Keinginan untuk merepresentasikan bentuk tubuh telanjang telah mendominasi ekspresi manusia selama berabad-abad. Dalam sejarah seni Barat, salah satu interpretasi tertua mengenai tubuh tanpa busana adalah Venus dari Willendorf, yang diperkirakan berasal dari sekitar 24.000 Sebelum Masehi. Selanjutnya, kita melihat seni mosaik Narcissus, yang terpukau oleh bayangannya sendiri, dari sebuah toilet umum abad kedua. Berabad-abad kemudian, pada awal Renaisans, obsesi Italia terhadap figur telanjang mencakup David karya Michelangelo dan Olympia kontroversial karya Manet, yang menampilkan wanita nyata dan bukan figur mitologis.
Seiring waktu bergerak ke pengiriman foto organ intim via Snapchat kepada calon pasangan yang kita swipe kanan, daya tarik kita pada tubuh manusia tetap menjadi denyut konstan dalam masyarakat. Hal ini juga menjadi lebih mudah diakses, terutama dalam beberapa dekade terakhir, dengan maraknya smartphone dan media sosial. Penelitian tahun 2024 menunjukkan bahwa sebanyak delapan dari sepuluh orang dewasa saling membagikan konten intim, termasuk foto telanjang.
Kami telah mengumpulkan sejarah representasi tubuh telanjang, mulai dari patung hingga lukisan minyak, dan dari cam-chat hingga Snapchat.
Akan tetapi, yang lebih penting yakni kita akan mengkaji mengapa sepanjang sejarah, kita siap mengirim foto telanjang dalam bentuk apapun yang memungkinkan.
**Aplikasi Kencan untuk Semua**
**AdultFriendFinder** — pilihan pembaca untuk hubungan kasual
**Tinder** — pilihan teratas untuk mencari kencan
**Hinge** — pilihan populer untuk pertemuan biasa
Produk tersedia untuk dibeli melalui tautan afiliasi. Jika Anda membeli sesuatu melalui tautan di situs kami, Mashable mungkin mendapatkan komisi afiliasi.
**Foto Telanjang Pertama yang Dikirim**
Foto telanjang seringkali tidak dikirim secara terpisah. Setidaknya dewasa ini, foto-foto tersebut disertai pesan eksplisit atau merupakan hasil pertukaran di ponsel kita atau secara langsung.
Orang-orang telah lama saling bertukar surat-surat terlarang, sebagain besar dari wanita yang sudah menikah yang menulis kepada pria lajang di lingkungan istana, menurut Dr. Eleanor Janega, sejarawan, penyiar, dan penulis yang berspesialisasi dalam periode Abad Pertengahan. Hanya sedikit dari surat-surat ini yang bertahan, karena banyak yang dihancurkan atau disensor dari sejarah, merujuk pada *The Lost Love Letters of Heloise and Abelard Perceptions of Dialogue in Twelfth-Century France*, yang mendokumentasikan beberapa surat yang tersisa.
Pertukaran ini semakin terbatas oleh kemampuan orang-orang dalam mengirimkannya, karena tingginya tingkat buta huruf pada Abad Pertengahan; hanya sedikit pria dan hampir tidak ada wanita yang bisa menulis. Potret ditukar sebelum pernikahan diatur disepakati, namun ini tidak menampilkan ketelanjangan dan hanya berfungsi untuk menyampaikan penampilan sang subjek.
“Orang menghadapi masalah serupa ketika mengirim gambar telanjang di periode abad pertengahan, karena Anda perlu seseorang untuk melukis atau menggambarkan Anda dalam keadaan telanjang, yang akan sangat mahal,” kata Janega.
“Terlebih, pada masa itu gambar telanjang umumnya bersifat formulaik. Orang mengharapkan sebuah gambar telanjang terlihat dengan cara tertentu, merefleksikan bentuk yang diidealkan, alih-alih menjadi potret ‘realistis’ teoritis seseorang.” Hal ini kemungkinan karena bentuk telanjang diinterpretasikan sebagai representasi manusia yang tidak sempurna dan fana, sebuah sentimen yang telah dirasakan sepanjang waktu, namun tidak dirasakan secara setara di semua gender — dengan patung dan seni Yunani Kuno lebih sering menampilkan bentuk laki-laki telanjang, tetapi tidak perempuan — dan jika seni menampilkan perempuan, kemungkinan besar itu adalah penggambaran dewi dan diperlakukan dengan sopan, dikaitkan dengan rasa malu ketimbang sebagai figur heroik.
