Seburuk apa pun pertukaran itu, perlu dicatat bahwa risiko kematian di pesawat komersial bagi siapa pun, termasuk bayi yang dipegang di pangkuan, tetap sangat rendah – jadi biarkan rasa bersalah mereda jika Anda terbang sambil memegang bayi di pangkuan. “Kecelakaan pesawat komersial masih sangat jarang terjadi, dan logistik memiliki bayi di kursi tertentu, dengan pemasangan CRS untuk setiap penerbangan, mungkin lebih berat dibandingkan aspek keamanan,” kata Sarah Barry, wakil kepala Sekolah Penerbangan dan Keamanan di Buckinghamshire New University di Inggris.
Meskipun demikian, analisis biaya-manfaat FAA tidak meyakinkan semua orang. Tahun lalu, serikat Asosiasi Pramugari-CWA menyerukan perubahan aturan, dan persyaratan kursi untuk semua penumpang, seperti yang mereka lakukan selama tiga dekade terakhir.
Kampanye itu dipicu sebagian oleh kecelakaan United Airlines Penerbangan 232 pada tahun 1989, di mana 112 penumpang tewas dari 296 yang ada di pesawat. Sistem pesawat mati di udara, dan dengan pendaratan darurat yang tak terhindarkan, pramugari memberi tahu orangtua bayi yang dipegang di pangkuan untuk meletakkannya di lantai di antara kaki mereka, dikelilingi selimut, dan menekan dengan sebaik mungkin. Dari empat bayi yang dipegang di pangkuan dalam penerbangan itu, tiga mengalami luka-luka, dan satu – Evan Tsao berusia 22 bulan – meninggal akibat inhalasi asap setelah tergelincir ke bagian belakang pesawat.
Tahun berikutnya, NTSB menambahkan kursi untuk bayi ke daftar perbaikan keamanan yang paling diinginkan oleh FAA, tetapi permintaan itu dihapus pada tahun 2006 setelah pemodelan sendiri FAA menunjukkan bahwa membeli tiket tambahan tersebut akan mendorong 20 persen keluarga untuk mengemudi daripada terbang – terutama mereka dengan anggaran yang ketat – dan pada gilirannya akan menyebabkan peningkatan jumlah kematian di jalan raya.
Keyakinan itu didukung oleh penelitian akademis pada tahun 2002 yang menunjukkan perubahan kebijakan tersebut akan menyebabkan peningkatan jumlah kematian bersih yang kecil, bahkan jika hanya 5 persen keluarga yang memilih untuk mengemudi. Selain itu, penelitian tersebut menemukan biaya regulasi per kematian yang dihindari sekitar $1,3 miliar pada saat itu, yang menurut para peneliti “penggunaan sumber daya sosial yang buruk”.
Para peneliti mengakui ada keterbatasan pada makalah tersebut, karena mereka tidak mempertimbangkan apa yang akan terjadi jika kursi gratis, atau jika maskapai penerbangan hanya memberikan kursi kosong yang tidak terjual kepada orangtua dengan mengubah susunan tempat duduk. (Ini juga mengabaikan fakta bahwa harga tiket sering kali meningkat karena alasan lain, dan bahwa keseimbangan biaya-manfaat dapat bergeser di negara-negara lain di mana mengemudi bukanlah pilihan – kereta api sedikit lebih aman daripada pesawat, tetapi tidak seberbahaya mengemudi di jalan raya).
Tentu saja, ada lebih dari sekedar keamanan dalam penerbangan, terutama cedera akibat turbulensi. Di AS, belum ada yang meninggal akibat turbulensi di pesawat komersial sejak tahun 2009, meskipun telah terjadi 146 cedera serius – seperti tulang patah, luka bakar, atau kerusakan organ – yang sebagian besar dialami oleh anggota kru daripada penumpang.
Namun, penelitian dari Universitas Reading di Inggris tahun lalu menunjukkan bahwa penerbangan menjadi lebih berombak akibat perubahan iklim, dengan turbulensi parah di sepanjang Atlantik Utara meningkat 55 persen sejak tahun 1979. Meskipun turbulensi parah hanya dialami dalam waktu terbang yang relatif singkat, dan hanya terlihat di kurang dari 0,1 persen dari atmosfer, hal itu masih dapat menyebabkan lebih banyak cedera.