Panggilan Indonesia BKSAP untuk pendanaan iklim yang adil dan inovatif di COP29

Jakarta (ANTARA) – Badan Kerjasama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI mendesak tindakan kolektif yang lebih adil untuk mengatasi tantangan perubahan iklim pada Pertemuan Parlemen Konferensi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa ke-29 (COP29) di Baku, Azerbaijan.

“Kami mengharapkan pendekatan inovatif untuk mempercepat transisi keberlanjutan dan melindungi negara-negara berkembang dari dampak terburuk perubahan iklim. Tanggung jawab bersama juga harus disertai dengan kontribusi proporsional,” kata Wakil Ketua BKSAP, Ravindra Airlangga, dalam sebuah pernyataan dari kantornya pada hari Minggu.

Beliau menyampaikan hal ini selama sesi Unpacking the Global Climate Finance Architecture: Mobilizing Resources and Streamlining Access to Climate Change di COP29.

Airlangga menyatakan bahwa komitmen ini diperlukan untuk mempercepat transisi keberlanjutan dan melindungi negara-negara berkembang dari dampak perubahan iklim.

Selanjutnya, beliau memuji komitmen pendanaan iklim dari negara-negara maju di bawah naungan UNFCCC.

Lebih lanjut, beliau menekankan perlunya pendanaan untuk negara-negara berkembang sebagai pihak yang paling terdampak oleh perubahan iklim, meskipun kontribusi emisinya relatif kecil.

“Sebanyak 79 persen emisi CO2 global berasal dari beberapa negara maju di mana negara-negara berkembang adalah pihak yang paling terdampak oleh perubahan iklim,” ujarnya.

Menurutnya, berdasarkan proyeksi dari Potsdam Institute of Climate Change, kerugian akibat perubahan iklim bisa mencapai hampir setengah dari PDB dunia pada tahun 2050.

Oleh karena itu, Airlangga menyatakan komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi.

Berdasarkan Global Climate Atlas, Indonesia berkontribusi sebesar 1,7 persen dari total emisi global pada tahun 2021.

“Melalui Kontribusi yang Ditentukan Secara Nasional (NDC), Indonesia berkomitmen untuk mengurangi emisi sebesar 31,89 persen secara independen dan 43,2 persen dengan dukungan pendanaan internasional,” ungkapnya.

Beliau juga menyoroti perlunya pendanaan iklim sebagai bentuk mitigasi dan adaptasi.

MEMBACA  Google sedang melatih kecerdasan buatan untuk bermain video game — mengapa ini bisa menjadi masalah

Dalam inisiatif Tujuan Kuantitatif Bersama Baru, angka pendanaan diperkirakan mencapai US$5,4 triliun per tahun hingga tahun 2030, tambahnya.

Terakhir, Airlangga menyentuh pentingnya insentif bagi sektor publik untuk terlibat dalam mitigasi iklim dan perlunya mengembangkan pasar global untuk Ekosistem sebagai Layanan.

Berita terkait: Utusan Khusus Indonesia, Hashim Djojohadikusumo Menarik EUR 1,2 Miliar Pendanaan Hijau di Sektor Ketenagalistrikan di COP29

Berita terkait: Indonesia akan mengejar target iklim sub-nasional mulai tahun 2025

Penerjemah: Fianda Sjofjan, Resinta Sulistiyandari
Editor: Arie Novarina
Hak Cipta © ANTARA 2024

Tinggalkan komentar