Bos Sritex Menegaskan Pemutusan Hubungan Kerja Tidak Diperbolehkan dilakukan

Senin, 28 Oktober 2024 – 17:30 WIB

Jakarta, VIVA – Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman (Sritex) Tbk Iwan Kurniawan Lukminto menegaskan bahwa pemutusan hubungan kerja (PHK) adalah haram dilakukan dalam kegiatan usaha Sritex.

Baca Juga :

Thailand Naikkan Usia Pensiun Jadi 65 Tahun, Indonesia di Umur Berapa?

Para karyawan atau pekerja Sritex pun diminta meyakini hal tersebut. Karena perusahaan memastikan lakukan hal yang terbaik.

\”PHK itu adalah kata-kata yang sangat tabu, haram di dalam pelaksanaan usaha kami. Maka dari itu kami ingin meyakinkan juga kepada seluruh karyawan/karyawati bahwa usaha Sritex saat ini tetap normal,\” kata Iwan Kurniawan Lukminto di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, Senin, 28 Oktober 2024.

Dia menjelaskan, mengenai keputusan pailit tersebut saat ini pihaknya tengah berupaya menangani masalah ini dengan serius. Sehingga diharap mendapatkan hasil yang terbaik.

Baca Juga :

Sritex Tegaskan Kegiatan Usaha Masih Berjalan Normal usai Putusan Pailit, Upaya Kasasi Dilakukan

\”Dalam arti kami mengupayakan sekuat tenaga untuk naik banding di Mahkamah Agung supaya Mahkamah Agung memberikan satu keputusan untuk mencabut atau membatalkan keputusan Pengadilan Negeri Semarang tanggal 21 Oktober lalu,\” katanya.

Baca Juga :

Menilik Sejarah Panjang Sritex, Raja Tekstil yang Selamat dari Krisis 98 Kini Dinyatakan Pailit

Selain itu, pihaknya juga masih menjalankan konsolidasi secara internal dan eksternal sambil menanti putusan Mahkamah Agung.

\”Di dalam proses menunggu keputusan Mahkamah Agung ini, kami akan dihadapkan oleh kendala-kendala teknis yang akan terus kami antisipasi untuk menormalisasi kegiatan usaha Sritex,\” katanya.

Sementara itu, ia menjelaskan keputusan pailit dimulai pada tahun 2022 saat Sritex memasuki fase PKPU atau disebut juga dengan penundaan pembayaran utang.

MEMBACA  Kota-kota Tidak Siap untuk Bagian Penting dari Kenaikan Permukaan Laut: Mereka Juga Tenggelam

\”Di situ kami melalui proses yang cukup panjang, utang-utang yang perusahaan kami punya ini mempunyai satu kesepakatan yaitu perjanjian homologasi atau perjanjian pembayaran utang. Istilahnya kalau yang utang misalnya 5 tahun, lalu diperpanjang menjadi 7 tahun, yang utangnya 6 tahun diperpanjang menjadi 9 tahun. Jadi bayarnya diberikan kesempatan waktu,\” katanya.

Dia mengatakan awalnya perjanjian perdamaian tersebut disahkan oleh Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang. \”Semua juga sudah sesuai dengan aturan, sesuai dengan kewajiban kami untuk membayar sesuai dengan perjanjian ini. Namun salah satu dari pihak yang kurang tanggung jawab, mereka melayangkan tuntutan kepada kami untuk membatalkan perjanjian homologasi ini, perjanjian perdamaian ini,\” katanya.

Suasana perusahaan tekstil dan garmen terbesar se-Asia Tenggara Sritex di Sukoharjo, Jumat (25/10).

Photo :

VIVA.co.id/Fajar Sodiq (Solo)

Lebih lanjut, dia mengaku kurang mengetahui alasan PN Niaga Semarang pada akhirnya mengabulkan tuntutan tersebut, sehingga surat perdamaian homologasi yang ditandatangani tahun 2022 itu batal. \”Sehingga perusahaan kami dibilang perusahaan yang pailit,\” katanya.

Ia mengatakan sejauh ini kewajiban perusahaan terhadap karyawan tidak mengalami keterlambatan. Meski demikian, ia tidak memungkiri adanya efisiensi yang dilakukan oleh perusahaan.

\”Namun putusan efisiensi semuanya berdasarkan keputusan bisnis. Di mana semua itu diputuskan karena kami memang tidak bisa atau market masih belum ada pembelinya. Makanya dilaksanakan efisiensi, bukan karena kebangkrutan kami,\” katanya. (Ant)

Halaman Selanjutnya

\”Di situ kami melalui proses yang cukup panjang, utang-utang yang perusahaan kami punya ini mempunyai satu kesepakatan yaitu perjanjian homologasi atau perjanjian pembayaran utang. Istilahnya kalau yang utang misalnya 5 tahun, lalu diperpanjang menjadi 7 tahun, yang utangnya 6 tahun diperpanjang menjadi 9 tahun. Jadi bayarnya diberikan kesempatan waktu,\” katanya.

