Guru Besar bidang ilmu Rekayasa Proses Pengemasan Pangan, Teknologi Pangan IPB Prof. Dr. Nugraha Edhi Suyatma, S.T.P., DEA mengatakan masyarakat tidak perlu khawatir dengan BPA (Bisphenol-A). BPA banyak ditemukan pada barang-barang di sekitar kita dan sering berkontak dengan kita.
Tidak hanya pada kemasan pangan, melainkan juga pada barang-barang lain misalnya thermal paper yang digunakan pada kertas ATM/struk belanja, CD, peralatan olahraga, hingga peralatan medis seperti selang kateter dan tambalan gigi.
BPA adalah bahan baku pembuatan jenis plastik polikarbonat dan epoksi.
“BPA diproses dengan bahan lain untuk menjadi polikarbonat. Kalau sudah jadi polikarbonat, dia menjadi material yang kuat. Kandungan BPA-nya sudah hampir tidak ada lagi, dan yang tersisa pun tidak mudah luruh,” papar Prof. Nugraha dalam Diskusi Pakar Bersama Jurnalis Kesehatan: Forum NGOBRAS di Jakarta, Selasa (10/9)
Ahli polimer ini menambahkan, sisa BPA yang ada pada kemasan polikarbonat atau epoksi baru dapat berpotensi bermigrasi hanya pada kondisi ekstrem. Polikarbonat itu sangat tahan panas; melting point-nya (titik leleh) 200 derajat Celcius.
“Proses distribusi pun misalnya terkena panas dan sinar matahari selama perjalanan, tidak akan lebih dari 50 derajat. Jadi risiko migrasi sangat kecil sebenarnya,” terang Prof. Nugraha.
Pada kesempatan sama, konsultan endokrin RS St. Carolus Dr. dr. Laurentius Aswin Pramono Sp.PD-KEMD, mengatakan pedoman dunia kedokteran dan kesehatan yaitu evidence-based medicine (kedokteran berbasis bukti). Tingkat tertinggi dalam pembuktian ilmiah yaitu studi meta-analisis.
“Studi meta-analisis mengompilasi berbagai hasil penelitian lalu dianalisis lagi untuk melihat bagaimana hasil-hasil studi yang ada,” terang ahli endokrin-metabolik ini.