Bulan ternyata memang memiliki dua wajah yang sangat berbeda. Sisi dekat dan sisi jauh dari satu-satunya satelit alami Bumi ini begitu tidak mirip, sampai-sampai merupakan suatu keajaiban bahwa mereka berada pada bola langit yang sama. Kini, penelitian baru menunjukkan bahwa keduanya bahkan lebih berbeda dari yang selama ini diperkirakan oleh para astronom.
Sebuah studi yang terbit Selasa di jurnal Nature Geoscience menemukan bukti yang menunjukkan bahwa interior sisi jauh Bulan yang misterius mungkin secara signifikan lebih dingin daripada sisi dekat, yang selalu menghadap Bumi. Menurut para penulis, temuan ini menunjukkan bahwa perbedaan geologis antara kedua wajah Bulan tersebut menjangkau jauh ke bawah permukaannya, membawa para astronom semakin dekat untuk memecahkan teka-teki mengapa mereka begitu berlainan.
“Ini merupakan salah satu misteri terbesar Bulan,” ungkap penulis bersama Yang Li, seorang profesor madya di University College London dan Peking University, dalam siaran pers UCL. “Kami menyebutnya Bulan yang memiliki dua muka. Perbedaan dramatis dalam suhu antara mantel sisi dekat dan sisi jauh telah lama dihipotesiskan, tetapi studi kami memberikan bukti pertama dengan menggunakan sampel nyata.”
### Satelit Bumi yang Dua Sisi
Para astronom dahulu mengira bahwa sisi dekat dan sisi jauh Bulan relatif serupa. Akan tetapi, seiring dengan berkembangnya studi mereka tentang permukaan bulan selama 60 tahun terakhir, mereka mulai menyadari perbedaan geologis yang mencolok. Sebagai contoh, hanya 1% dari sisi jauh Bulan yang terdiri dari maria—dataran gelap yang tercipta akibat letusan vulkanik purba. Sebaliknya, 31% sisi dekat tertutup oleh maria.
Pengamatan oleh sejumlah orbiter bulan juga menunjukkan bahwa batuan dari sisi jauh memiliki komposisi kimia yang jelas-jelas berbeda dibandingkan dengan batuan dari sisi dekat. Lebih lanjut, orbiter kembar GRAIL milik NASA menemukan bahwa kerak sisi jauh rata-rata sekitar 12 mil (20 kilometer) lebih tebal daripada kerak sisi dekat.
Dikotomi ini dapat ditelusuri kembali ke pembentukan dan evolusi Bulan, yang secara intrinsik terhubung dengan sejarah Bumi sendiri. Para ilmuwan secara luas percaya bahwa planet kita dan satelitnya terbentuk ketika sebuah objek seukuran Mars menabrak proto-Bumi sekitar 4,5 miliar tahun yang lalu. Oleh karena itu, mempelajari perbedaan geologis antara kedua sisi Bulan juga memberikan wawasan tentang asal-usul Bumi.
### Mengungkap Perbedaan Suhu Purba
Sampel yang dianalisis oleh Li dan rekan-rekannya adalah fragmen batuan yang dikumpulkan oleh wahana antariksa Chang’e 6 milik China, yang diluncurkan ke sisi jauh Bulan pada Mei 2024. Komposisi kimia dari sampel berusia 2,8 miliar tahun tersebut menunjukkan bahwa ia terbentuk dari lava jauh di bawah permukaan bulan pada suhu sekitar 2.012 derajat Fahrenheit (1.100 derajat Celsius). Itu sekitar 200°F (100°C) lebih dingin dibandingkan suhu pembentukan sampel dari sisi dekat.
Meskipun analisis mereka tidak mengungkap perbedaan suhu terkini antara sisi dekat dan sisi jauh bulan, para peneliti mencatat bahwa perbedaan ini akan bertahan untuk waktu yang sangat lama—mungkin hingga hari ini. Mereka berhipotesis bahwa interior sisi jauh mungkin lebih dingin karena mengandung lebih sedikit elemen yang melepaskan panas saat mengalami peluruhan radioaktif, seperti uranium, thorium, dan kalium.
Menurut beberapa studi sebelumnya, distribusi yang tidak merata dari elemen-elemen ini mungkin berasal dari dampak asteroid besar di sisi jauh yang mendorong material lebih padat yang mengandung elemen-elemen ini ke sisi dekat. Yang lain menyatakan bahwa Bulan mungkin pernah bertabrakan dengan bulan yang lebih kecil di awal sejarahnya, sehingga sampel sisi dekat dan sisi jauh berasal dari dua benda langit yang secara termal berbeda. Atau, bisa juga interior sisi dekat lebih hangat akibat tarikan gravitasi Bumi.
Apapun penyebabnya, sampel Chang’e 6 ini tampaknya telah mengonfirmasi satu lagi perbedaan membingungkan antara kedua wajah Bulan. Mengetahui secara pasti apa yang diajarkan oleh hal ini tentang sejarah pendamping kosmik kita akan memerlukan penelitian lebih lanjut. Setidaknya untuk saat ini, para peneliti justru memiliki lebih banyak pertanyaan daripada jawaban.