“Humoris sayap kanan, seperti Joe Rogan dan Andrew Schulze, merekalah yang mendominasi ruang kebebasan berekspresi yang kontroversial. Jadi, apapun yang bisa dilakukan kaum kiri untuk merebut kembali seniman seperti Parker dan Stone akan menguntungkan mereka.”
Dalam rapat Kamis lalu, Carr dari FCC menyatakan bahwa dia “bukan penonton ‘South Park’,” lapor NBC News. Dia juga mengatakan Trump menentang “segelintir programer nasional” yang “mengontrol dan mendikte narasi bagi orang Amerika, apa yang boleh mereka katakan, bahkan apa yang boleh mereka pikirkan.” Namun, meski banyak serangannya berfokus pada organisasi berita seperti ABC, CBS, NPR, bahkan Wall Street Journal—sensor terhadap hiburan yang dicintai publik bisa memicu kemarahan masyarakat yang mungkin tidak terlalu peduli dengan nasib para jurnalis.
Itu jugaa yang harus dihadapi Paramount sekarang.
“Mereka baru saja menandatangani kontrak senilai $1,5 miliar yang, bagi saya, adalah bentuk dukungan penuh dan tak terbantahkan dari Paramount,” kata Marx. “Lisensi sindikasi dan streaming yang dihasilkan South Park jauh lebih berharga dibanding apa yang telah dibayarkan kepada Parker dan Stone selama ini.” Dia mengatakan tidak akan terkejut jika Parker dan Stone hanya mendapat hukuman ringan.
Tapi, seperti yang ditunjukkan dalam episode terbaru, Trump tak kenal lelah dalam menggugat targetnya dan dengan bangga mengklaim telah memecat Colbert serta ‘mengendalikan’ media.
Michael Sozan, peneliti senior di Center for American Progress, mengatakan dia bisa membayangkan Paramount berusaha mengurangi kontroversi South Park, mengingat mereka menyelesaikan “gugatan yang sangat lemah” terkait klaim bahwa 60 Minutes mengedit wawancara dengan Kamala Harris agar lebih menguntungkannya. Namun, dia memperingatkan hal itu bisa “membangunkan raksasa tidur”: publik. Paramount juga sudah berjanji pada Trump akan menghentikan inisiatif DEI mereka.
“Banyak orang Amerika semakin sadar bagaimana Trump mencoba menyensor wartawan, tapi sekarang juga acara hiburan yang tidak disukainya. Itu adalah ciri khas rezim otoriter,” katanya. Masyarakat mungkin merespons dengan kemarahan atau boikot.
Tapi dia mengingatkan bahwa itu bukan satu-satunya masalah Paramount, di tengah merger Skydance senilai $8 miliar.
Para senator Bernie Sanders dan Elizabeth Warren sudah menulis surat kepada CEO Skydance David Ellison, menanyakan soal “kesepakatan rahasia dengan Presiden Trump” yang konon menawarkan PSAs di masa depan. Trump menyebut ayah Ellison, salah satu pendiri Oracle Larry Ellison, sebagai “teman.” Pejabat California juga menyelidiki apakah ada praktik suap dalam kesepakatan ini, seperti dilaporkan Semafor.
“Jika ada pemerintahan Demokrat dan Departemen Kehakiman Demokrat dalam tiga tahun ke depan, atau DPR dan Senat yang dikuasai Demokrat, Paramount juga membuka diri pada kemungkinan banyak penyelidikan,” ujar Sozan.
Menariknya, South Park dan komedian larut malam adalah yang paling keras mengkritik Trump. Meski begitu, Sozan mengatakan para ahli menganggap satir—dan kegembiraan—sebagai senjata efektif melawan otoriter yang “ingin membuat orang tertekan dan patuh.”
Dia yakin reaksi atas kontroversi Paramount bisa menjadi “titik balik budaya.”
Sejauh ini, belum ada tanda-tanda Paramount akan menyensor South Park. Tapi, merger Skydance baru saja disetujui.
Di akhir episode perdana, Cartman dan Butters—yang sepertinya mewakili Parker dan Stone—mencoba bunuh diri karena Cartman depresi bahwa “woke sudah mati” dan tidak ada lagi bahan untuk diolok-olok.
“Kayaknya aku mau pergin,” kata Butters. “Iya, kematian indah sebentar datang. Aku sayang kamu, bro,” balas Cartman.
Bagi penggemar acara ini—dan kebebasan berekspresi secara umum—semoga itu tidak benar. Tapi untuk berjaga-jaga, sebaiknya tonton episode itu sekarang.