Vivo Luncurkan Headset Mixed-Reality, Pesaing Apple Vision Pro

Produk-produk yang menyerupai produk Apple sering kali muncul di Tiongkok, dan kini headset realitas campuran (mixed-reality) turut bergabung dalam tren ini. Produsen smartphone asal Tiongkok, Vivo, telah memperkenalkan Vivo Vision, sebuah headset yang menggabungkan teknologi AR dan VR, dan memiliki banyak kemiripan dengan Apple Vision Pro.

Perusahaan tersebut mengumumkan Vivo Vision Discovery Edition pada perayaan ulang tahun ke-30 mereka di Dongguan, Tiongkok. Vivo menyatakan bahwa ini adalah “produk MR pertama yang dikembangkan oleh sebuah produsen smartphone di Tiongkok, yang memposisikan Vivo sebagai perusahaan Tiongkok pertama yang bergerak di kedua sektor, yaitu smartphone dan produk MR.”

Vivo Vision, yang saat ini baru dapat dicoba secara langsung di toko-toko di Tiongkok daratan, memiliki visor kaca melengkung, sebuah paket baterai eksternal berbahan aluminium, serta kamera yang mengarah ke bawah, serupa dengan Vision Pro. Namun, terdapat juga beberapa perbedaan — seperti bidang pandang panorama 180 derajat dan bobot yang jauh lebih ringan, yaitu 398 gram (dibandingkan Vision Pro yang 650 gram).

CNET menanyakan kepada Vivo apakah mereka berencana menjual Vivo Vision ke pasar di luar Tiongkok, tetapi perusahaan tersebut tidak segera menanggapi.

Vivo Vision berjalan pada OriginOS Vision, sistem operasi realitas campuran dari Vivo. Perangkat ini mendukung perekaman video 3D, foto dan audio spasial, serta pengalaman layar sinematik sepanjang 120 kaki.

Harga awalnya di Tiongkok akan berada di kisaran $1.395 (setara dalam dolar AS), jika dibandingkan dengan Vision Pro seharga $3.500.

Bahkan jika Vivo Vision masuk ke pasar konsumen di AS, hal ini mungkin tidak akan banyak berpengaruh terhadap pendapatan Apple. Vision Pro sendiri bukanlah produk yang laris, kemungkinan besar karena harganya yang tinggi. Meski demikian, pasar headset diprediksi akan tumbuh dengan pesat dalam beberapa tahun ke depan, dan Apple telah mengerjakan versi-versi baru dari Vision Pro, termasuk versi yang lebih terjangkau dibandingkan model original.

MEMBACA  Mimpi AI Apple Pertanyakan Komitmen Iklim Mereka

Jon Rettinger, seorang influencer teknologi dengan lebih dari 1,65 juta subscriber YouTube, mengungkapkan bahwa ia belum terlalu antusias dengan VR/AR saat ini. “Perangkatnya berat, terasa mengganggu, dan belum memiliki use case yang penting,” kata Rettinger kepada CNET. “Jika teknologinya dapat berevolusi dari kacamata besar (goggles) menjadi kacamata biasa (glasses), saya pikir akan ada peningkatan signifikan. Tapi jika bentuknya tetap seperti sekarang, maka akan selalu menjadi produk niche.”

YouTuber tersebut mengapresiasi keberadaan teknologi ini, namun mengaku masih jarang menggunakannya. “Fase ‘bulan madu’-nya sudah berlalu. Selain untuk bermain game dan menonton konten tertentu, penggunaannya masih terasa merepotkan, dan saya cenderung kembali menggunakan laptop,” ujarnya.