Sebagai editor dan penulis wellness, aku selalu mencoba teknologi kesehatan terbaru, jadi aku penasaran saat Oura Ring bekerja sama dengan Dexcom Stelo, sebuah monitor glukosa kontinu untuk orang tanpa diabetes. Tujuannya adalah membantu orang biasa seperti aku memahami bagaimana makanan dan kebiasaan makan memengaruhi gula darah dan kesehatan secara keseluruhan.
"Dengan menggabungkan data Stelo dan insight Oura, kami memberdayakan pengguna untuk memahami hubungan sebab-akibat antara pola makan, energi, mood, dan pemulihan—lalu membuat perubahan gaya hidup yang berkelanjutan dan didukung sains," kata Maz Brumand, Wakil Presiden Produk Oura, kepada CNET.
Aku memakai Oura Ring setiap hari selama tiga tahun terakhir untuk melacak tidur, pemulihan, dan stres. Tapi, ini pertama kalinya aku dengar fitness tracker bisa memantau gula darah. Aku mencoba Stelo CGM bersama Oura Ring selama dua minggu, dan itu mengubah cara aku makan & bergerak. Aku rasa biofeedback semacam ini bermanfaat untuk semua orang, bahkan yang tidak punya diabetes.
Apa itu continuous glucose monitoring, dan mengapa penting?
Gula darah (blood glucose) adalah ukuran kadar gula dalam darahmu. Menurut Cleveland Clinic, glukosa adalah sumber energi utama untuk tubuh—menggerakkan otot, otak, bahkan sel-selmu. Saat kamu makan (terutama karbohidrat), glukosa naik, dan tubuh merespons dengan melepaskan insulin untuk mengalirkan gula ke sel sebagai energi atau cadangan. Sebaliknya, lonjakan atau penurunan glukosa yang sering (meski tanpa diabetes) bisa memengaruhi energi, tidur, mood, bahkan kesehatan metabolik jangka panjang. Jika tubuh tak butuh glukosa segera, ia menyimpannya sebagai glikogen di otot dan hati.
Bagi penderita diabetes, memantau glukosa penting. Tapi apakah sama pentingnya bagi kita yang sehat? Sebagian, iya. Melacak gula darah seharian dan melihat reaksi tubuh terhadap makanan berbeda bisa mengungkap banyak hal tentang lapar, tidur, dan kesehatan metabolik. "Glukosa adalah jendela real-time ke kesehatan metabolik, yang mendasarimu sehari-hari—energi, fokus, mood, tidur—dan ketahanan tubuh dalam jangka panjang," kata Brumand.
Dengan maraknya wearable sensor glukosa seperti Stelo, orang tanpa diabetes kini bisa tahu bagaimana kebiasaan makan memengaruhi tubuh (tanpa jarum atau resep).
Apa rentang glukosa "normal", dan apakah lonjakan buruk?
Sebelum pakai CGM, kupikir gula darah hanya stabil atau tidak, tanpa lonjakan di antaranya. Setelah melacak glukosa harian, aku sadar lonjakan itu normal, terutama setelah makan.
Kebanyakan orang akan lihat kadar glukosa naik-turun seharian. Menurut American Diabetes Association, rentang target umum untuk orang tanpa pradiabetes/diabetes adalah 70–140 mg/dL (Oura juga mengikuti ini). Perlu dicatat:
- 70–100 mg/dL normal saat puasa (sebelum sarapan).
- Di bawah 140 mg/dL umum setelah makan.
"Studi klinis menunjukkan bahwa bahkan pada orang sehat, lonjakan glukosa moderat (di atas 140 mg/dL) bisa terjadi setiap hari. Faktanya, orang sehat akan berada di atas 140 mg/dL selama ~30 menit hingga 2 jam/hari, biasanya 1–3 lonjakan singkat," jelas Renee Fitton, ahli gizi dan Direktur Edukasi di L-Nutra, perusahaan teknologi nutrisi.
Fitton menambahkan bahwa jumlah dan frekuensi lonjakan tergantung pada banyak faktor: jenis makanan, waktu makan, stres, olahraga, dehidrasi, bahkan sengatan matahari.
Banyak monitor glukosa menggunakan rentang custom yang menyesuaikan dengan pola tubuhmu. Saat melihat grafik, ingatlah bahwa konteks dan tren lebih penting daripada lonjakan sesekali. Misalnya, lonjakan setelah dessert bukan tanda bahaya—itu tanda tubuh bekerja normal. Yang lebih penting: seberapa cepat glukosa kembali ke baseline dan seberapa sering kadarnya tetap tinggi.