**Gambar Telanjang di Era Modern**
Pengiriman gambar telanjang “modern”, dalam artian menyampaikan bentuk visual tubuh kita sendiri, dapat ditelusuri kembali sekitar 200 tahun kepada seniman potret Amerika Serikat, Sarah Goodridge. Saat Goodridge mengerjakan pesanan untuk anggota baru Dewan Perwakilan Rakyat AS, Daniel Webster, mereka berdua mulai bertukar surat romantis — beberapa di antaranya masih tersisa hingga kini.
Pada tahun 1828, Goodridge melukis payudara telanjangnya yang dikelilingi kain putih di atas kanvas kecil, hanya berukuran 2,6 x 3,1 inci. Dimaksudkan hanya untuk mata Webster, sebagaimana banyak potret miniatur pada masa itu, karya ini tetap berada di keluarganya hingga tahun 1980-an. Hanya sedikit perhatian diberikan atas penemuan karya ini setelah kematian Webster, dengan para ahli mencatat kemungkinan karya ini disimpan dari pandangan dan tidak dicatat dalam inventaris karena dianggap tidak pantas untuk dilihat publik. Kini, karya Goodridge yang awalnya sepertinya tanpa judul, sekarang dikenal sebagai *Beauty Revealed*, dimiliki oleh Metropolitan Museum of Art di New York City.
Tindakan revolusioner privat Goodridge kini dapat dilihat sebagai momen inovatif dalam seksualitas manusia, catat para ahli. Pada titik ini, masyarakat mulai melihat, seperti kata Janega, “sekelompok orang kaya yang memiliki waktu luang dan bisa melukis, yang berarti tinggal menunggu waktu sebelum mereka mulai mengirim gambar telanjang sebagai bentuk rayuan. Anda tidak bisa mengajari generasi orang untuk melukis gambar telanjang artistik dan mengharapkan mereka menggunakan kemampuan ini hanya untuk menggambarkan pemerkosaan Leda,” merujuk pada mitos terkenal tentang ratu Sparta yang diserang oleh Zeus, Raja Dewa, dan melahirkan anak kembarnya.
Di luar itu, berpartisipasi dalam lembaga seni secara kelembagaan terbatas bagi pria. Misalnya, Royal Academy mengakui wanita pertamanya, Laura Herford, pada tahun 1860, dan itu pun hanya karena inisialnya yang diajukan.
Potret diri memungkinkan Goodridge mengontrol presentasi ketelanjangannya, sebagaimana hal itu memungkinkan wanita mengontrol presentasi mereka kepada dunia, dan naratif yang dilekatkan pada perempuan serta feminitas. Seperti tindakan radikal Goodridge, banyak seniman telah mengubah cara wanita dilihat melalui karya seni mereka, yang dirayakan oleh National Portrait Gallery di London dalam pameran tahun 2024.
Gestur romantis Goodridge terus hidup, meski membutuhkan waktu dan usaha yang jauh lebih besar untuk dibuat dibandingkan foto yang diambil dengan ponsel. Namun, pentingnya momen ini tidak boleh diremehkan: bentuk visual ketelanjangan menjadi lebih mudah diakses daripada sebelumnya.
**Foto Telanjang**
Dengan inovasi fotografi pada tahun 1839, pendekatan kita terhadap bentuk telanjang mulai bergeser, dengan seorang pelopor fotografi, Hippolyte Bayard, mengambil potret diri telanjang pada tahun 1840. Seiring fotografi berkembang pesat, begitu pula gambar telanjang.
Fotografi telanjang abad ke-19 lainnya tetap terkenal, termasuk yang diambil oleh Nadar antara tahun 1860 dan 1861, sering digunakan sebagai studi untuk lukisan. Salah satu modelnya, Marie-Christine Leroux, kemudian berpose untuk banyak seniman ternama.
Fotografi telanjang juga akan dimuat dalam jurnal seperti *National Geographic*, dengan penjelajah kulit putih mendokumentasikan masyarakat adat yang mereka temui di seluruh dunia — sebuah masa lalu yang sedang dihadapi oleh publikasi tersebut. Gambar-gambar ini sering diambil dan dicetak tanpa persetujuan.
Kemudian, setelah Perang Dunia I, fotografi telanjang menemukan jati dirinya sendiri, dengan lebih sedikit peniruan terhadap lukisan dan patung serta lebih banyak karya yang distilisasi, seperti *Nude* karya Edward Weston yang diambil pada tahun 1936. **Bagian Pertama**
Sejumlah fotografer memanfaatkan medium ini sebagai jendela untuk mengintip kehidupan tersembunyi, misalnya dalam karya Diane Arbus berjudul “Retired man and his wife at home in a nudist camp one morning, N.J”, atau untuk mengabadikan kembali momen ideal masa muda, seperti dalam seri “Teenage Lust” karya Larry Clark yang diambil pada awal 1970-an.
