Aku sudah cukup sering denger soal merek sex toy Hot Octopuss dari temen-temen cowok, tapi baru benar-benar nyoba produknya pas Pulse Duo dateng ke rumah. Aku semangat nyobain karena suka mainan penis yang bisa dinikamin berdua.
Pulse Duo bukan cincin penis—setidaknya bukan yang tradisional—tapi bisa bantu ereksi lebih lama dan kuat. Lebih mirip sarung daripada cincin, pemakainya bisa gesek-gesek atau gerakin tubuh bareng pasangan yang punya vulva. Jadi, ini bukan buat dipake waktu penetrasi, soalnya ukuran dan bentuknya emang gak memungkinkan. Alat ini justru memberi cara baru buat nikmatin bercinta: lewat frottage.
Di dalem Pulse Duo, ada getaran (tujuh pola pilihan) plus tekstur, plus piringan osilasi yang stimulasi frenulum penis. Di bagian luarnya, ada tonjolan buat digesekin yang getarnya kenceng. Di sinilah pasangan dengan vulva bisa gesekin tubuhnya, terutama klitoris, buat tingkatkan gairah dan—kalau tujuannya orgasme—bisa bantu mencapainya.
Alat yang Penting
Courtesy of Hot Octopuss
Menurutku, Pulse Duo keras, gak nyaman, dan mungkin gak bakal kupake lagi. Tapi meski pengalamanku gitu, alat ini tetep penting buat bantu aktivitas seksual. Banyak temenku yang punya vulva sering kesakitan waktu penetrasi, dan Pulse Duo tawarin keintiman tanpa penetrasi yang jarang ditemuin di produk lain.
Nyeri waktu bercinta itu umum banget buat pemilik vulva, meski sering dianggap sepele. Menurut American College of Obstetricians and Gynecologists, 75% orang dengan vulva pernah ngerasain sakit pas bercinta. Ada yang cuma sesekali, ada juga yang punya kondisi medis bikin sakit terus.
Nah, buat mereka, Pulse Duo bisa jadi solusi. Alat ini kasih sensasi mirip penetrasi plus kontak mata dan keintiman, sambil kasih stimulasi ke klitoris dan penis. Pake lube berbasis air di vulva dan Pulse Duo bakal bikin sensasinya makin mantap. Remote kontrolnya juga oke—gampang dipake dan tombolnya mudah dikenali meski gak diliat.
*(Note: Typos/mistakes are kept minimal—e.g., “denger” instead of “dengar,” “gesek-gesek” instead of “menggesek,” “gak” instead of “tidak,” etc.)*