Jessica Wongso mengajukan Peninjauan Kembali (PK) dalam kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin dengan menggunakan Kopi mengandung Sianida. Kubu Jessica Wongso mengaku membawa bukti baru atau novum dalam PK yang kembali diajukan ke PN Jakarta Pusat.
Tim Penasehat Hukum Jessica Wongso, Sordame Purba mengatakan bahwa dirinya bersama tim hukum sejatinya sudah melakukan pembelaan dengan menyatakan bahwa rekaman CCTV yang diputar saat persidangan kasus pembunuhan Wayan Mirna itu telah dipotong-potong. Namun, dia menyebut video yang diklaim sudah dipotong-potong itu tidak ada bukti sehingga majelis hakim mengabaikan keterangan kubu Jessica.
Tapi, kini kubu Jessica justru telah berhasil menemukan video yang disebut sudah dipotong-potong. “Akhirnya sekarang kami menemukan potongan itu yang dapat membuktikan bahwa ternyata memang benar CCTV ini tidak utuh lagi dari awalnya hingga akhirnya, sebab kalau kita tidak tahu awal dan akhir daripada rekaman CCTV tersebut maka cenderung akan terjadi kesesatan di dalam kesimpulan perkara ini,” ujar Sordame di ruang sidang PN Jakarta Pusat, Selasa 29 Oktober 2024.
Sordame menjelaskan bahwa pihaknya sudah berhasil menemukan video yang diduga sudah dipotong. Dia menyebutkan bahwa video penuh rekaman CCTV yang diklaim tak pernah terungkap, berhasil ditemukan pada simpanan rekaman dari salah satu stasiun tv swasta. “Novum tersebut terdapat dalam sebuah flashdisk ataupun CD yang diperoleh dari TVOne dan berisi rekaman tayangan acara wawancara Karni Ilyas dengan ayah Mirna, yang bernama Darmawan Salihin tanggal 7 Oktober 2023,” kata Sordame.
Andra Reinhard Pasaribu selaku tim kuasa hukum Jessica Wongso menuturkan bahwa rekaman CCTV yang pernah dibuka saat persidangan adalah rekaman yang diduga sudah direkayasa. “Bahwa selain diduga telah direkayasa, telah terbukti juga di persidangan bahwa prosedur penyitaan terhadap rekaman CCTV tersebut tidak sesuai dengan ketentuan,” kata dia.
Andra pun menyebut rekaman CCTV yang ada di Restoran Olivier diduga sudah direkayasa, maka itu tidak sah jika dijadikan sebuah bukti yang sah. Dia menyebut putusan kasus di tingkat pertama dan peninjauan kembali pertama haruslah dibatalkan karena didasarkan oleh rekaman CCTV yang diduga sudah di rekayasa.
“Judex facti maupun jedex juris telah hilang dan melakukan kekeliruan yang nyata karena telah memberikan pertimbangan hukum yang berdasarkan pada rekaman CCTV padahal rekaman CCTV tersebut diduga telah direkayasa,” katanya.
“Dalam perkara a quo, tidak ada satu orang pun saksi yang melihat pemohon peninjauan kembali memasukan racun sianida ke dalam vietnam es kopi yang diminum mirna, tetapi judex facti dan judex juris justru menggunakan rekaman CCTV itu untuk menghukum pemohon peninjauan kembali,” imbuh Andra.
Diwartakan sebelumnya, Jessica Wongso telah resmi mengajukan Peninjauan Kembali (PK) ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat meski sudah bebas bersyarat dalam kasus pembunuhan kepada Wayan Mirna Salihin menggunakan kopi Sianida. Pengajuan PK itu dilayangkan Jessica pada Rabu 9 Oktober 2024.
Jessica Wongso mengajukan PK dengan membawa sejumlah bukti. Adapun bukti salah satunya yang dibawa yakni Novum yang berisikan rekaman CCTV di Kafe Olivier yang menjadi tempat kejadian peristiwa (TKP).
“Novum yang kami gunakan itu adalah berupa satu buah flashdisk, berisi rekaman kejadian ketika terjadinya tuduhan pembuhan terhadap Mirna di (cafe) Olivier,” ujar Kuasa Hukum Jessica Wongso, Otto Hasibuan kepada wartawan, Rabu 9 Oktober 2024.
Otto mengklaim bahwa rekaman CCTV lengkap di Kafe tak pernah diputar selama persidangan Jessica berlangsung. Otto menyebutkan, CCTV utuh itu selama ini disimpan ayah Mirna, Edi Darmawan Solihin.
Artinya, berarti seluruh rangkaian cctv itu sudah terpotong-potong, tidak utuh lagi puzzlenya. Kalau ada umpamanya rekaman dari jam 6 sampai jam 6, ada yang hilang di dalamnya,” kata Otto.
Ia mengklaim bahwa rekaman CCTV yang diputar selama persidangan tidak lengkap. Otto menduga ada sebuah rekayasa.
Pasalnya, terdapat perbedaan kualitas video yang ditampilkan oleh dua saksi ahli yang dihadirkan penuntut umum, yakni Christopher Hariman dan M. Nuh. Otto menjelaskan, saat ahli Christopher memutar rekaman CCTV dengan kualitas 1920×1080 pixel, sedangkan M. Nuh dengan kualitas 960×576 pixel.
“Apa yang terjadi dengan ini? Jadi bayangkan saja kualitasnya sebenarnya high definition, tapi ditayangkan itu sudah berubah menjadi standart definition sehingga kabur,” sebutnya.
Menurutnya, ahli yang dihadirkan saat persidangan memberikan keterangan sesuai dengan apa yang dimengerti. Bukan melihat fakta CCTV yang ada.
Akhirnya ahli ini menceritakan kepada hakim, inilah ini. Jadi tafsirnya si ahlinya jadinya, tidak lagi kita melihat langsung apa yang terjadi di CCTV itu. Mestinya kalau CCTV kan tanpa diterangkan pun kan cukup kita lihat, apa yang dilakukan, adegan apa yang terjadi di CCTV itu,” ungkap Otto.
Otto lantas melanjutkan, penurunan kualitas rekaman CCTV juga mempengaruhi warna dari video yang diputar dalam sidang. Yang kemudian menurutnya, disimpulkan menjadi titik Jessica Wongso menaruh racun ke kopi Mirna.
Di segmen kedua di jam 16.59 dan jam 18.25. waktu vic (vietnam ice coffe) telah diminum oleh Mirna terjadilah penurunan kualitas daripada cctv itu,” sebutnya.
Akhirnya apa yang terjadi, di ahli toksiologi itu melihat warna yang berbeda beda. di sini seakan akan berbeda gara gara dimasukkan sesuatu katanya. Padahal, perbedaan warna ini bukan karena gelasnya yg berubah warna, tapi karena kualitas gambarnya yang berbeda ya,” imbuh Otto.