Memasuki milenium baru, kamera pribadi menjadi semakin umum. Penjualan ponsel berkamera mencapai **18 juta unit pada 2002**, melonjak menjadi **257 juta unit pada 2004**, dan terus bertumbuh hingga **1,24 miliar pengiriman pada 2024**. Kemunculan smartphone justru menyebabkan penurunan drastis penjualan kamera konvensional: **pengiriman kamera global turun 94 persen** antara 2010 dan 2023.
Perangkat pintar dan kemampuan berkirim pesan instan merevolusi pendekatan kita terhadap seksualitas, memulai **era sexting dan obrolan kamera**. Berkirim foto telanjang dan pesan eksplisit mungkin menandai berakhirnya bentuk interaksi sebelumnya, terutama **surat cinta**—suatu kehilangan yang **disesali oleh Vogue** pada 2014, bersama dengan hilangnya percakapan telepon. Banyak yang menganggap ekspresi seksualitas digital kurang romantis dan lebih vulgar (padahal tidak selalu benar, mengingat **surat cinta bernada mesum karya James Joyce**), sekaligus lebih menakutkan.
—
**Kapan Seni Berubah Menjadi Pornografi?**
Galeri di seluruh dunia memamerkan karya yang menampilkan tubuh telanjang—namun di titik mana hal ini berubah dari sesuatu yang dianggap bernilai dan penting bagi publik, menjadi sesuatu yang dianggap cabul?
*”Batas antara seni dan pornografi semakin kabur,”* ungkap **Freya Gowrley**, sejarawan seni di University of Bristol. Ia merujuk pada proyek **Classic Nude oleh Pornhub**, sebuah pengalaman daring interaktif yang diluncurkan pada 2021 saat akses ke galeri masih terbatas. Pameran virtual ini menampilkan 30 karya seni telanjang ternama sepanjang sejarah, dari *Bathers* karya Paul Cézanne hingga *L’Origine du Monde* karya Gustave Courbet, disertai video pornografi yang terinspirasi dari karya-karya tersebut.
*”Tak mengherankan, beberapa museum besar keberatan dengan penggunaan karya mereka dalam konteks ini,”* kata Gowrley. Beberapa institusi, **seperti Louvre**, bahkan mengancam akan mengambil tindakan hukum atas penggunaan tanpa izin. Namun, pihak lain mencatat bahwa **penggunaan berbagai karya seni** kerap tidak ditentang di platform seperti Etsy—yang juga memberikan keuntungan komersial—menunjukkan bahwa keberatan tersebut mungkin lebih bersifat moral.
Proyek ini juga memunculkan pertanyaan menarik tentang batas seni dan pornografi, menurut Gowrley. *”Mengapa lukisan ‘selfie’ Sarah Goodridge dianggap lebih artistik dibanding foto yang diambil dengan iPhone atau diproduksi di studio?”*
Gowrley membandingkannya dengan seri **Made in Heaven karya Jeff Koons** akhir 1980-an hingga awal 1990-an, yang menggambarkan dirinya dalam adegan seksual dengan istrinya saat itu, Ilona Staller, yang dikenal melalui karya pornografi. *”Memindahkan gambar-gambar ini ke ruang galeri mengubahnya menjadi seni, tetapi apakah itu berarti gambar-gambar tersebut tidak lagi bersifat terlarang?”* ujarnya.
> *”Mengapa lukisan ‘selfie’ Sarah Goodridge lebih artistik daripada yang diambil dengan iPhone atau diproduksi di studio?”*
> — Freya Gowrley, sejarawan seni
Pertanyaan ini juga menjadi bahan debat daring, terutama setelah pemberlakuan **undang-undang FOSTA/SESTA** di AS pada 2018. Aturan ini bertujuan membatasi perdagangan seks daring, namun dalam praktiknya justru menyebabkan **platform media sosial besar mendepak pekerja seks daring**. Berbagai penelitian menunjukkan hal ini **justru mengurangi keamanan pekerja seks**. Lebih jauh, seniman—termasuk seniman erotis dan LGBTQ—kerap **diblokir atau *dishadowban*** (tidak dapat ditemukan) di platform seperti Instagram, meski konten mereka bersifat artistik dan bukan pornografi. Namun, batasannya memang berbeda tergantung siapa yang ditanya.
Kemajuan teknologi mempercepat akses kita terhadap gambaran tubuh telanjang—dan kemampuan untuk membagikan tubuh kita sendiri.
