yang dekat, penguat rasa akan memainkan peran penting dalam meningkatkan pengalaman makanan dan minuman. Mereka dapat memenuhi berbagai kebutuhan konsumen, termasuk mereka dengan gangguan pengecapan—area di mana inovasi masih terbatas. Faktor-faktor seperti kondisi kesehatan, obat-obatan, penuaan, dan bahkan COVID-19 dapat memengaruhi persepsi rasa, menciptakan peluang bagi merek-merek untuk mengatasi kesenjangan ini.
Debat mengenai rasa alami dan buatan masih berlanjut. Menurut penelitian Mintel, lebih dari sepertiga (34%) konsumen AS mengatakan klaim seperti “bebas dari perasa buatan” dan “bebas dari pewarna buatan” memengaruhi keputusan pembelian mereka. Merek-merek akan perlu menavigasi persepsi konsumen, pertimbangan biaya, tantangan keberlanjutan, dan persyaratan regulasi untuk menemukan keseimbangan yang tepat.
Sementara itu, inovasi tekstur menjadi semakin penting, dengan merek-merek menawarkan pengalaman multisensori untuk meningkatkan daya tarik produk. Sementara tekstur seperti kerontokan dapat menandakan kesehatan, mereka juga dapat dikaitkan dengan kenikmatan. Oleh karena itu, penggunaan tekstur secara strategis akan menjadi kunci.
Lima Tahun ke Depan dan Lebih Jauh: Keberlanjutan dan Inovasi Rasa yang Didorong oleh Kecerdasan Buatan
Melihat ke depan, keberlanjutan akan menjadi penggerak utama dalam pencarian dan produksi rasa. Dampak perubahan iklim akan memerlukan adopsi tanaman yang tahan terhadap perubahan iklim dan diversifikasi sumber bahan dari wilayah seperti Asia dan Afrika. Pergeseran ini sejalan dengan mindset konsumen yang lebih luas—melihat keberlanjutan sebagai masalah kesehatan publik dan sumber daya daripada hanya sebagai kekhawatiran lingkungan. Menurut laporan Global Outlook on Sustainability 2024-2025 dari Mintel, 46% konsumen India dan 30% konsumen Jepang percaya bahwa perusahaan dapat melakukan lebih dari pemerintah untuk mengubah dunia.
Kecerdasan buatan (AI) dapat membantu menangani berbagai aspek keberlanjutan dalam rantai makanan, termasuk inovasi rasa. Hal ini memiliki potensi besar dalam memungkinkan penciptaan pengalaman rasa yang unik, dipersonalisasi, dan produk-produk niche. Namun, merek-merek akan perlu mengkomunikasikan manfaat AI sambil mengatasi keraguan konsumen tentang peran AI dalam pengembangan makanan dan minuman.
Oleh karena itu, merek-merek yang merangkul praktik-praktik berkelanjutan dan komunikasi yang transparan akan mendapatkan kepercayaan konsumen dan menonjol di pasar yang semakin peduli lingkungan.
Sumber: Mintel
Reporter: PR Wire
Editor: PR Wire
Hak Cipta © ANTARA 2025