"Lonjakan moderat (1–3x/hari, di bawah 160 mg/dL) yang pulih dalam ~30 menit tak perlu dikhawatirkan. Tapi jika lebih sering atau tinggi (misal, di atas 180 mg/dL) dan butuh >60 menit untuk pulih, itu bisa jadi tanda masalah kesehatan metabolik," jelas Fitton. "Kurva glukosa datar bukan tujuan; kamu butuh naik-turun perlahan sebagai tanda fleksibilitas metabolik yang sehat."
Cara aku memasang Stelo dengan Oura Ring
Kamu bisa pesan sensor Stelo lewat ouraring.com ($99 untuk 2 sensor). Aku menerima kotak kecil berisi sensor dan petunjuk mudah. Memasangnya di lengan atas hanya butuh <2 menit dan nyaris tak sakit. Ya, ada jarum kecil—aku sangat takut jarum, tapi aku tak merasakannya sama sekali! Suara alat penyuntik memang keras, mungkin itu yang mengalihkan otakku.
Setelah terpasang, aku pair-kan ke app Stelo, dan datanya langsung muncul di app Oura. Setiap sensor melacak glukosa 24/7 selama 15 hari.
Gambar kiri: CGM dalam alat suntik. Gambar kanan: CGM di lengan kananku. (Nasha Addarich Martínez/CNET)
Dari app Oura, aku bisa lihat fluktuasi gula darah seharian. Data ini mudah diakses di bagian atas app, bersamaan dengan metrik lain seperti tidur, detak jantung, aktivitas, dan readiness score (skor 0–100 yang menunjukkan seberapa baik tubuhmu pulih dari aktivitas dan tidur hari sebelumnya).
Bagaimana bahkan makanan "sehat"ku menaikkan gula darah (dan itu tak masalah)
Hal paling mengejutkan saat pengujian adalah melihat bagaimana beberapa makanan sehat favoritku memengaruhi grafik glukosa. Contoh: jus pressed favoritku.
Aku minum jus pagi yang berisi nanas, bit, wortel, jahe, mentimun, dan lemon. Itu kaya nutrisi, tapi juga menaikkan glukosaku di atas rentang sehat selama ~6 menit (masih optimal untuk usiaku dan kesehatan metabolik). Ini membuatku memikirkan kembali cara dan waktu mengonsumsi minuman berbasis buah.
Keesokan harinya, aku mencoba smoothie buah alih-alih jus. Aku membuat smoothie dengan beri, pisang, bubuk protein nabati, selai kacang, susu kedelai, dan oat. Smoothie ini menjaga glukosaku tetap stabil (0 menit di atas ambang batas). Protein dan serat tambahan memperlambat penyerapan gula alami ke darah.
Pelajaran: Bahkan jus buah alami bisa sebabkan lonjakan glukosa—terutama jika diminum saat perut kosong dan tanpa protein/serat. Smoothie dengan protein, lemak, dan serat bisa membantu stabilkan energi.
Seimbangkan makanan dengan protein, lemak, dan serat
Minggu itu, aku makan sushi dan edamame untuk makan malam. Anehnya, glukosaku tetap stabil. Oura Advisor (AI coach Oura) bahkan menyebut kombinasi ini mengandung protein dan serat yang membantu kadar glukosa tetap stabil. Ini memberiku semangat—aku tak perlu mengubah pola makan drastis. Cukup lebih sadar dalam menggabungkan makanan, dampaknya pada gula darah bisa jauh lebih baik.
Menambahkan lemak sehat seperti alpukat, kacang, biji-bijian, atau minyak zaitun juga bisa memperlambat pencernaan dan penyerapan gula.
Fitton menjelaskan bahwa ini terjadi di saluran pencernaan, bahkan sebelum nutrisi masuk ke darah. Protein, serat, dan lemak sehat memperlambat penyerapan karbohidrat sederhana, menghasilkan pelepasan gula yang lebih bertahap. Ini mengubah lonjakan potensial jadi kenaikan stabil yang bisa diatasi tubuh perlahan.
