Ketakutan Itu Nyata
Dalam rapat, obrolan Slack, atau minum-minum setelah kerja, satu pertanyaan diam-diam menghantui jutaan karyawan: Akankah AI menggantikan pekerjaanku?
Di depan publik, para CEO terlihat meyakinkan. Mereka bilang AI generatif akan "meningkatkan produktivitas" atau "menyederhanakan operasi." Tapi kalau baca apa yang sebenarnya mereka sampaikan ke karyawan atau bocor di memo investor, pesannya mengerikan: pekerja virtual sudah ada, dan mereka bukan sekadar asisten. Mereka pengganti.
Mari kita lihat lebih dekat apa yang diucapkan CEO teknologi paling berpengaruh di dunia—bukan di video promosi, tapi di pesan internal resmi, posting blog, atau update investor.
1. Andy Jassy dari Amazon: "Kami Butuh Lebih Sedikit Orang"
CEO Amazon Andy Jassy baru-baru ini publikasikan pesan ke seluruh perusahaan yang terdengar masuk akal, sampai kamu baca lebih dalam.
"Seiring kami mengembangkan lebih banyak AI generatif dan agen, cara kerja akan berubah. Kami butuh lebih sedikit orang untuk beberapa tugas yang saat ini dilakukan… Kami perkirakan jumlah tenaga kerja korporat akan berkurang seiring efisiensi dari penggunaan AI secara luas di perusahaan."
Kata kuncinya? "Beberapa tahun ke depan." Itu bahasa perusahaan untuk 2026-2028. Bukan sepuluh tahun lagi. Ini sebentar lagi.
Jassy tidak bicara soal mengotomatisasi tugas sederhana saja. Dia menyiapkan karyawan untuk realitas di mana AI menggantikan seluruh kategori pekerjaan, dan perekrutan melambat atau berhenti untuk peran yang bisa dilakukan mesin.
2. Luis von Ahn dari Duolingo: "Jumlah Karyawan Hanya Ditambah Jika…" AI Tak Bisa Kerjakan Tugas
Dalam memo di LinkedIn, CEO Duolingo Luis von Ahn lebih blak-blakan:
"Kebanyakan fungsi akan punya inisiatif untuk mengubah cara kerja secara mendasar… Tambahan karyawan hanya diberikan jika tim tidak bisa mengotomatisasi lebih banyak pekerjaan mereka."
Artinya? Tidak ada rekrutmen kecuali pekerjaannya tidak mungkin dilakukan AI. Perusahaan ini bertaruh bahwa sebagian besar tim tak lama lagi butuh lebih sedikit manusia.
3. Tobi Lütke dari Shopify: "Kenapa AI Tidak Bisa Melakukannya?"
CEO Shopify Tobi Lütke berbagi arahan serupa di X:
"Sebelum minta tambahan karyawan dan sumber daya, tim harus tunjukkan kenapa mereka tidak bisa menyelesaikan tugas dengan AI… Bagaimana bidang ini terlihat jika agen AI otonom sudah jadi bagian dari tim?"
Lütke secara terbuka meminta manajer membayangkan tim seolah-olah AI sudah terintegrasi, dan menjelaskan kenapa manusia masih diperlukan.
Pesan dari para CEO ini jelas: karyawan manusia sekarang jadi pilihan terakhir. Standar baru adalah otomatisasi.
CEO Salesforce Marc Benioff baru saja bilang AI sudah melakukan 50% pekerjaan di perusahaannya, tak lama sebelum mengumumkan 1.000 PHK lagi. CEO Klarna, perusahaan fintech besar, bahkan lebih tegas: AI sudah memungkinkan mereka mengurangi tenaga kerja hingga 40%.
Realita: Pekerja Virtual Sudah Ada
Ini bukan skenario masa depan. Ini sudah terjadi.
Penyebab pergeseran cepat ini adalah evolusi teknologi AI. Seperti dijelaskan CEO OpenAI Sam Altman dalam podcast terbaru, model "penalaran" terbaru sudah mencapai lompatan kritis. Singkatnya, sistem AI sekarang bisa lebih dari sekadar mencari informasi—mereka bisa "berpikir" melalui masalah kompleks yang membutuhkan banyak langkah.
Altman menyebut model ini bisa bernalar setara dengan pemegang gelar PhD, berarti mereka mampu melakukan tugas analitis tinggi yang sebelumnya hanya bisa dilakukan manusia berpendidikan tinggi.
Kemampuan ini sedang dimanfaatkan. Tiga sumber di lab AI besar bilang ke Gizmodo bahwa mereka melatih model canggih untuk melakukan tugas dunia nyata di hampir semua profesi "pekerjaan pengetahuan": perbankan, analisis keuangan, asuransi, hukum, bahkan jurnalistik.
Sumber-sumber ini (yang minta anonim karena kontrak melarang mereka bicara publik) menjelaskan bagaimana pekerjaan mereka dibandingkan langsung dengan output AI untuk menyempurnakan teknologi sampai bisa menghasilkan kualitas profesional dengan minim kesalahan. Pekerja virtual sudah melakukan tugas kita—fase sekarang hanya tentang membuat mereka lebih sempurna.
"Beberapa tahun ke depan" yang disebut Jassy mungkin lebih dekat—maksimal dua tahun.
PHK Makin Cepat
Lihat tren PHK di industri teknologi. Tahun 2024, 551 perusahaan tech mem-PHK 152.922 karyawan (data dari Layoff.fyi). Tahun 2025, akselerasinya dramatis: dalam enam bulan pertama saja, 151 perusahaan tech sudah mem-PHK 63.823 orang.
Rata-rata, perusahaan tech mem-PHK 277 pekerja di 2024. Jika tren ini berlanjut, angka rata-rata PHK per perusahaan di 2025 bisa melonjak jadi 851—3 kali lipat dari 2024.
Meski tidak ada bukti langsung bahwa semua PHK ini terkait AI, tren ini terjadi di masa ekonomi sedang kuat-kuatnya. Nasdaq baru saja catat rekor tertinggi, dan 8 dari 10 perusahaan terbesar dunia ada di sektor tech. Perusahaan yang untung dan tumbuh malah mengurangi pekerja dengan cepat—dan penerapan diam-diam AI adalah penjelasan paling logis.
Pandangan Kami
CEO tech tidak akan bilang langsung bahwa kamu sedang digantikan. Tapi memo-memo itu berbicara sendiri.
AI sudah ada, dan perusahaanmu mungkin sedang menyusun rencana untuk mengotomatisasi peranmu. Satu proyek percobaan internal demi satu. Satu chatbot demi satu. Satu pembekuan rekrutmen demi satu.
Kalau ingin tahu masa depan tenaga kerja, jangan dengarkan marketing. Baca catatan kaki di blog CEO. Karena mereka sudah memberitahumu kebenarannya.