Bagi para penggemar berat minuman berenergi, ada baiknya menyimak ini: sebuah studi kasus yang terbit hari ini mengungkap bahaya mengonsumsi minuman berkafein tinggi secara berlebihan.
Seorang pria sehat berusia 50 tahun di Inggris mengalami stroke yang diduga kuat disebabkan oleh kebiasaannya mengonsumsi delapan kaleng minuman berenergi per hari, menurut keterangan dokter yang menanganinya. Meski akhirnya pulih dari cedera tersebut, ia masih merasakan beberapa gejala sisa hingga bertahun-tahun kemudian. Para dokter menyatakan kasus ini harus menjadi pelajaran penting bahwa minuman tersebut tidaklah selalu aman.
“Minuman berenergi saat ini belum secara luas dipandang berbahaya bagi risiko kardiovaskular—biasanya yang dibahas hanya pengaruhnya terhadap tidur dan konsentrasi, namun publik kurang menyadari risiko tersembunyi yang dapat ditimbulkannya,” ujar penulis studi Martha Doyle, seorang dokter spesialis stroke di Nottingham University Hospitals NHS Trust, kepada Gizmodo.
Tidak Ada Penyebab Lain yang Teridentifikasi
Berdasarkan makalah yang diterbitkan Selasa di BMJ Case Reports, pria tersebut datang ke rumah sakit dengan keluhan mati rasa mendadak pada sisi kiri tubuh dan rasa tidak seimbang. Tekanan darahnya juga tercatat sangat tinggi, yaitu 254/150. Sebagai perbandingan, tekanan darah normal adalah 120/80, sementara angka 180/120 ke atas sudah dikategorikan sebagai ‘krisis hipertensi’. Hasil pemeriksaan kemudian mengonfirmasi bahwa ia mengalami stroke ringan.
Pria itu dirawat inap selama tiga hari. Ia dipulangkan dengan obat-obatan untuk menurunkan tekanan darah dan mencegah stroke berulang. Dalam tiga bulan pemantauan berikutnya, pemulihan fungsionalnya tampak sangat baik, meski mati rasa masih tersisa. Yang lebih mengkhawatirkan, tekanan darahnya tetap sangat tinggi meski telah minum obat, bahkan hingga harus dirawat kembali. Dokter kemudian menambah dosis antihipertensifnya.
Pada akhirnya, setelah pemeriksaan mendetail mengenai gaya hidupnya, pria tersebut mengaku kepada dokter bahwa ia sangat menyukai minuman berenergi. Rata-rata, ia mengonsumsi delapan kaleng per hari, masing-masing mengandung 160 miligram kafein per saji. Jumlah itu setara dengan sekitar 1,3 gram kafein per hari—lebih dari tiga kali lipat dosis maksimum yang disarankan (400 miligram) untuk orang dewasa pada umumnya.
Pria tersebut tergolong bugar dan sehat untuk usianya, tanpa faktor risiko stroke besar seperti riwayat merokok atau konsumsi alkohol. Berbagai pemeriksaan dokter juga gagal menemukan penyebab pasti pemicu strokenya, selain tekanan darahnya yang sangat tinggi. Maka, dengan mempertimbangkan semua hal itu, hampir dapat dipastikan kebiasaan mengonsumsi minuman berenergi berperan dalam melonjakkan tekanan darahnya dan memicu stroke.
“Kami mengaitkan stroke pasien ini dengan efek konsumsi minuman berenergi karena melalui investigasi menyeluruh dengan berbagai metode diagnostik, kami telah menyingkirkan semua penyebab lain yang dapat diidentifikasi,” kata Doyle.
Untungnya, pria itu bersedia menghentikan konsumsi minuman berenergi untuk selamanya. Dalam waktu seminggu, tekanan darahnya mulai normal, dan tetap stabil setelah ia berhenti mengonsumsi antihipertensif (bukti tambahan bahwa minuman itulah penyebabnya). Kunjungan pemantauan lebih lanjut menunjukkan ia pulih sepenuhnya tanpa stroke berulang, dan delapan tahun kemudian, tekanan darahnya tetap normal.
Meski demikian, hingga kini ia masih merasakan mati rasa sisa.
“Saya jelas tidak menyadari bahaya yang ditimbulkan minuman berenergi terhadap diri saya. Saya masih merasakan mati rasa di tangan dan jari kiri, juga kaki dan jari kaki, bahkan setelah delapan tahun,” tulis pria itu dalam perspektif pasien yang menyertai laporan tersebut.
Peringatan yang Diperlukan
Para dokter menyebutkan ada beberapa alasan mengapa minuman berenergi dapat meningkatkan risiko stroke dan masalah kardiovaskular lain, terutama terkait tingginya kadar kafein dan kadang gula di dalamnya.
Selain menyebabkan kenaikan tekanan darah kronis, terlalu banyak kafein dapat memicu penyempitan pembuluh darah di otak secara mendadak atau aritmia (detak jantung tidak teratur). Beberapa bahan populer dalam minuman ini, seperti taurin dan ginseng, dapat memperkuat efek kafein, sementara bahan lain seperti guaraná dapat mengandung kafein tinggi yang tidak dicantumkan.
Ada beberapa kasus terkenal penyakit kardiovaskular yang dikaitkan dengan minuman berenergi. Misalnya, antara tahun 2022 dan 2023, setidaknya dua kematian terkait jantung di AS dikaitkan dengan minuman berenergi “Charged Lemonade” berkafein tinggi dari Panera Bread. Pada pertengahan 2024, Panera telah menghapus produk itu dari menunya, dan awal musim panas ini, perusahaan telah menyelesaikan sisa gugatan hukum terkait kematian dan cedera yang dilaporkan tersebut.
Namun, penulis laporan menyatakan bahwa—sama seperti pasien mereka—publik secara umum masih belum menyadari risiko kesehatan yang dapat dibawa oleh minuman ini. Ada kemungkinan risiko ini memerlukan pengaturan yang lebih ketat terhadap produk atau iklan mereka. Dibandingkan dengan sesuatu seperti alkohol, mereka mencatat, minuman berenergi justru sering dipasarkan kepada anak-anak yang lebih muda.
“Apakah otoritas kesehatan harus aktif melakukan intervensi, kami tidak dapat menyimpulkan secara pasti hanya dari pelaporan satu kasus ini,” ujar Doyle. “Namun, akan bermanfaat untuk menyebarkan informasi ini agar jika ada kasus serupa, dapat menjadi perhatian. Dan juga bagi publik, mereka berhak mengetahui risiko dari apa yang mereka konsumsi.”
Sebagai seseorang yang menyukai kopi pagi dan kadang sore hari, saya sendiri tentu akan lebih proaktif memantau asupan kafein harian mulai sekarang.