"Masalah terbesar dalam mengelola gula darah adalah membatasi karbohidrat olahan. Jika kamu memilih karbohidrat olahan (cracker, tortilla tepung putih, kue, dll.), coba kombinasikan—jangan dimakan sendirian. Tambahkan keju, selai kacang, atau segenggam edamame untuk mengurangi lonjakan glukosa. Pilih versi tinggi serat jika bisa (misal, cracker gandum utuh), sehingga karbohidrat datang dengan ‘batas kecepatan’ alami," kata Fitton.
Kue + jalan kaki = gula darah stabil?
Salah satu pelajaran mengejutkanku: stabilitas gula darah tak hanya tergantung pada apa yang dimakan, tapi juga apa yang dilakukan setelah makan. Suatu sore, aku makan sepotong kue sebagai camilan (tanpa protein/serat tambahan).
Alih-alih melonjak, glukosaku tetap stabil. Rahasianya? Aku jalan kaki setelah makan kue. Cukup 15 menit jalan cepat di sekitar rumah—itu cukup membantu tubuh memproses glukosa lebih efisien.
"Tubuh tahu olahraga butuh lebih banyak energi, jadi ia membuka sel untuk menyerap gula (energi) dari darah. Jalan 10 menit membakar ~30–40 kalori, dan tubuh akan ambil energi dari glukosa atau glikogen yang tersimpan," jelas Fitton.
(Grafik gula darah setelah makan kue dan jalan kaki—naik sedikit tapi tetap dalam rentang. Nasha Addarich Martínez/CNET)
Berjalan setelah makan sudah lama direkomendasikan ahli untuk kesehatan metabolik, tapi melihat efeknya secara real-time membuatku paham. Aku juga yakin makan kue setelah makanan seimbang (dengan protein/serat) turut membantu stabilkan gula darah.
Intinya: Tak perlu menghindari makanan favorit atau karbohidrat sepenuhnya. Yang penting adalah waktu, kombinasi makanan, dan gerakan.
3 cara aku belajar meratakan kurva glukosa tanpa meninggalkan makanan favorit
Sebelum pakai sensor glukosa + Oura, kupikir lonjakan gula darah hanya tentang makanan. Aku juga mengira satu-satunya cara mengelolanya adalah mengurangi karbohidrat atau mengubah diet drastis. Tapi dalam dua minggu ini, aku belajar bahwa kapan dan bagaimana makan (serta bergerak) sama pentingnya dengan apa yang dimakan.
1. Gabungkan karbohidrat & manis dengan protein, serat, dan lemak sehat
Saat aku minum smoothie beri dengan bubuk protein dan susu kedelai, glukosaku stabil. Sebaliknya, smoothie buah sebelumnya membuat gula darah melonjak dan turun cepat.
Kesimpulan: Karbohidrat sendiri (terutama yang olahan) bisa menaikkan gula darah cepat, tapi protein/lemak memperlambat pencernaan dan menciptakan lonjakan lebih lembut.
Contoh kombinasi: Apel + selai kacang, roti panggang + alpukat, nasi + kacang/protein lain.
(Daniela Duncan/Getty Images)
2. Jalan kaki (terutama setelah makan manis)
Saat makan kue, aku yakin grafikku akan melonjak—tapi tidak, berkat jalan kaki (dan makan makanan seimbang sebelumnya).
Jalan kaki 10–15 menit bisa mengurangi lonjakan gula darah. Kebiasaan kecil ini membantuku menikmati camilan tanpa crash nantinya.
3. Waktu makan berpengaruh
Aku juga memperhatikan bahwa karbohidrat lebih baik diproses tubuh jika dimakan lebih awal (vs. larut malam). Smoothie atau bowl sarapan membuat kadarku stabil, sementara smoothie yang sama setelah jam 9 malam menyebabkan lebih banyak lonjakan.
"Untuk manajemen gula darah, tubuh biasanya mengalami lonjakan kortisol (hormon stres) di pagi hari yang membantu menyerap gula lebih cepat. Makan pagi juga menenangkan respons kortisol, mengurangi stres pada tubuh. Jika terlalu lama menunda makan, kortisol berlebih bisa picu inflamasi dan lonjakan glukosa lebih besar," jelas Fitton.
Sebaliknya, di malam hari, sistem pengelolaan gula tubuh mulai melambat dan kurang efisien. Jadi, usahakan tidak makan terlalu larut—jika tidak, gula darah bisa naik dan bertahan lebih lama.
Ini bukan berarti kamu tak boleh makan karbohidrat atau camilan di malam hari, tapi memakannya lebih awal (saat sensitivitas insulin cenderung lebih tinggi) bisa membuat perbedaan nyata.