MEMBACA  Waspadai Gerakan Anarkis Saat Keputusan Sengketa Pemilu di MK Jatuh pada Hari Buruh

Senin, 28 Oktober 2024 – 17:30 WIB

Jakarta, VIVA – Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman (Sritex) Tbk Iwan Kurniawan Lukminto menegaskan bahwa pemutusan hubungan kerja (PHK) adalah haram dilakukan dalam kegiatan usaha Sritex.

Baca Juga :

Thailand Naikkan Usia Pensiun Jadi 65 Tahun, Indonesia di Umur Berapa?

Para karyawan atau pekerja Sritex pun diminta meyakini hal tersebut. Karena perusahaan memastikan lakukan hal yang terbaik.

\”PHK itu adalah kata-kata yang sangat tabu, haram di dalam pelaksanaan usaha kami. Maka dari itu kami ingin meyakinkan juga kepada seluruh karyawan/karyawati bahwa usaha Sritex saat ini tetap normal,\” kata Iwan Kurniawan Lukminto di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, Senin, 28 Oktober 2024.

Dia menjelaskan, mengenai keputusan pailit tersebut saat ini pihaknya tengah berupaya menangani masalah ini dengan serius. Sehingga diharap mendapatkan hasil yang terbaik.

Baca Juga :

Sritex Tegaskan Kegiatan Usaha Masih Berjalan Normal usai Putusan Pailit, Upaya Kasasi Dilakukan

\”Dalam arti kami mengupayakan sekuat tenaga untuk naik banding di Mahkamah Agung supaya Mahkamah Agung memberikan satu keputusan untuk mencabut atau membatalkan keputusan Pengadilan Negeri Semarang tanggal 21 Oktober lalu,\” katanya.

Baca Juga :

Menilik Sejarah Panjang Sritex, Raja Tekstil yang Selamat dari Krisis 98 Kini Dinyatakan Pailit

Selain itu, pihaknya juga masih menjalankan konsolidasi secara internal dan eksternal sambil menanti putusan Mahkamah Agung.

\”Di dalam proses menunggu keputusan Mahkamah Agung ini, kami akan dihadapkan oleh kendala-kendala teknis yang akan terus kami antisipasi untuk menormalisasi kegiatan usaha Sritex,\” katanya.

Sementara itu, ia menjelaskan keputusan pailit dimulai pada tahun 2022 saat Sritex memasuki fase PKPU atau disebut juga dengan penundaan pembayaran utang.

MEMBACA  Ridwan Kamil Membuka Kesempatan Makan Siang Gratis dengan APBD

\”Di situ kami melalui proses yang cukup panjang, utang-utang yang perusahaan kami punya ini mempunyai satu kesepakatan yaitu perjanjian homologasi atau perjanjian pembayaran utang. Istilahnya kalau yang utang misalnya 5 tahun, lalu diperpanjang menjadi 7 tahun, yang utangnya 6 tahun diperpanjang menjadi 9 tahun. Jadi bayarnya diberikan kesempatan waktu,\” katanya.

Dia mengatakan awalnya perjanjian perdamaian tersebut disahkan oleh Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang. \”Semua juga sudah sesuai dengan aturan, sesuai dengan kewajiban kami untuk membayar sesuai dengan perjanjian ini. Namun salah satu dari pihak yang kurang tanggung jawab, mereka melayangkan tuntutan kepada kami untuk membatalkan perjanjian homologasi ini, perjanjian perdamaian ini,\” katanya.

Lebih lanjut, dia mengaku kurang mengetahui alasan PN Niaga Semarang pada akhirnya mengabulkan tuntutan tersebut, sehingga surat perdamaian homologasi yang ditandatangani tahun 2022 itu batal. \”Sehingga perusahaan kami dibilang perusahaan yang pailit,\” katanya.

Ia mengatakan sejauh ini kewajiban perusahaan terhadap karyawan tidak mengalami keterlambatan. Meski demikian, ia tidak memungkiri adanya efisiensi yang dilakukan oleh perusahaan.

\”Namun putusan efisiensi semuanya berdasarkan keputusan bisnis. Di mana semua itu diputuskan karena kami memang tidak bisa atau market masih belum ada pembelinya. Makanya dilaksanakan efisiensi, bukan karena kebangkrutan kami,\” katanya. (Ant)

Halaman Selanjutnya

\”Di situ kami melalui proses yang cukup panjang, utang-utang yang perusahaan kami punya ini mempunyai satu kesepakatan yaitu perjanjian homologasi atau perjanjian pembayaran utang. Istilahnya kalau yang utang misalnya 5 tahun, lalu diperpanjang menjadi 7 tahun, yang utangnya 6 tahun diperpanjang menjadi 9 tahun. Jadi bayarnya diberikan kesempatan waktu,\” katanya.

Tinggalkan komentar