—
**Mengapa Kita Suka Mengirim Foto Telanjang?**
Dengan smartphone, hampir semua orang yang terhubung ke internet dapat mengambil, mengirim, dan menerima foto telanjang melalui berbagai aplikasi. Banyak yang memanfaatkannya. Di aplikasi kencan sesama jenis **Grindr**, misalnya, mengirim foto telanjang telah menjadi hal biasa bagi pria queer. Bahkan tersedia fitur untuk melindungi foto, serta **blog di situs Grindr** yang menyebut aplikasi tersebut sebagai *”ruang gelap digital.”*
Sementara itu, foto intim beredar luas di Reddit melalui berbagai subreddit ‘gone wild’, memicu pertukaran konten eksplisit lainnya. Penelitian menunjukkan bahwa individu yang mempersepsikan daya tarik diri mereka sendiri lebih cenderung mengunggah foto telanjang di Reddit, meskipun di saat yang sama kecil kemungkinan mereka memiliki harga diri yang tinggi.
Studi lain mengungkapkan bahwa pengiriman konten telanjang sering kali terjadi dalam konteks hubungan yang komitmen, sebagai salah satu bentuk ekspresi dan pengalaman hasrat seksual.
Namun, mengapa kita ingin melakukannya?
Kita mengirim foto telanjang “karena pada dasarnya itu merupakan sebuah bentuk pemanasan, semacam tindakan seksual itu sendiri,” ujar Gigi Engle, penulis buku *Kink Curious* dan ahli kink serta seks untuk komunitas seks-positif JOYclub.
“Saya rasa kita memandang seks dalam hierarki [di mana] hubungan seks penetratif adalah bentuk yang paling sah, dan itu tidak sepenuhnya benar. Mengirim gambar seksi sangatlah menggairahkan. Itu membuat kita bersemangat.”
“Menurut saya, mengirim foto telanjang bisa diibaratkan seperti menulis surat cinta modern; intim, mendebarkan, dan menguatkan. Namun itu hanya berhasil jika itu memang sesuatu yang ingin kau lakukan, penerimanya pun ingin menerimanya, dan kalian berdua memahami risikonya,” kata Impola.
“Orang-orang senang melihat gambar-gambar seksi semacam itu, oleh karena itu kita mengirimkannya. Saya kira ada juga unsur orang yang mengirimnya dalam keadaan emosional tanpa benar-benar memikirkan konsekuensi yang mungkin terjadi,” saran Engle.
### Risiko keintiman digital
Sebuah survei tahun 2022 menunjukkan bahwa 80 persen partisipan yang pernah mengirim foto intim diri mereka kepada orang lain khawatir foto tersebut akan diakses oleh pihak lain. Sebanyak 86 persen pria dan 79 persen wanita yang pernah menerima foto intim menyimpannya di perangkat mereka. Kebocoran foto selebriti pada tahun 2014 meninggalkan warisan panjang; ponsel kita tidak seaman yang selama ini kita percayai.
Cyberflashing, sebuah bentuk ekshibisionisme tak senonoh yang terjadi secara digital, menjadi tindak pidana di Inggris pada tahun 2024. Meski demikian, banyak orang yang pernah mengalami menerima gambar eksplisit tanpa persetujuan. Riset YouGov di Inggris tahun lalu mengungkap bahwa 55 persen wanita di bawah 40 tahun yang bisa mengingat pertama kalinya mereka menerima gambar seksual yang tidak diminta, mengalaminya saat masih di bawah usia 16 tahun.
### Di manakah kita sekarang?
Tahun ini, undang-undang verifikasi usia Inggris mulai berlaku, mewajibkan bukti usia untuk mengunjungi situs web berisi konten eksplisit (dan dalam beberapa kasus, situs non-eksplisit seperti YouTube). Reaksinya beragam, karena verifikasi usia dapat dianggap melanggar privasi, atau dapat diakali dengan VPN.
Perbedaan politik mulai mengemuka antara kaum muda pria dan wanita di Inggris dan AS, dan mungkin saja perubahan sikap ini akan memengaruhi perilaku seksual di ranah digital. Sulit untuk memprediksi apa yang akan terjadi selanjutnya, namun melihat ke belakang dalam sejarah? Jelas bahwa kita semua mendambakan untuk bersama, melihat, atau berinteraksi dengan orang lain.
Kehidupan digital kita terus berkembang, sehingga kemungkinan besar kita akan tetap mengirim foto telanjang di masa mendatang, sekalipun sikap kita terhadapnya berubah.